Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Tuntut PPLN Bekerja Profesional, Pemilih Juga Sebaiknya Introspeksi Diri

16 April 2019   09:07 Diperbarui: 16 April 2019   17:21 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pemilu di KJRI Sydney pada siang hari| Dokumentasi pribadi

Hindari Datang Menumpuk Mendekati Jam Penutupan
Pemilu di luar negeri sudah usai, walaupun di Indonesia baru akan diselenggarakan esok hari, tanggal 17 April,2019. Di antara banyak tulisan yang memaparkan jalannya Pemilu di berbagai negara berjalan aman dan damai, meski ada beberapa berita miring tentang kinerja para petugas.

Ada berita tentang lancar dan damainya proses pemilihan di TPS setempat, namun ada juga berbagai berita tentang kisruhnya proses Pemilu di beberapa lokasi TPS.

Salah satunya Pemilu di Malaysia yang konon ricuh bahkan ada yang pingsan, seperti dilansir oleh Tempo, sementara Pemilu di Hong Kong telah memicu rasa kecewa bagi para pemilih. 

Tribunnews menyajikan berita dengan judul "Ribuan WNI Golput di Sydney", karena tidak bisa mencoblos. Intinya, sejak dari tanggal 8-14 April 2019, seluruh penyelenggaraan Pemilu di luar negeri usailah sudah dengan berbagai versi kisah. 

Sampai saat ini, pro dan kontra tentang mengapa bisa terjadi kericuhan bahkan seperti ditulis oleh sumber berita Tribunnews bahwa ada ribuan orang yang tidak dapat mencoblos di Sydney, lantaran tidak diizinkan masuk oleh panitia. 

Sementara dari pihak panitia menjelaskan bahwa seluruh warga yang sudah masuk ke dalam pekarangan TPS sebelum jam penutupan, semua dilayani hingga selesai pada jam 19.00 waktu setempat, meski secara resmi penutupan adalah jam 18.00. Terus siapa yang salah dalam hal ini?

Saya yakin, kalau tetap saling mempertahankan argumentasi masalah ini hanya akan menimbulkan image yang negatif pada kinerja PPLN. Walaupun mungkin saja ada di antara petugas di TPS yang pro salah satu capres dan baik sadar ataupun tidak telah menciptakan rasa tidak nyaman bagi para pemilih tapi yang pasti tidak semua petugas berlaku seperti itu. 

Karena selama berjam-jam kami berada di lokasi TPS dan menyaksikan rangkaian acara komunikasi yang berlangsung, bahkan ikut terlibat dalam berinteraksi dengan para petugas disana pada umumnya mereka masih muda usia dan menghargai setiap tamu yang datang 

Demi Negeri Tercinta
Demi menunaikan hak dan kewajiban sebagai salah seorang WNI yang kebetulan domisili di negeri orang, maka saya dan istri telah mengenyampingkan semua urusan lain dan siap melakukan perjalanan selama lebih kurang dua jam perjalanan berkendara dari Wollongong menuju ke KJRI di Sydney. Hal ini juga setelah menghabiskan waktu belasan kali menelpon dan kirim email untuk memastikan bahwa nama kami sudah terdaftar di sana. Mengingat sebelumnya nama kami terdaftar di DPT Australia Barat.

Kami menunggu dengan sabar selama berjam jam di lokasi, karena nama kami tidak ada dalam daftar di TPS 1. Selama masa menunggu itu kami menahan lapar dan tidak makan siang karena tidak ada yang berjualan di sekitar KJRI Sydney dan baru bisa kembali ke rumah setelah dua jam lebih perjalanan.

Total kami menghabiskan waktu lebih dari empat jam untuk perjalanan pergi dan pulang. Baru tiba kembali di rumahsetelah hari mulai gelap. Tapi bagi kami berdua tidak ada masalah karena hak dan kewajiban sebagai salah seorang WNI telah kami penuhi dengan baik. 

Pagi hari ketika kami tiba didepan pagar KJRI Sydney masih sepi| Dokumentasi pribadi
Pagi hari ketika kami tiba didepan pagar KJRI Sydney masih sepi| Dokumentasi pribadi
Sore Hari Baru Para Pemilih Datang Berbondong-bondong
Saya hanya merujuk pada apa yang saya alami di TPS yang berlokasi di KJRI Sydney yang terletak di 236-238 Maroubra Rd, Maroubra NSW 2035.

Sewaktu kami tiba yang tampak hanya belasan orang di dalam pekarangan KJRI, bahkan kami masih dapat tempat duduk di sana. Hingga siang hari belum tampak ada keramaian.

Baru ketika kami meninggalkan TPS lewat dari jam 16.00 tampak antrean di luar pagar KJRI, itu jumlahnya juga tidak banyak, paling hanya sekitar 30 orang saja. 

Konon di TPS yang berlokasi di Towns Hall ada ribuan yang antre tapi saya tidak hadir di sana, sehingga tidak tahu apa yang persis terjadi disana, sehingga menurut sumber Tribunnews ada ribuan orang yang tidak dapat mencoblos.

Sore hari ketika kami meninggalkan lokasi TPS di KJRI Sydney, baru tampak warga mulai datang| Dokumentasi pribadi
Sore hari ketika kami meninggalkan lokasi TPS di KJRI Sydney, baru tampak warga mulai datang| Dokumentasi pribadi
Memilih Bukan Hanya Hak, tapi Sesungguhnya Sekaligus Kewajiban sebagai WNI
Sejak bulan Juni tahun 2018, saya dan istri sudah mendaftar tanpa ada kesulitan. Karena sebelumnya kami tidak memahami prosedur pendaftaran sebagai pemilih yang tinggal luar negeri, maka saya minta tolong ke Pak Lim Setiawan yang adalah juga seorang Kompasianer yang berdomisili di Perth untuk membantu dalam proses pengurusan.

Kami memberikan data-data berupa fotokopi paspor, tanda bukti alamat jelas, alamat email, dan nomor telpon.

Dalam waktu 24 jam, kami sudah menerima konfirmasi bahwa nama saya dan istri sudah tervalidasi dan sah masuk ke dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) untuk Pemilu 2019. 

Siang hari suasana dilobi KJRI masih tampak sepi| Dokumentasi pribadi
Siang hari suasana dilobi KJRI masih tampak sepi| Dokumentasi pribadi

Agar Jangan Sampai Kehilangan Hak Suara 
Terlepas dari siapa yang salah, sehingga di beberapa lokasi TPS di luar negeri terjadi keributan dan kekecewaan, maka alangkah bijaknya bila pemilih di Indonesia, menghindari datang berbondong-bondong mendekati jam penutupan. 

Tulisan ini, tentu bukan dalam kapasitas menghimbau melainkan hanya semata-mata merupakan bentuk kepedulian dari salah satu orang Indonesia yang kebetulan domisili di Australia.

Berbagai pengalaman tidak menyenangkan di luar negeri jangan sampai terulang lagi di negeri kita. Bukankah lebih baik mencegah daripada menunggu hingga kejadian yang tidak diinginkan terulang lagi di Indonesia?

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun