Ternyata, di sana sudah terhidang nasi dan lauk pauk berupa ikan teri ditumbuk dan dikasih lado, serta ikan asin, dan daun ubi kayu. Anak-anak sudah menggelengkan kepala dan berbisik bahwa mereka sudah kenyang, tetapi saya menggelengkan kepala dan berbisik, makan saja pelan-pelan. Menolak untuk makan, padahal mereka bukan basa-basi, karena semua sudah disediakan dan tikar sudah digelar untuk kami duduk bersila, maka kami mulai makan perlahan-lahan. Membuang makanan bukan sifat orang di kampung karena bagi mereka sebutir beras jatuh akan dipungut. Nah, setelah perjuangan yang berat, akhirnya seluruh tugas berhasilÂ
Selain dari ke Batusangkar, kami juga berkunjung ke Kerinci, di hari Raya dan menginap di rumah teman di kampung, tapi karena sudah berpengalaman di Batusangkar, maka di rumah pertama, kami hanya mengambil nasi seadanya karena masih ada rumah kedua, di mana kami juga wajib makan. Ternyata dugaan kami meleset, karena di sini ada 4 keluarga yang sudah mempersiapkan makan bagi kami.
Hubungan Baik Hingga Akhir Hayat
Persahabatan dengan orang kampung adalah murni persaudaraan, tanpa ada kepentingan lain, sehingga mampu bertahan hingga Pak Rusnam dan tetangganya yang baik hati meninggal beberapa tahun lalu. Begitu juga dengan teman-teman kami di Kerinci. Hubungan persahabatan ini amat berbeda dengan hubungan persahabatan dengan latar belakang bisnis atau kepentingan lainnya. Begitu orang tidak lagi membutuhkan kita, maka persahabatan akan berakhir.
Satu kalimat saja sudah cukup untuk memancarkan magnet, bila bertemu sesama orang asal Sumatera Barat, misalnya "Onde mande, sakampuang awak yo  Uni" Satu kalimat pembuka ini saja sudah cukup untuk langsung saling berjabat tangan dan saling tukar nomor HP. Ibarat laptop langsung connecting dengan internet, maka segalanya menjadi lancar.
Sekalipun peradaban sudah berubah total, tapi "kesaktian" dari bahasa daerah tidak memudar. Hal ini setidaknya yang kami rasakan setiap kali bertemu sesama orang asal Sumatera Barat di Australia. Bagi orang Padang yang merantau, jangan cuma bisa bilang "tambuah ciek da", tapi berusahalah untuk belajar bahasa Padang agar jangan sampai lupa. Antara saya dan istri, serta anak -anak, walaupun sudah domisili di Australia, kami tetap menggunakan bahasa Padang. Kalau bahasa Cina, cuma bisa bilang, "kamsia, ya"
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H