Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kopdar Paling "Heboh"

15 Januari 2019   20:34 Diperbarui: 16 Januari 2019   08:28 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Entah sudah berapa kali kami mengundang teman teman untuk Kopi Darat atau KopDar, saya sudah tidak mampu menghitungnya lagi. Kalau dibilang ribuan kali, bohongnya kebangetan. Kalau dibilang ratusan kali juga tidak benar.Dan saya tidak mau ikut latah, walaupun belakangan ini berbohong atau hoaks agaknya sudah menjadi tren masa kini. 

Yang benar adalah sudah puluhan kali mengundang teman teman dan kerabat untuk bertemu, dan baru kali ini yang paling: "heboh".

Kata "heboh" di sini, tentu saja jauh dari konotasi negatif. Maksud heboh adalah seru banget.

Kemarin, di tempat yang sama, kami juga mengundang teman teman untuk Kopi Darat. Sejak dari mulai pertemuan dengan mantan murid murid hingga pertemuan dengan teman teman lama dari Padang dan pertemuan antara keluarga dan teman teman eks SMA Don Bosco. Semuanya berjalan lancar dan ceria, tapi tidak seheboh hari ini. 

Mengapa? Karena pertemuan dengan mantan murid murid.walaupun kami sangat akrab, tapi bagaimanapun rasa ketimuran masih kental dalam diri mantan murid murid saya, karena walaupun usia mereka rata rata sudah di atas 60 tahun dan sudah beranak cucu, tapi rasa hormat mereka terhadap diri saya menyebabkan mereka membatasi diri dalam bercanda.

Begitu juga ketika pertemuan antar keluarga yang terdiri dari 3 generasi, maka walaupun kami sebagai orang yang paling senior di dalam pertemuan ini, sama sekali tidak menjaga jarak dengan mereka tapi secara otomatis ada rasa segan dari generasi muda untuk bercanda secara bebas dengan kami.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Berada Dalam Satu Komunitas

Kopdar hari ini, semata mata dari komunitas Kompasianers. Awalnya ada pesan dari Sisca:"Pak Tjip dan bu Rose saya jemput ya?" Karena sudah pernah 3 kali diundang makan oleh Sisca, maka hubungan kami sudah akrab sehingga saya berani minta dijemput lebih awal. Lalu masuk jawaban: "Baik. Jam 11.00 saya jemput."

Jam 10.50 kami sudah menunggu di lobi apartemen dan sekitar 5 menit menunggu. Tampak Sisca masuk dan langsung menyalami kami berdua. Kami numpang kendaraan yang dikemudikan oleh Sisca.

Tapi baru berjalan sekitar 15 menit, perjalanan kami sudah terhambat oleh macet total. Kendaraan bagaikan merayap perlahan lahan, sementara waktu berjalan terus. Hingga jam  11.30 kami masih berada dipertengahan jalan. Lalu tiba tiba ada pesan masuk dari mbak Christie: "Pak Tjip, ada yang bisa bantu saya?"

Wah,rasanya tidak enak juga,tamu sudah tiba, sementara saya masih di jalan. Tapi apa mau dikata, walaupun sudah diantisipasi dengan berangkat satu jam dari waktu kopdar namun dihalangi oleh kemacetan. 

Saya langsung menjawab:" Mohon maaf mbak Christie, kami terjebak kemacetan" Syukurah tidak berapa lama kemudian, kembali ada pesan masuk dari mbak Christie bahwa sudah berada di lantai atas.

Saya tidak bertanya lagi siapa yang membantu, yang penting, mbak Christie tidak sampai  berjemur di terik matahari menunggu kami tiba.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kami Tiba Tepat Jam 12.00

Sisca mengatakan: "Pak Tjip dan bu Rose, silakan naik dulu, saya cari tempat parkir, ntar saya menyusul ke atas".

Ternyata di ruang VIP dilantai atas sudah ada mbak Christie dan mas Arief, serta mas Mahendra yang datang dengan putranya.

Kami langsung bersalaman, karena ini baru pertama kalinya bertemu dengan mas Mahendra dan mas Arief, kalau dengan mbak Christie sudah pernah ketemu sebelumnya, ketika kami sama sama diundang makan siang di istana.

Kemudian, menyusul pak Katedra Jawen, pak Edy Priatna, Pak Thamrin Sonata, Pak Ganendra. Pak Iskandar Zulkarenain dan Pak Ikhsson Choirul, serta pak Johanes Krismono.

Ada rasa haru dalam dada mendengarkan bahwa pak Kate minta cuti sehari, begitu juga dengan Mbak Sisca dan pak Johanes Krisnomo yang datang dari Bandung khusus untuk bisa bertemu. 

Pak Edy Supriatna, yang harus menempuh perjalanan 3,5 jam untuk bisa tiba di sini dan  Mbak Christie yang dengan susah payah untuk bisa datang dalam pertemuan ini.

Sementara pak Thamrin dan Pak Ikhsson serta pak Iskandar Zulkarnain yang datang dengan kereta api. Bagi kami merupakan sebuah penghargaan yang tidak terhingga.

Usai kami santap siang, sambil saling berebut bicara dari ke timur, tiba tiba ada mbak Hennie dan seorang Pendeta yang tiba secara bersamaan waktunya dan kemudian disusul oleh Mbak Indria Salim.

Sementara itu mbak Tamita Wibisono mengirim pesan, bahwa telah terjadi kesalahan membeli tiket kereta api dan tidak bisa diganti sehingga batal datang.

Bertepatan dengan kedatangan Mbak Hennie dan pak Pendeta, serta mbak Indria Salim, tiba tiba lampu padam. Dan restoran tidak ada jenset, Maka terpaksa kami mengungsi  ke ruang tengah  ,yang lebih terang, tapi tanpa air condition.

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi
Kami Berdua Jadi Selebriti Dadakan

Sehabis semuanya santap siang aksi jepret menjepret dimulai. Tapi  tiba tiba pak Johanes mengambil alih pimpinan masalah jepret menjepret, karena memang ahli dibidang  ini. Maka jadilah kami berdua selebriti dadakan, karena yang berfoto berganti ganti sedangkan kami berdua dilarang  beranjak dari tempat duduk.

Begita bergerak tiba tiba terdengar suara pak Krinomo: "Eee pak Effendi dan bu Rose, jangan ke mana mana." Maka tentu kami berdua hanya bisa patuh atas instruksi dari Instruktur masalah potret memotret.

"Bu Rose geser sedikit kekiri, pak Tjip tengok ke lensa," atau "pak Tjip senyum dong"maka kami sibuk action geser kiri dan geser kanan. Pokoknya, suasana kali ini, sungguh sungguh terasa paling heboh.

Salah Backgroud

Setelah geser sana geser sini dan pasang tampang senyum pepsodent, tiba tiba pak Ganendra memberikan masukan, bahwa background tidak pas., karena hanya terpancang pada dinding. Maka kembali kami sibuk berfoto ria dan kami berdua, tak ubahnya bagaikan selebriti dadakan, karena dijadikan basis berfoto secara bergantian.

Suasana siang tadi sungguh sarat dengan humor dan canda segar. Kami semuanya lebur dalam  kegembiraan yang sangat menyejukkan hati. Seperti lirik lagu: "Kemesraan ini, janganlah cepat berlalu." Begitulah kira kira perasaan kami  pada saat itu.

Namun  mengingat ada yang tinggal jauh, maka walaupun serasa belum puas saling bercerita, kami sepakat untuk meninggalkan lokasi. Kami berpisah untuk kelak bertemu kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun