Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jangan Terpancang pada Kata "Tidak Mungkin"

28 Desember 2018   09:12 Diperbarui: 28 Desember 2018   10:07 501
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: zedge.com

Karena Sesungguhnya Kata :"Tidak Mungkin "Itu Diciptakan Oleh Pikiran Kita

Hidup itu bersifat dinamika.Artinya bergerak dari waktu ke waktu dan dari satu sudut kesudut kehidupan  lainnya. Hidup tidak dapat disejajarkan dengan ilmu matematika ,yang bersifat statis dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Karena apa yang dulu adalah sesuatu yang :"mustahil",ternyata kini semuanya menjadi mungkin. 

Ada ribuan contoh hidup yang dapat disimak,untuk menjadikan kita manusia yang "open minded",mau membuka cakrawala berpikir,bahwa sesungguhnya kata "tidak mungkin" diciptakan oleh pikiran kita,karena keterbatasan cara berpikir. Contoh,kalau dulu  ada yang bertepuk tangan dan kemudian pintu rumah terbuka dengan sendirinya,maka pasti dianggap memiliki  kekuatan gaib atau mungkin mendapatkan stigma :" memelihara tuyul" atau "menggunakan kekuatan kegelapan.

Tapi di era mileneal ini,dengan memasang pintu elektronik ,yang dilengkapi dengan rekaman suara kita atau tepukan tangan,maka pintu rumah atau pintu garasi akan terbuka dengan sendirinya. 

Hal lain,bila ada orang datang,maka tiba tiba lampu menyala dengan terang.Yang kalau tempo dulu bisa membuat orang pingsan,karena dikira ada setan.Tapi kini dengan hanya 1 juta rupiah,setiap orang bisa memasang lampu sensor  dilaman rumah masing masing..

Pengalaman Pribadi

Tahun 1978  kami ke Singapore bersama ketika putra putri kami dan seorang keponakan kami Rukiat. Ketika berbelanja di  People's Park,maka istri saya mengambil uang disalah satu ATM disana. Menyaksikan hal ini,keponakan kami Rukiat,berteriak gembira.,sambil berkata:" Tante,ambil yang banyak.Enak ya,cuma masukan kartu dan dapat uang ".

Pada waktu itu ATM masih merupakan suatu hal yang dianggap ajaib.Bagaimana mungkin Kotak ATM di Singapore, mau saja mengeluarkan uang  dalam jumlah sesuai dengan apa yang diketik ? Tapi kelak ketika keponakan kami Rukiat  menjadi Pimpinan Bank Permata cabang Padang  (hingga kini),setiap kali ketemu dan kami bercerita tentang peristiwa tahun 1978,kami saling tertawa.

Sebuah Analogi Sederhana

Ketika mengemudikan kendaraan di Australia,maka terkadang menjumpai rambu rambu,dimana tertulis :" Wrong Way. Go back.No Through way" . Salah jalan,Kembalilah.Tidak ada jalan tembus". Maksudnya adalah kendaraan tidak dapat melewati daerah itu, karena memang disana tidak ada sarana yang dapat dilalui oleh kendaraan. 

Tapi ,karena memang tidak ada keperluan penting,maka kita lalu memutar balik kendaraan dan meninggalkan lokasi tersebut.

Atau ketika mengendarai kendaraan di negeri kita,ditempat tempat yang diprediksi dapat membahayakan ,ada rambu rambu dengan gambar Tengkorak dan tulisan :"Awas Bahaya!" .Maksudnya,jangan melanjutkan perjalanan anda kearah ini,karena akan  dapat berbahaya bagi anda dan seluruh penumpang.Karena jalan buntu !

Seandainya,ketika menghadapi jalan buntu tersebut,tiba tiba kita mendengarkan ada teriakan minta tolong,maka sebagai seorang manusia yang masih memiliki hati nurani, pasti kita tidak akan tega pura pura tidak mendengarkan. Betapapun bebalnya hati ,kita pasti akan menghentikan kendaraan dan mulai berjalan kaki menuju kearah suara tersebut. 

Ternyata tampak ada seseorang yang terluka dan tergeletak dibalik batu besar.Kita mencari jalan, dengan hati hati berpegangan pada akar pohon dan meniti batu batuan,hingga dapat menyelamatkan orang yang terluka tersebut. Dan ternyata setelah berusaha keras ,kita berhasil turun dan membantu menyelamatkan orang tersebut. 

Rupanya ,karena terdesak mau buang hajat,maka pria ini melakukan dibalik batu,agar tidak tampak oleh orang yang berlalu lalang dan terpeleset .Ternyata dibalik kata :"jalan buntu" selalu ada jalan setapak untuk menyiasatinya.

Analogi ini hanyalah sekedar menampilkan  hal hal yang sangat biasa biasa saja,bahwa karena tidak merasa ada kepentingan  mendesak atau tidak akan mendapatkan keuntungan apa apa,maka dengan mudah,kita menyerah pada keadaan. Begitu turun hujan,maka niat untuk keluar rumah dibatalkan. Bahkan baru ada mendung saja, sudah cukup alasan untuk tidak jadi meneruskan rencana kita untuk kesuatu tempat.

Tetapi bila ada hal hal yang menantang, misalnya ada undangan dari sahabat baik kita atau orang yang kita sayangi,maka hujan lebat, apalagi sekedar mendung, sama sekali tidak akan menyurutkan langkah kita. Dan bila ditengah perjalanan, jalan ditutup karena ada kerusakan atau accident,maka kita akan mencari jalan lain untuk memutar. Yang ada dalam pikiran kita adalah :" apapun halangannya,pokoknya saya harus hadir dalam undangan tersebut"

Nah,hal ini menunjukkan kepada kita, bahwa yang mengatakan :"tidak bisa " adalah buah pikiran kita sendiri, KIta yang membatasi diri dan mengatakan :" semua jalan sudah saya coba, tapi semuanya buntu"

Semoga tulisan kecil ini,ada manfaatnya,setidaknya mengingatkan bagi yang merasa sudah kerja keras bertahun tahun,namun nasib belum juga berubah,jangan pernah menyerah.Percayalah tidak ada jalan  buntu dalam kehidupan. Yang penting,jangan biarkan pikiran kita membelenggu diri. Seperti kata pribahasa:"Where there is a will,there is a way".Dimana ada kemauan,pasti disana  akan ada jalan.!

Ditulis berdasarkan pengalaman hidup pribadi. Dulu sering jadi bahan olok olokan orang:"Hai Effendi,jangan mimpi disiang bolong." Untuk sebungkus nasi rames saja anda harus berutang,koq berani bermimpi memiliki rumah sendiri?" Kelak ,waktu menjadi saksi,bahwa impian demi impian kami menjadi kenyataan. Sungguh Tuhan Mahabesar !  

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun