Setelah Berkali-kali Hadapi Maut
Hidup adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir. Sewaktu masih muda, saya berani melakukan apa yang teman-teman lainnya tidak berani. Misalnya, memanjat pohon kelapa yang paling tinggi ketika kami berkunjung ke Pulau Pisang di lepas Pantai Padang.
Maka demi kebanggaan diri, apalagi disaksikan begitu banyak orang, maka hanya saya dan teman saya Lie Tek Ho yang berani memanjat pohon tersebut. Padahal angin bertiup kencang dan bila terjatuh, dibawah sudah menantikan batu karang.
Syukurlah kami berdua selamat, walaupun kedua tangan dan dada kami penuh luka, tergores pohon kelapa ketika kami turun.
Hampir Tenggelam di Laut
Saking hobi memancing, maka saya jadi lupa diri. Â Walaupun sudah diingatkan oleh para nelayan agar saya tidak melanjutkan mendayung sampan ke laut karena badai, tapi saya tetap nekat. Akibatnya sampan terbalik.Â
Saya mencoba berenang, tapi apa daya melawan ombak besar. Ketika tenaga saya sudah terkuras habis dan sesaat lagi akan tamat riwayat saya, tiba-tiba datang nelayan dengan perahu motor menyelamatkan saya.
Hampir Mati Tertusuk Bambu Runcing
Selain dari hobi mancing, saya juga hobi berburu tupai. Apalagi kedatangan saya setiap hari Minggu ditunggu orang kampung, karena saya dianggap sosok penolong menyelamatkan kelapa mereka dari tupai-tupai yang selalu membolongi kelapa mereka.
Ada peribahasa, "Sepandai-pandai tupai melompat, sekali waktu akan jatuh juga". Namun kali ini yang terjadi justru saya yang terpeleset dan jatuh. Hal ini diakibatkan rasa sok hebat dalam diri saya sebagai anak muda.
Ketika tupai yang saya tembak jatuh di balik pagar penduduk, maka saya memanjat pohon kelapa dan dengan meniru gaya di film kungfu sambil sebelah tangan memegang senapan, saya melompati pagar bambu runcing yang ada di sana. Tapi ternyata celana saya tersangkut dan saya terjatuh persis di atas bambu runcing.Â
Terasa benar bambu runcing menancap masuk dari paha saya terus menembus hingga ke batas perut. Sesaat saya mengira, riwayat saya akan tamat hingga di sana. Tapi masih bersyukur, bambu runcing hanya menembus daging paha hingga persis di batas perut.