Pelajaran Hidup Yang Tidak Pernah Saya Lupakan
Memaafkan orang yang tanpa sengaja menginjak kaki kita ketika sama sama berada dalam satu lift tentu sangat mudah. Walaupun sakitnya luar biasa.
Apalagi yang menginjak,seorang emak emak yang bobotnya mungkin 80 kg dan pakai sepatu hak tinggi lagi. Tapi karena si wanita sudah beberapa kali mohon maaf dengan wajah memelas, ya sudahlah mau diapakan lagi? Masa iya mau balas injak kakinya? Maka dengan setengah tulus saya bilang, "Oo nggak apa-apa, bu," padahal wajah sudah kayak monyet termakan cabe rawit.
Di pesawat ketika seorang pramugari mau menuangkan kopi untuk saya tiba-tiba ada penumpang yang lewat di belakangnya dan tanpa sengaja menyenggol, akibatnya kopi hangat tertumpah di pakaian saya.
Panas? Ya iyalah, air mendidih ditumpahkan di kulit masa nggak panas? Tapi si mbak Pramugari sampai jongkok di depan saya untuk membersihkan bekas siraman kopi dan berkali-kali mengatakan, "I am very sorry, Sir," masa masih mau marah juga? Maka saya jawab, "it's okay. No worry," padahal kulit saya masih berasap.
Kembali ke Judul
Suatu waktu, saya membaca buku yang sarat berisi berbagai petuah dari Dalai Lama ke-14 yang dikenal juga dengan nama Tenzin Gyatso Buku ini saya dapatkan ketika mengikuti acara audiensi 3 hari bersama Dalai Lama di Melbourne dengan tema "THE EIGHT VERSUS FOR TRAINING THE MIND".
Salah satu kalimat yang terasa sangat menohok adalah, "Percuma saja anda berbuat seribu kali kebaikan, bila hati anda masih menyimpan dendam dan kebencian". Cukup lama saya terpana dan berusaha untuk memahami makna yang tersirat di dalam kalimat ini.
Hingga suatu waktuÂ
Ada pesan yang masuk melalui sms pada waktu itu. Ternyata dari seorang sahabat yang sudah belasan tahun tidak pernah saling kontak lagi.
Berulang kali saya baca ulang pesan ini, seakan tidak percaya pada apa yang saya baca. Karena isi surat ini bagaikan menusuk kejantung saya dan merasuk hingga kerelung hati terdalam.Â
Isinya adalah sebuah pengakuan, bahwa dirinya yang telah merusakkan system rem kendaraan saya ketika saya titipkan di bengkel untuk di service. Tujuannya adalah bila kami sekeluarga kecelakaan, maka seluruh pinjamannya pada saya menjadi lunas
"Dengan penuh penyesalan yang mendalam, saya mohon keikhlasan pak Effendi memaafkan, agar saya dapat menghadap Sang Chalik dengan tenang. Saat ini saya sedang terbaring di rumah sakit."Â
Dada saya bagaikan bergemuruh dan tak kuasa menahan jatuhnya air mata. Padahal saya bukan tipe manusia yang cengeng. Tapi hati saya bagaikan dirobek-robek mendengarkan pengakuan sahabat saya.Â
Saya tidak mampu langsung menjawab. Mencoba tidur, tapi tiba-tiba seakan terbayang kembali apa yang saya baca, "Percuma anda berbuat seribu kali kebaikan, bila hati anda menyimpan dendam."Â
Maka tengah malam saya bangun dan menjawab, "Sahabatku, demi Tuhan saya maafkan anda." Cuma itu dan saya tidak mampu untuk berbasa-basi menanyakan kesehatannya ataupun mengatakan semoga cepat sembuh.
Sungguh, hanya satu kalimat yang saya ketik di Ponsel, "Demi Tuhan, saya maafkan anda" dan hati saya yang tadinya bagaikan dihimpit oleh balok besar, kini terasa lega dan saya tertidur nyenyak malam itu
Esok harinya, saya baru bangun tiba-tiba ada telpon masuk ternyata dari sahabat saya  Yang dengan suara terputus-putus dan menangis mengucapkan terima kasih karena saya sudah mau memaafkannya sambil berkali-kali menyebut kebesaran Tuhan.
Sebulan Kemudian
Sebulan kemudian saya dapat telpon dari putera sahabat saya bahwa ayahandanya telah berpulang dalam damai. Ternyata, memaafkan itu menghadirkan kelegaan dalam hati kita dan sekaligus memberikan kedamaian hati bagi orang yang sudah dimaafkan.Â
Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa di hari tua saya dan istri dapat menikmati hidup damai karena sungguh tidak ada dendam, apalagi kebencian dalam hati kami, karena semua yang pernah bersalah kepada kami, sudah kami maafkan. Dan sebaliknya, kalau kami merasa bersalah, kami sudah minta maaf dengan sepenuh hati.
Ditulis berdasarkan pengalaman pribadi. Bukan untuk menyatakan bahwa diri saya orang baik, melainkan sekedar berbagi cuplikan perjalanan hidup, bahwa hidup tanpa dendam sungguh sungguh terasa damai dan indah.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H