Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sembarangan Terapkan "Orang Lain Bisa, Saya Juga Bisa!"

6 November 2019   19:05 Diperbarui: 6 November 2019   19:15 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
llustrasi: hupshenghardware.com

Akibatnya Bisa Fatal

Tahun 1990 ,kami memutuskan untuk pindah ke Jakarta. Karena itu, kami membeli sebuah rumah petak, di Jalan Pisok / Bintaro Jaya, Sektor 5, Jakarta Selatan, yang sedang dibangun. 

Sementara itu, karena rumah belum siap,maka kami masih tinggal di Komplek Wisma Indah I, di jalan Bunda, Ulak Karang, Padang. Selama dalam satu tahun itu, lebih dari 10 kali,kami bolak balik. 

Padang -Jakarta dan Jakarta- Padang, dengan mengemudikan kendaraan pribadi. Lumayan jarak Padang  ke Jakarta, ditempuh dalam waktu sekitar 30 jam. Dengan catatan, tidak menginap selama perjalanan. Hanya berhenti makan dan ke toilet, serta istirahat bila merasa letih dan mengantuk. Ritual ini baru berhenti  secara total, setelah rumah layak huni sepenuhnya dan kami menetap di sana.

Kembali Ke Judul

Belum satu tahun kami tinggal, sewaktu hujan lebat di malam hari,saya tersentak bangun, karena mendapatkan tetesan air dari plafon kamar. Karena sudah tengah malam, maka jalan keluarnya adalah gaya tempo dulu, yakni sebuah ember diletakan di atas tempat tidur dan saya tidur meringkuk merapat ke dinding. 

Esok harinya, saya tanya ke Satpam, apakah ada Tukang yang bisa dipanggil untuk memperbaiki atap yang bocor? Ternyata jawab pak Satpam: "Siap pak", Dalam waktu kurang dari satu jam, seorang Tukang yang direferensikan oleh Pak Satpam datang. 

Saya ceritakan bahwa ada yang bocor dari atap. Ia minta izin untuk memanjat ke loteng dan dalam waktu 10 menit sudah turun kembali. Saya langsung bertanya: " Berapa biaya untuk memperbaikinya mas?", Tukang termenung sesaat dan mulutnya komat kamit, entah sedang mengkalkulasi atau sedang membaca mantera, saya tidak tanyakan. 

Sesaat kemudian, mengatakan: "Pekerjaan ini agak rumit Bos. jadi semua biaya 500 ribu rupiah". 

Rasa kurang percaya akan pendengaran sendiri,saya ulangi: "Maaf, berapa biayanya mas?" Dan dengan suara yang lebih mantap Tukang tadi mengulangi: "Lima ratus ribu rupiah Bos". Merasa biaya yang diminta terlalu mahal, maka saya jawab diplomatis: "Saya rundingkan dulu dengan istri ya mas. kalau jadi akan saya kabarkan".

Orang Lain Bisa, Saya Juga Bisa !

Karena merasa: "dikadalin" dengan upah sebesar itu, maka saya berpikir:" Orang lain bisa, saya juga pasti bisa" Maka saya cari tangga lipat dan membawa gergaji listrik ke atas loteng. Istri saya sudah berkali kali mencegah dan mengatakan kepada saya, kalau merasa terlalu mahal, kita cari Tukang yang lain. Jangan diperbaiki sendiri.

Tapi saya jawab dengan mantap: "Tidak apa apa, paling setengah jam siap" Dan langsung naik keatas loteng,sambil membawa gergaji listrik. Rupanya, kebocoran ini disebabkan oleh karena ada sambungan penyanggah genting yang patah, sehingga genting menjadi miring dan air hujan masuk. 

Bergaya seperti Tukang profesional, saya ukur kayu yang patah dan kemudian mulai menyalakan mesin gergaji untuk memotong bagian yang patah, agar dapat disambung dengan yang baru. 

Begitu mesin menyala dan saya baru mulai memotong, tiba tiba tempat saya berpijak anjlok, berikut tubuh saya. Mesin gergaji dalam keadaan menyala terlepas dari tangan saya.

Sebelum tubuh saya tiba dibawah, lutut saya menghantam dinding Masih syukur saya jatuh pas di atas tempat tidur. Saya mencoba bergerak, tapi sama sekali tidak mampu. 

Tiba tiba saya sadar, sekitar 10 centimeter tepat di atas kepala saya, mesin gergaji dalam kondisi masih menyala, tersangkut pada patahan kayu. Dan karena getaran ,mesin tersebut perlahan lahan turun mendekati kepala saya.

Saya mau berteriak memanggil istri saya, tapi tenggorokan seakan terkunci. Pada saat kritis, tampak istri saya datang berlari dan tanganya langsung mencabut kabel mesin gergaji dari stop kontak. Sesaat kemudian meraih tangan saya dan membantu saya berdiri.

Begitu saya berdiri, mesin gergaji jatuh, persis di tempat di mana posisi kepala saya tadi berada. Walaupun sudah tidak menyala lagi, tapi geriginya yang terbuat dari baja, terhujam di tempat tidur. Istri saya memeluk saya sambil menangis.

Pelajaran Hidup Yang Sangat Berharga

Kejadian ini, saya jadikan pelajaran hidup yang sangat berharga, bahwa tidak dalam semua hal prinsip: " Orang lain bisa, saya juga bisa" Karena akibatnya, hampir saja kepala saya jadi dua bagian.

Semoga tulisan kecil ini ada manfaatnya bagi orang banyak.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun