Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jangan Sampai Cinta Ikut Menua

28 Mei 2020   13:40 Diperbarui: 28 Mei 2020   13:43 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Memaknai Arti Sebuah Cinta

Setiap orang berhak memaknai arti dari cinta sesuai dengan prinsip hidupnya dan tak seorangpun di dunia ini yang boleh mengintervensi .Jadi apa yang ditulis dalam artikel ini bukanlah kuliah bagaimana mencintai ,tapi hanya sekedar berbagi cara dan gaya kami berdua mengawal cinta dari awal pernikahan hingga kini dan selanjutnya.

Kalimat yang tidak pernah kami lupakan adalah ketika kami berdua secara bergantian mengucapkan janji pernikahan pada tanggal 2 Januari 1965:

  • "Helena, saya memilih engkau menjadi istri saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup." 
  • "Andreas, Saya memilih engkau menjadi suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup."

foto-tahun-1965-5ecf5cd4d541df1135756e54.jpg
foto-tahun-1965-5ecf5cd4d541df1135756e54.jpg

Foto diri tahun 1965/dokpri

Ujian Cinta Itu Pun Datang Bertubi tubi

Dapat dikatakan, kami hampir tidak sempat menikmati honeymoon seperti halnya pasngan suami istri yang baru menikah. Karena kami menikah hanya dengan modal tekad dan nekad, setelah mengumpulkan uang selama bekerja di PT Hanico di Jalan Batang Arau, Kota Padang. Boss kami mencoba menahan kami dengan memberikan kelonggaran bahwa kami boleh cuti selama dua bulan dan gaj tetap dibayar asal kami mau kembali bekerja. Tapi tawaran ini kami tolak dengan halus karena sudah bertekad untuk mencoba mengadu nasib di kota Medan.

Tapi harapan hati yang menggebu gebu ,dalam waktu singkat menghadapi kenyatan pahit. Karena sama sekali belum berpengalaman dalam berbisnis,maka dalam waktu 6 bulan,semua modal ludas. Untuk tidak membebani tante kami di Medan,maka kami memutuskan kerja di Pabrik karet di daerah Tanjung Morawa, sekitar 37 kilometer dari kota Medan.
Hampir Mati Karena Malaria

Kami ditempatkan di perumahan buruh yang berlokasi di pinggiran hutan. Sebuah kamar yang ukurannya 3 x 3 meter .Yang namanya tempat tidur terbuat dari kayu kasar dan kasur tipis. Dan tidak ada perabotan apapun. Untuk mandi kami harus mau antri setiap pagi  dengan menimba air dari sumur Belum sebulan ,saya sudah terkapar karena serangan malaria dan hampir mati .Kami bersyukur  bahwa  tante kami datang berkunjung dan saya dibawa untuk berobat.Selama saya sakit,istri saya menjaga saya siang dan malam. 

Dua tahun kami jalani hidup sebagai buruh di Paberik Karet PT PIKANi ini dan tidak ada sisa gaji yang dapat ditabungkan. Sementara itu istri saya hamil anak kami yang pertama, sementara bobot tubuhnya semakin hari semakin kurus hingga tersisa 40 kg. Kami memutuskan untuk pulang kampung

Ujian Hidup Terus Berlanjut

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun