Titik Nadir Kehidupan
Setiap orang bisa saja bercerita tentang pedih dan perihnya hidup dalam penderitaan, walaupun belum pernah mengalaminya. Akan tetapi, menceritakan sebuah perisitwa berdasarkan imajinasi tentu tidak akan sama dengan bila kita sendiri pernah merasakan seperti apa hidup menderita itu.Â
Adalah lebih mudah bagi setiap orang untuk bernostalgia tentang masa lalu yang sukses, tentang pencapaian-pencapaian yang mencengangkan. kendati di saat bercerita, semuanya sudah menjadi kenangan belaka. Yang paling sulit adalah mengakui dan bercerita sejujurnya tentang kemiskinan dan kemelaratan hidup yang dijalani.Â
Untuk memotivasi orang lain, jalan yang paling tepat adalah membuka tabir-tabir kehidupan dan mungkin juga ada sisi-sisi gelap dari kehidupan kita, tidak hanya keberhasilan keberhasilan, tetapi juga kegagalan-kegagalan yang pernah dialami.Â
Tanpa itu, seorang motivator, sadar atau tidak, akan menjerumuskan orang lain dengan memberikan gambaran bahwa sukses itu begitu gampang dicapai. Hal ini akan membuat orang hidup di angan-angan.
Belajar dari kesuksesan seseorang tentu saja sangat baik, namun jangan lupa bahwa belajar dari kegagalan demi kegagalan yang dialami orang lain sebelum mampu meraih sukses adalah merupakan bagian mutlak untuk dapat bangkit dari keterpurukan hidup. Sukses tidak identik dengan kaya, karena ada banyak orang kaya yang hidupnya menyedihkan.
Bercerita tentang sukses, sangat mudah. Tetapi untuk meraihnya dibutuhkan kemauan, tekad, kerja keras, dan pantang menyerah. Banyak orang  mengira bahwa sukses adalah identik dengan kaya. Padahal ada banyak  orang kaya yang hidupnya tidak sukses, bahkan menderita.
Jangan Pernah Membandingkan dengan Orang Lain
Apa yang bagi kita merupakan sebuah kebanggaan karena hasil kerja keras selama belasan tahun bisa jadi bagi orang lain dapat dibeli dalam waktu satu jam. Mungkin kita merasa bahwa uang deposito kita cukup banyak untuk ukuran kita, tapi bagi orang lain, hanya merupakan uang recehan.Â
Karena itu jangan membandingkan pencapaian kita dengan orang lain, karena hanya akan mengurangi rasa syukur dan pada akhirnya menjadikan kita orang yang tidak tahu bersyukur.
Oleh karena itu pada tulisan ini saya mencoba memaparkan secara sangat sederhana dan tidak berdasarkan sistematis seperti yang diajarkan dalam teori-teori ekonomi, melainkan dalam tata bahasa dan gaya tersendiri. Dengan harapan, setidaknya dapat melahirkan inspirasi dan dijadikan referensi untuk menapaki kehidupan yang lebih  baik, yakni "mengubah nasib".Â
Ada begitu banyak teori yang membahas, mengapa ada orang yang bernasib baik dan mengapa pula ada yang bernasib jelek? Baik tulisan dalam bentuk artikel, maupun yang dikemas dalam bentuk sebuah buku.
Bahkan  tidak jarang, orang rela merogoh saku dalam-dalam hanya untuk membayar seminar motivasi, yang intinya adalah mengupas tentang perjalanan nasib dan bagaimana cara mengubahnya.
Akan tetapi, perjalanan hidup tidak dapat dimatematikakan, karena hidup itu bersifat dinamika. Terus bergerak dari waktu ke waktu dan dari satu sudut kehidupan, ke sudut kehidupan lainnya. Sementara dunia matematika bersifat statis.
Contohnya, sejak dulu 2 + 2 = 4 dan 2 x 2 juga hasilnya sama, yakni 4. Secara teori ekonomi, bila modal kita Rp 10.000, maka menurut matematika untuk dapat memperoleh keuntungan Rp 1000 maka harus dijual dengan harga Rp 10.000 + Rp 1000 = Rp 11.000. Ini adalah  harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.
Akan tetapi, bilamana teori ini diterapkan dalam bisnis yang nyata, maka jangan harap akan mampu bertahan. Karena dalam bisnis, satu kilogram kopi yang dibeli dengan harga dasar Rp 10.000 tidak jarang dijual dengan harga yang  sama, yakni Rp 10.000 tapi tetap mendapatkan keuntungan sebesar Rp.1000 per kg.
Karena itu, lulus MBA di luar negeri dengan predikat, "magnacumlaude" bukanlah berarti secara serta-merta sudah dapat terjun ke dunia bisnis. Perlu magang dulu setidaknya satu tahun, untuk beradaptasi dengan dunia nyata dan memahami, bahwa teori yang  dipelajari bersifat menstimulasi cara berpikir dan mengambil keputusan, namun butuh waktu untuk penyesuaian.
Mengubah Nasib dari Kuli jadi Pengusaha
Tapi bagi yang sudah pernah bekerja sebagai kuli, tahu persis bagaimana rasanya ketika dalam keadaan lapar, mengantuk, dan sakit, harus naik ke atas bus. Membongkar muatan, menaikkan di atas timbangan, memilah barang yang sejenis, dan kemudian merapikan packing-nya.Â
Sudah selesai? Belum.
Ini baru awal. Barang ini harus disusun rapi dan bila kondisi barang dalam keadaan lembab, entah karena alasan apapun, maka harus dikeluarkan dari bungkusannya dan dijemur. Sore harinya, setelah seluruh tenaga dan energi terkuras habis, baru dapat upah yang hanya cukup untuk sekali makan.
Sakit atau pusing atau apapun alasannya sehingga tidak masuk kerja, boleh saja. Dengan catatan tidak ada upah sepeserpun. Dan bila hal ini sering dilakukan, maka dengan mudah bos akan memecat. Maka berdasarkan pengalaman hidup yang pahit getir selama bertahun-tahun, merangkak dan kemudian sukses meraih kehidupan yang layak, saya postingkan cuplikan dari kisah hidup saya.
Tinggal di perumahan buruh hanya untuk tidur di atas tempat tidur yang terbuat dari papan kasar. Sebagai penganti kasur, ada lembaran karet, yang disambung-sambung, agar punggung tidak terlalu sakit.
Saban malam saya nyalakan obat nyamuk, karena memang lokasinya berada di pinggir hutan dan jauh dari sebutan kelambu. Selama seminggu pertama, setiap hari rasa mual menyesak di dada, karena bau karet yang direndam.Â
Sepanjang hari, kami bernafas dengan bau tersebut. Setiap malam, satu-satunya tontonan bagi kami berdua adalah memandang kunang-kunang berterbangan di sekeliling pemondokan. Ada bunyi kodok, jangkrik, dan tokek, yang menjadi musik alami bagi kami.
Jam empat pagi harus mau bangun, agar tidak antre lama di sumur umum. Untuk wanita, mandi harus jongkok, kalau tidak mau terlihat bagian atas tubuh, karena yang namanya "kamar mandi" terbuat dari seng bekas yang tingginya hanya sepinggang.Â
Selama dua tahun jadi kuli di pabrik Karet di pinggiran kota Medan, nasib tak kunjung berubah ,bahkan dua kali hampir mati karena terserang malaria. Maklum kami tinggal di desa Petumbak yang pada waktu itu masih dikelilingi hutan.Â
Akhirnya memutuskan untuk pulang kampung dan mejadi penjual kelapa di pasar Tanah Kongsi. Berkat kerja keras dan tidak pernah menyerah dan tentunya berdoa siang dan malam, akhirnya saya menemukan jalan untuk mengubah nasib kami.
Bangun dan Melangkah Maju
Ubah persepsi kita tentang hidup. Yakinkan diri kita bahwa kalau orang lain bisa sukses maka kita pun bisa. Karena pikiran pada tubuh kita adalah ibarat motor pada sebuah kendaraan.
Betapapun kuat dan indahnya sebuah kendaraan, tapi tanpa motor maka ia tak lebih dari setumpuk barang mati. Mengubah persepsi tentang hidup,berarti mengubah sikap mental, maka perilaku juga akan berubah.
Berhentilah berkeluh kesah. Karena orang yang selalu mengisi hidupnya dengan keluh kesah adalah orang yang menabur benih-benih negatif dalam hidupnya. Maka disini berlakulah hukum tabur tuai, "siapa yang menabur, akan memetik hasilnya sesuai dengan apa yang ditanamnya".
Mungkin kita masih ingat sebuah peribahasa "Yang menabur angin, akan menuai badai". Setiap pengulangan kalimat yang sama, secara sadar ataupun tidak, akan menjadi doa kita. "You are what you think".
Berhentilah melecehkan diri sendiri. Karena kalau orang tidak bisa menghargai dirinya sendiri, bagaimana pula orang lain bisa menghargai kita. Ada seribu alasan untuk tidak mau berubah. Saya sudah tua, saya bukan sarjana, saya masih terlalu muda, saya tidak punya modal, saya kurang sehat, tidak ada yang mendukung saya, dan seterusnya.
Tentukanlah target yang ingin kita capai, hal ini akan menjadi motivasi diri. Karena motivator terbaik di dalam hidup ini adalah diri kita sendiri. Target atau cita-cita amat dibutuhkan untuk menciptakan kegairahan hidup dan bekerja. Tanpa target dan cita-cita,orang akan menjalani hidup sebagai robot, Dalam bahasa yang keras, "Hidup tanpa cita-cita adalah ibarat orang berjalan tanpa tujuan."
Lakukanlah sekarang! Jangan membiasakan diri untuk menunda. Karena menunda akan memperlemah kemauan kita untuk melakukannya. Bahkan boleh dikatakan, orang yang selalu menunda rencananya adalah orang yang merencanakan kegagalan di dalam hidupnya
Jangan lupa, bahwa nasib itu ada di tangan kita masing-masing. Seperti kata-kata bijak mengatakan, "Anda adalah perancang untuk nasib Anda sendiri!"
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H