Maharaja Tzen Chang menyambut kepulangan 2 orang Jendralnya yang sudah berhasil menaklukan kerajaan kerajaan kecil, yang selama ini tidak mau membayar upeti. Jendral Chin  sukses menaklukan raja raja  kecil di bagian barat kerajaan sedangkan Jendral Thung sukses membuat seluruh kerajaan kecil yang tersebar di seluruh bagian timur kerajaan. Kini Maharaja ingin mengangkat salah satu dari mereka, menjadi Jendral Besar dari Kerajaan yang dipimpinnya.
Dalam uji kemampuan diri baik dalam hal memanah ,menggunakan tombak  dan kemahiran menunggang kuda, keduanya memiliki kehebatan yang berimbang. sehingga Maharaja menjadi bingung,mau memilih satu diantara keduanya. Karena itu Maharaja menunda  pengangkatan Jendral Besar untuk kerajaan, sementara ingin memikirkan cara lain,untuk menguji keduanya.
Selang beberapa hari kemudian, tiba tiba terjadi kebakaran di tenda yang didiami oleh para prajurit dari Jenderal Thung. Puluhan prajurit yang sedang tidur pulas,luka luka akibat terbakar dan banyak dari antaranya yang tewas.Â
Setelah diselidik, ternyata  ada saksi bahwa ditengah malam, ketika semua orang tidur pulas, ada beberapa panah berapi yang jatuh ditenda prajurit dan karena tenda tenda terbuat dari kain,maka dalam waktu singkat api melalap hampir seluruh tenda dan mengakibatkan korban berjatuhan.
Maharaja Tzen  Murka
Hal ini membuat Maharaja menjadi murka,karena barusan mereka merayakan hari kemenangan,tiba tiba kini kerajaan harus berduka, akibat tewasnya puluhan prajurit. Jendral Chin dipanggil dan diminta penjelasannya mengapa hal tersebut bisa terjadi. Logikanya, tidak mungkin prajurit Jendral Thung membakar tenda mereka sendiri. Tapi Jendral Chin bersumpah pada Maharaja, bahwa  ia sungguh tidak mengetahui dan akan memberikan hukuman pancung bila kedapatan ada dari antara prajuritnya yang melakukan hal tersebut.Â
Maka demi untuk meredakan kemarahan Baginda, siang itu juga ,diumumkan bahwa  Jendral Chin sudah berhasil menangkap pelakunya dan akan dihukum pancung didepan umum. Tampak  seorang Prajurit yang sudah babak belur diseret dengan kuda dan kemudian di bawa ke atas pangggung.
Ketika seluruh rakyat sudah berkumpul disekeliling alun alun, maka "pelaku" pembakaran itupun di pancung. Maharaja puas atas kinerja dari Jendral Chin yang bekerja cepat menangkap pelaku yang membakar tenda perkemahan prajurit Jendral Thung.Â
Jendral Thung Terluka Parah
Tapi Baginda Maharaja Tzen tidak dapat menikmati kelegaannya lama lama,karena selang dua hari setelah itu, lagi lagi heboh, karena Jendral Thung terluka parah,akibat dikeroyok oleh beberapa prajurit Jendral Chin. Maharaja langsung  mendatangi  kediaman Jendral Thung,yang sedang tergolek mandi darah. Tubuhnya penuh dengan luka bacokan disana sini  dan di sekelilingnya terkapar tak bernyawa 7 orang Prajurit dari Jendral Chin. Maka Maharaja tidak mampu menahan kemarahannya lagi.
Ia memerintahkan menangkap Jendral Chin. Walaupun Jendral Chin sudah bersumpah, bahwa ia sama sekali tidak memerintahkan anak buahnya untuk membunuh Jendral Thung,namun  kali ini Baginda Maharaya tidak lagi percaya kepadanya. Â
Maharaja mengumumkan, sesungguhnya Jendral Chin harus dijatuhi hukuman mati.Tapi mengingat jasanya yang besar terhadap kerajaan,maka ia hanya dicopot  dari seluruh jabatan dan diusir dari kerajaan.Â
Jendral Thung yang sedang dalam perawatan karena  terluka parah, mengutus wakilnya,untuk memohonkan kepada Maharaja agar Jendral Chin diampuni. Maharaja sangat terharu akan kebesaran jiwa Jendral Thung, namun tidak bisa menarik titahnya. Karena itu  sebelum Jendral Chin diusire dari kerajaan, Maharaja memerintahkan  prajurit untuk mengantarkannya kepada Jendral Thung untuk meminta maaf.
Ketika Jendral Chin berlutut didepannya,maka Jendral Thung menyuruh semua prajurit keluar dan menjaga jangan ada yang masuk, karena ia ingin berbicara 4 mata dengan  Jendral Chin. Ketika dalam tenda,hanya ada mereka berdua,maka Jendral Thung berkata: "Chin, anda orang pintar, tapi anda lupa, bahwa yang mampu mengalahkan orang pintar adalah orang yang cerdik. Anda lupa akan taktik, yakni: "Membunuh anak buah sendiri dan melukai diri adalah jalan paling ampuh memenangkan pertarungan. Karena dihadapan Maharaja dan rakyat kerajaan, orang yang jadi korban adalah orang benar"
Jendral Chin hanya bisa diam karena ia  memahami bahwa kini, dirinya  hanyalah rakyat biasa. Satu kata saja sudah cukup untuk membuat kepalanya mengelinding di tanah.
Sumber bacaan: "the screet of victory "
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H