Sejak sebelum berangkat,saya sudah demam,tapi memaksa diri untuk berangkat,karena tidak ingin tiket yang sudah dibeli hangus.Dalam perjalanan,tubuh saya menggigil dan demam tinggi. Disamping saya duduk seorang wanita tua,dengan pakain lusuh.
Ketika semua penumpang turun untuk makan,saya tetap tinggal di dalam Bis,karena tidak mampu untuk berjalan turun. Selang beberapa waktu,semua penumpang naik kembali,karena Bis akan segera berangkat kembali.Â
Wanita tua yang duduk disamping saya,memperkenalkan namanya Halimah,memberikan saya sepotong ubi rebus yang masih hangat,sambil berkata:"Nak,nih ibu ada beli dua potong ubi rebus.
Satu untuk ibu,satu lagi untuk anak ya. Makanlah selagi masih hangat" Dan dengan tangan gemetaran,langsung saya terima ,mengucapkan terima kasih dan makan ubi rebus tersebut ,karena memang sudah sangat lapar. Sepotong ubi rebus tersebut,pada waktu itu,terasa bagaikan santapan yang luar biasa enaknya.Â
Sehabis makan,tubuh saya terasa agak baikan.Tiba tiba saya ingat,bahwa bu Halimah ini,hidupnya tidak lebih baik daripada saya,pasti ia butuh uang.Â
Maka saya mengeluarkan selembar uang kertas dari dompet saya dan menyerahkan kepada bu Halimah:"Maaf bu,ini uang untuk mengganti beli ubi rebus yang sudah saya makan tadi"
Tapi jawaban bu Halimah,sungguh membuat saya menangis. "Nak,ibu memang miskin. Tapi ibu ikhlas memberikan ubi tersebut.Tidak perlu diganti nak".Wanita tua,yang berpakaian lusuh ini,telah memberikan saya pelajaran hidup yang amat berharga,yakni,untuk berbagi ,tidak harus menunggu dari kelebihan "
Kejadian ini,sudah lama berlalu,tapi sepotong ubi rebus yang diberikan bu Halimah dengan tulus masih terasa hangat dalam hati dan pikiran saya.Pelajaran hidup yang diberikan bu Halimah,tidak pernah basi, bagi saya.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H