Karena Biaya Mempertahankan :"Gelar" Tersebut Sangat Mahal
Kapan seseorang boleh disebut hidupnya sudah sukses? Pertanyaan sangat sederhana,namun tidak dapat dijawab hanya dengan satu dua kalimat.Karena hidup itu merupakan sesuatu yang multikomplit, sehingga tidak dapat dipatok berdasarkan ilmu matematika.Â
Kalau sudah punya rumah dan mobil  pribadi belum dapat dipastikan bahwa pemiliknya sudah merasa sukses karena boleh jadi, kredit rumah dan mobil,masih butuh beberapa tahun lagi untuk melunasinya. Atau dapatkan orang yang  menyekolahkan anaknya di luar negeri disebut sudah sukses?Belum tentu juga, karena bisa  jadi demi agar anaknya bisa melanjutkan studi keluar negeri, orang tuanya mengambil pinjaman di bank dengan  sertifikat tanah dan rumah sebagai agunan.
Setiap orang berhak menafsirkan sendiri arti  dan makna sukses bagi dirinya. Sukses yang kita raih dengan susah  payah,bisa saja bagi orang lain  tidak berarti apapun. Sebuah rumah yang  kita beli setelah kerja keras siang malam selama belasan tahun, bisa  saja untuk orang lain, dibeli dalam waktu sehari.Itulah hidup tergantung  darii sudut mana kita memaknainya.Â
Sukses yang satu selalu diharapkan  akan disusul dengan kesuksesan yang lain. Jadi apapun makna sukses bagi  kita, semuanya bermuara dalam satu pengertian,bahwa sukses bukanlah tujuan akhir hidup kita,melainkan sebuah perjalanan yang panjang. Sukses yang hanya  berlangsung sesaat dan tidak diikuti oleh kesuksesan yang  lainnya hanyalah sepotong kegembiraan yang singgah dalam kehidupan kita  dan kemudian pergi bersama angin.Â
Mencapai Kesuksesan Sulit ,Mempertahankannya Jauh Lebih SulitÂ
Sebuah contoh kecil. Ketika saya membeli sebuah Apartement dengan luas 100 meter persegi di bilangan Kemayoran -jakarta pusat untuk dihadiahkan pada ulang tahun ke 65 istri saya,r asanya saya merasa sudah sukses. Karena seumur hidup,baru kali ini saya mampu membeli sebuah apartement di jakarta dan membayar lunas.Â
Bahkan sengaja memilih  lantai ke 18 sesuai dengan hari ulang tahun istri saya yang jatuh pada tanggal 18 Juli. Tetapi belakangan baru sadar.bahwa memiliki sebuah apartement,tidak sama dengan memiliki sebuah rumah. Setiap bulan, harus menyediakan uang senilai 2,5 juta rupiah,untuk maintainance fee , yakni kebersihan, keamanan dan perawatan gedung.
Dan ini belum termasuk pemakaian listrik, air, telpon dan uang parkiran. Yang setahun membutuhkan pengeluaran dana sekitar 50 juta rupiah,hanya untuk keperluan perawatan  apartement dan lain lainnya. Masih ditambah dengan bayar pajak Honda Freed sekian juta setiap tahunnya.Â
Dan hal ini terus berlangsung dari tahun ketahun. Termasuk ketika kami berada di Australia,maintainance fee tetap harus dibayar. Seandainya saya tidak mampu membayar,tentu akan di denda. Di saat seperti ini lah baru sadar sepenuhnya,bahwa sukses itu adalah sebuah perjalanan panjang.Dan tidak sebatas ketika mampu beli rumah atau aparement dan memiliki kendaraan baru.
Karena itu,mengingat memiliki 2 unit apartemen di Jakarta, sudah tidak efektif lagi,karena kami lebih sering tinggal di Australia,maka akhirnya istri saya minta izin untuk menjualnya.dan uangnya di depositokan.Â
Kini masih tersisa satu unit apartement yang kosong karena kami tinggal di Australia. Memang pengeluarannya tidak sebesar dengan apartemen yang sudah dijual,karena luasnya hanya separuh, namun tetap saja membutuhkan pengeluaran belasan juta untuk sesuatu yang tidak dimanfaatkan.
Enak Nggak Ya Tinggal di Apartemen?
Memang tinggal di apartement enak. Ada kolam renang,fitness  dan sauna,yang sudah termasuk dalam fasilitas kepemilikan apartement.Kalau mau berenang,handuk sudah disediakan.
Usai berenang, mereka haus atau lapar? Tinggal berjalan sekitar 30 meter, ada cafe untuk sarapan dan minum kopi Pulang malam, tidak masalah,karena tempat parkir sudah disediakan dan tinggal mengunci mobil dan terus masuk ke apartemen.
Tinggal di apartement, privasi dijamin terjaga. Tidak seorang pun bisa menerobos masuk, karena masing masing penghuni, memiliki kartu akses. Bila ada tamu, kita bisa melihat dari pesawat televisi di kamar, wajah tamu yang datang. Bila tidak dikenal atau tidak dikehendaki, cukup menelpon sekuriti dan mengatakan bahwa kita tidak bersedia menerima tamu. Nah, bagian yang tidak enaknya,adalah seperti yang saya tuliskan di atas.
Sukses Sesaat akan berdampak sangat negatif bagi kehidupan kita
Salah seorang teman bisnis saya juga membeli apartement di lokasi yang sama. Mungkin karena tidak ingin tampak sebagai orang sukses. Namun, hanya setahun, kemudian terpaksa menjual kembali,  karena tidak mampu membiayai pengeluaran apartemen. Akhirnya pulang kampung . Hal ini merupakan sebuah pukulan batin karena  dari image "orang sukses".
Namun dalam waktu singkat harus kembali pulang kampung dan tinggal di rumah sederhana. Atau, karena orang lain mondar mandir melakukan traveling keluar negeri, maka kita juga ikutan keluar negeri yang mengakibatkan "cash flow" terpakai untuk jalan jalan.
Pulang dari travelling keluar negeri, usaha mulai macet karena ketiadaan modal. Atau demi gengsi mengadakan pesta pernikahan besar besaran,namun usai pesta, usaha mengalami kemacetan karena  modal perusahaan sudah dihabiskan untuk menjaga prestise.
Karena itu ,jangan terburu buru ingin disebut orang sukses agar jangan sampai menjadi bumerang bagi diri kita. Sekali lagi, sukses itu bukanlah keberhasilan sesaat, melainkan sebuah perjalanan panjang. Â
Kami melakukan traveling ,tidak dengan mencairkan deposito,melainkan menggunakan hasil dari pasive income,sehingga sama sekali tidak mengganggu uang simpanan. Semoga tulisan ini ada manfaatnya,khususnya bagi yang masih muda agar jangan terobesi untuk terburu buru mendapatkan stempel "orang sukses". Karena biaya memelihara stempel sukses itu, sangat mahal.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H