Tetap Relevan Sepanjang Masa
Apapun jenis makanan yang tertinggal begitu saja,akan mengalami proses pembusukan ,yang lazim disebut :"basi". Kata basi ini tidak hanya spesifik untuk makanan dan minuman, tapi juga sering disematkan pada berbagai hal. Misalnya, cerita yang diulang ulang itu ke itu juga sehingga membosankan bagi yang mendengar ,maupun membaca tulisan kita.
Tetapi tidak selalu hal yang diulang ulang terus menerus ,secara otomatis menjadi sesuatu yang basi. Misalnya sejak dari dulu hingga kini sebagai orang Indonesia kita makan nasi setiap hari, tapi tidak pernah mengeluh bahwa makan nasi itu membosankan. Malahan kalau orang sudah bosan makan,boleh jadi waktu tinggalnya di dunia ini,sudah akan segera berakhir.
Contoh aktual lain adalah berdoa. Dari sejak tahu berdoa ,hingga saat ini,kita terus berdoa dengan cara yang sama dan sama sekali tidak kuatir bahwa Tuhan akan bosan mendengarkan doa kita yang itu ke itu juga.
Pelajaran HidupÂ
Begitu juga halnya dengan pelajaran ilmu kehidupan tidak pernah akan basi. Salah satu di antaranya adalah bahwa orang yang merasa dirinya pintar dan hebat,maka pada saat itu sesungguhnya sudah menutup dirinya untuk belajar.Â
Ia tidak lagi mau mendengarkan apa yang dikatakan orang dan sama sekali tidak merasa tertarik untuk membaca karya tulis orang lain,karena merasa dirinya sudah melampaui semuanya itu.Â
Padahal,bila kita mau membuka mata hati ,ada teramat banyak hal yang kita tidak mengerti dalam hidup ini. Karena itu ,tepat seperti kata peribahasa:"Hidup ini sesungguhnya adalah proses pembelajaran diri tanpa akhir".
Karena tak seorangpun di dunia ini,yang mengetahui semua hal. Dan password untuk dapat mengakses pelajaran hidup di University of Life adalah: "Rendah Hati"
Sepotong Pengalaman Hidup
Pada waktu ,saya masih berprofesi sebagai pedagang antar kota ,yakni Medan- Padang,suatu hari saya berada di dalam bis ALS.,dalam perjalanan menuju ke Padang.
Sejak sebelum berangkat,saya sudah demam,tapi memaksa diri untuk berangkat,karena tidak ingin tiket yang sudah dibeli hangus.Dalam perjalanan,tubuh saya menggigil dan demam tinggi. Disamping saya duduk seorang wanita tua,dengan pakain lusuh.
Ketika semua penumpang turun untuk makan,saya tetap tinggal di dalam Bis,karena tidak mampu untuk berjalan turun. Selang beberapa waktu,semua penumpang naik kembali,karena Bis akan segera berangkat kembali.Â
Wanita tua yang duduk disamping saya,memperkenalkan namanya Halimah,memberikan saya sepotong ubi rebus yang masih hangat,sambil berkata:"Nak,nih ibu ada beli dua potong ubi rebus.
Satu untuk ibu,satu lagi untuk anak ya. Makanlah selagi masih hangat" Dan dengan tangan gemetaran,langsung saya terima ,mengucapkan terima kasih dan makan ubi rebus tersebut ,karena memang sudah sangat lapar. Sepotong ubi rebus tersebut,pada waktu itu,terasa bagaikan santapan yang luar biasa enaknya.Â
Sehabis makan,tubuh saya terasa agak baikan.Tiba tiba saya ingat,bahwa bu Halimah ini,hidupnya tidak lebih baik daripada saya,pasti ia butuh uang.Â
Maka saya mengeluarkan selembar uang kertas dari dompet saya dan menyerahkan kepada bu Halimah:"Maaf bu,ini uang untuk mengganti beli ubi rebus yang sudah saya makan tadi"
Tapi jawaban bu Halimah,sungguh membuat saya menangis. "Nak,ibu memang miskin. Tapi ibu ikhlas memberikan ubi tersebut.Tidak perlu diganti nak".Wanita tua,yang berpakaian lusuh ini,telah memberikan saya pelajaran hidup yang amat berharga,yakni,untuk berbagi ,tidak harus menunggu dari kelebihan "
Kejadian ini,sudah lama berlalu,tapi sepotong ubi rebus yang diberikan bu Halimah dengan tulus masih terasa hangat dalam hati dan pikiran saya.Pelajaran hidup yang diberikan bu Halimah,tidak pernah basi, bagi saya.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H