Sekembalinya ke kampung halaman, harapan bahwa mungkin nasib kami akan sedikit membaik ternyata hanya fatamorgana saja.
Malahan kami masih harus melanjutkan ujiian hidup yang tak kalah menyakitkan selama tujuh tahun lagi. Selama hidup menderita ,tidak sekalipun istri saya menyalahkan diri saya. Bahkan selalu menyemangati saya,agar jangan pernah putus asa. Penderitaan hidup telah menjadikan cinta kami berdua menjadi abadi .Kami berdua bersama menua,tapi cinta kami tidak pernah ikut menua
Dengan melambungkan rasa syukur,akhirnya badai kehidupan itupun berlalu dan  kami bagaikan menyonsong musim semi kehidupan yang indah dan bertaburan bunga kehidupan. Isteri saya tidak pintar dalam mengumbar kata kata cinta. yang diucapkan hanya satu kalimat yang sama,yakni:"Satu satunya laki laki yang saya cintai dalam hidup saya ,adalah dirimu sayang"
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H