Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Halusinasi Massal, Mungkinkah Jadi Kenyataan?

23 Februari 2020   18:49 Diperbarui: 23 Februari 2020   18:53 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semua Gadis Miskin Berubah Wujud Jadi Putri Cinderella

Kasta? Oh, itu kan hanya ada dalam tradisi Hindu. Kalau kita sejak zaman emansipasi, semua sudah dianggap sederajat, sama hak dan kewajiban. Begitu kira-kira jawaban atau bantahan yang akan kita terima bila nekad berani menulis bahwa di negeri kita praktik "kasta" sesungguhnya masih terus berlangsung hanya dalam istilah yang berbeda.

Pertanyaan yang Tidak Perlu Dijawab

Sebagai test case, apakah ada dari antara kita yang dengan ikhlas mau menikahkan putranya dengan anak pembantu rumah tangga? Atau dengan anak tukang kebun? 

Memang ada terjadi, pernikahan antara anak majikan dan anak Pembantu Rumah Tangga ataupun dengan anak Sopir Tapi biasanya bukan karena direstui kedua orang tua, melainkan karena terjadi "accident", sehingga "Penabrak" terpaksa bertanggung jawab bila tidak ingin namanya masuk koran dan jadi Headline berita di berbagai media sosial.

Kalaupun pernikahan akhirnya terjadi juga, apakah pengantin wanita yang anak Pembantu berani membantah bila disuruh melakukan sesuatu pekerjaan? Apakah kedua orang tua akan  dengan bangga memperkenalkan kepada para tamu bahwa "ini menantu saya?"  Dan kalau ditanya, "Anak siapa", berani menjawab, "Oh anak pembantu kami?"

Butuh Proses Panjang 

Banyak orang yang dengan berapi api berpidato tentang kesamaan hak dan kewajiban. Tentang menghargai siapapun dan apapun kedudukan seseorang, tapi kebanyakan hanya "asmong".

Ketika saat makan siang tiba, maka Bos dan keluarga singgah di restoran dan duduk makan semeja. Ke mana Sopir dan Pembantu yang mengasuh anak? Juga ikut makan, tapi meja mereka di belakang. Benar nggak?

Orang kaya punya 3 orang pembantu dan sopir pribadi. Tapi mereka kalau makan duduk di dapur. Kami sejak pertama kali mampu menggaji Pembantu maka setiap makan mereka duduk bersama kami. Kalaupun mereka mungkin malu, tapi mereka diizinkan untuk mengambil makanan dan lauk pauk yang sama dengan yang kami makan. 

Kalau  kami diantarkan sopir dalam perjalanan keluar kota, maka tiba saat makan Sopir kami ajak duduk satu meja dan makan bersama. Bagi kami hal ini adalah sangat biasa, tapi ternyata merupakan pemandangan aneh bagi teman teman mitra bisnis kami. Bahkan ada yang sempat menegur saya, "Maaf pak Tjip. Sopir kok duduk makan semeja?" Mereka heran, mengapa kami mau makan bersama Sopir dan Pembantu? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun