Akibat kami berdua tidak hobi main parfum dan skincare dan lain lainnya yang berbau make up, maka menumpuk sudah puluhan jenis barang barang pesolek tersebut dalam lemari pajangan.Â
Suatu waktu nanti, akan kami sumbangan ke Museum, karena ada yang sudah berumur lebih dari 50 tahun. Yang menggantikan parfum adalah minyak kayu putih dan minyak angin, Bukan lantaran kami sering masuk angin ataupun keluar angin, melainkan untuk mengharumkan ruangan dan ketika membersihkan lantai memanfaatkan minyak kayu putih yang kami bawa dari Makasar .
Kebiasaan yang Turun Temurun
Ternyata kebiasaan hidup bebas tanpa terikat pada sabun mandi merek tertentu ataupun tidak butuh parfum untuk  dapat keluar rumah di fotocopy oleh anak anak kami.Â
Untuk mempersiapkan diri bila diajak jalan keluar rumah cuma butuh waktu tidak lebih lama dari 5 menit. Nah,apakah hal ini merupakan kelainan? Saya sungguh tidak tahu jawabannya. Karena setiap orang tentu saja bebas menentukan cara dan gaya menjalani hidup.
Ada yang butuh waktu 30 menit, bahkan teman saya bilang kalau ajak istrinya jalan harus 2 jam sebelum keberangkatan. Karena istrinya lebih suka membatalkan perjalanan, ketimbang harus keluar rumah sebelum lengkap bersolek. Ya, ngapain urus istri orang ya. Lebih baik fokus mengurus istri masing masing. Walaupun sesungguhnya dalam kenyataan malahan istri saya yang mengurus saya heheÂ
Laki Laki Pesolek = "Bujang Gadih "
Kalau di kampung halaman saya, ada laki laki pesolek terus mendapatkan gelar dari masyarakat. Tapi bukan gelar "Datuk" atau"Sutan" melainkan dinobatkan sebagai "Bujang Gadih", yang artinya pria yang bertingkah laku kewanitaan.
Penyandang "gelar" ini akan dijauhi oleh para wanita, karena tidak ingin bersuamikan "bujang gadih". Tapi itu dulu, konon kini pria sudah resmi boleh bersolek, bahkan mungkin kedepan bakalan pakai lipstic dan sepatu hak tinggi, Siapa tahu, karena dunia semakin aneh.
Catatan: hanya cuplikan ringan dari kisah hidup
Tjiptadinata Effendi