Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Anak Tega Meninggalkan Orang Tua di Panti Jompo?

4 Maret 2019   20:21 Diperbarui: 4 Maret 2019   20:31 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Padahal Panti Jompo Adalah Tempat Bagi Orang Tua Yang Tidak Punya Anak 

Tulisan ini tidak bermaksud  kepo merecoki urusan keluarga orang  lain, karena keluarga kami sendiri ,jauh dari sempurna. Akan tetapi setiap kali mengunjungi Panti Jompo, sungguh tidak tega menyaksikan dan merasakan, betapa mereka meratapi nasibnya, karena merasa dibuang oleh anak anaknya.

Padahal ,awalnya ibunya dibujuk agar mau tinggal di Panti Jompo, karena disana banyak teman teman sebaya, sehingga bisa saling bercerita atau saling bergosip ria, ketimbang tidur dirumah sepanjang hari.

Tergiur oleh bujuk rayu anak,maka dengan perasaan penuh sukacita, si ibu menjadi terobsesi untuk secepat mungkin bisa tinggal di "Rumah Terjanji" .

Pada awalnya, secara rutin ,pasti akan ada kunjungan dari anak anak,seminggu sekali.Kemudian menjadi sebulan sekali dan selanjutnya,hanya setahun sekali. Bayangan untuk dapat menimati " Rumah Terjanji"kandas dan  mereka hanya bisa meratapi nasib ,karena ditinggal oleh anak anak mereka.

Tidak tertutup kemungkinan, karena kondisi ekonomi yang tidak memungkinkan,sehingga anak anak terpaksa menitip orang tua di panti Jompo.namun tentu tidak ada alasan,untuk hanya menjenguk orang tua sekali setahun.

Mencegah Agar jangan Sampai Terjadi Pada Diri Kita

Apa yang terjadi pada diri orang lain, mungkin kita tanggapi dengan kalimat:" kasihan ya" ,sesudah itu selesai .Kita lupa,bahwa apa yang terjadi pada diri orang lain, bukan tidak mungkin bisa terjadi juga pada diri kita.

Karena itu, alangkah eloknya, sejak sedini mungkin,sebelum tiba giliran kita di tinggalkan  di "rumah terjanji",maka perlu kita lakukan introspeksi diri.

Saya hanya  mengambil contoh,dari apa yang telah kami lakukan sejak anak anak masih kecil.Antara lain:

  • kami tidak pernah traveling keluar negeri ,tanpa anak anak
  • kecuali ketika saya harus di operasi di Mt. Elisabeth -Singapore
  • bila kami makan  di restoran, semua anak anak pasti ikut serta
  • walaupun tiket sudah terlanjur dibeli,tapi tiba tiba salah satu anak kami sakit,maka perjalanan kami tunda
  • ketika giliran makan ,semua anak anak bebas mengambil lauk pauk yang ada diatas meja
  • ketika ekonomi kami morat marit,maka anak anak mendapatkan prioritas utama untuk makan
  • bila ada makanan, semua boleh ikut menikmati,tidak ada yang special bagi papa mama
  • semua kami lakukan dengan kasih sayang dan tidak ada persyaratan apapun 
  • tidak sekali jua kami menyampaikan  kepada anak anak,bahwa kelak mereka harus merawat kami berdua

Cinta Kasih Orang Tua Tertanam Dalam Jiwa Anak Anak

  • Walaupun putra putri kami  sudah berkeluarga,namun ,kami berdua selalu diajak makan bersama,setiap kali ada kesempatan
  • Diajak jalan jalan keluar negeri 
  • tanpa pernah meminta,setiap bulan  kami mendapatkan transfer uang belanja dari anak anak 
  • Sewaktu saya terjatuh di tangga pesawat dan  terjadi luka dalam,sehingga harus dirawat selama sebulan di Wollongong Public Hospital,anak anak kami datang .Bahkan mengatakan,bila ada tagihan dari rumah sakit,mereka yang akan membereskannya.. 

Tulisan ini, tentu sama sekali tidak bermaksud menghakimi orang lain,bahwa mereka di titip di Panti Jompo, karena kurang kasih sayang orang tua, melainkan hanya sekedar mengingatkan,bahwa cinta kasih yang diberikan kepada anak anak ,akan terekam dalam hati sanubari mereka,sehingga meminimalkan ,kemungkinan bahwa diri kita akan di "panti jompokan"bila kita sudah menua.

Karena bagi anak anak, contoh teladan yang diberikan orang tua,akan terekam dalam hati mereka,sedangkan kotbah yang diberikan hanya singgah sesaat dan kemudian dilupakan.

Mereka akan ingat,ketika mereka terbaring sakit, orang tua membatalkan perjalanan, sebagai bukti bahwa orang tua mencintai anak anak ,melebihi segalanya.

Saya sudah memasuki  usia 76 tahun, tapi masih jelas terbayang ,wajah ibu saya alm.yang makan kerak di dapur,demi agar kami anak anaknya bisa makan nasi.

Dan masih terbayang, wajah ayah saya ,yang  terserang malaria,tapi tetap bekerja,agar kami anak anaknya bisa makan. Semoga tulisan ini ada manfaatnya,setidaknya sebagai sebuah renungan

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun