Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Hal-hal yang Diperlukan untuk Bangkit dari Keterpurukan Hidup

2 November 2018   18:56 Diperbarui: 2 November 2018   21:27 3753
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada begitu banyak teori yang membahas, mengapa ada orang yang bernasib baik dan mengapa pula ada yang bernasib jelek? Baik tulisan dalam bentuk artikel, maupun yang dikemas dalam bentuk sebuah buku.

Bahkan  tidak jarang, orang rela merogoh saku dalam-dalam hanya untuk membayar seminar motivasi, yang intinya adalah mengupas tentang perjalanan nasib dan bagaimana cara mengubahnya.

Akan tetapi, perjalanan hidup tidak dapat dimatematikakan, karena hidup itu bersifat dinamika. Terus bergerak dari waktu ke waktu dan dari satu sudut kehidupan, ke sudut kehidupan lainnya. Sementara dunia matematika bersifat statis.

Contohnya, sejak dulu 2 + 2 = 4 dan 2 x 2 juga hasilnya sama, yakni 4. Secara teori ekonomi, bila modal kita Rp 10.000, maka menurut matematika untuk dapat memperoleh keuntungan Rp 1000 maka harus dijual dengan harga Rp 10.000 + Rp 1000 = Rp 11.000. Ini adalah  harga mati dan tidak bisa ditawar-tawar lagi.

Akan tetapi, bilamana teori ini diterapkan dalam bisnis yang nyata, maka jangan harap akan mampu bertahan. Karena dalam bisnis, satu kilogram kopi yang dibeli dengan harga dasar Rp 10.000 tidak jarang dijual dengan harga yang  sama, yakni Rp 10.000 tapi tetap mendapatkan keuntungan sebesar Rp.1000 per kg.

Karena itu, lulus MBA di luar negeri dengan predikat, "magnacumlaude" bukanlah berarti secara serta-merta sudah dapat terjun ke dunia bisnis. Perlu magang dulu setidaknya satu tahun, untuk beradaptasi dengan dunia nyata dan memahami, bahwa teori yang  dipelajari bersifat menstimulasi cara berpikir dan mengambil keputusan, namun butuh waktu untuk penyesuaian.

Mengubah Nasib dari Kuli jadi Pengusaha

Tapi bagi yang sudah pernah bekerja sebagai kuli, tahu persis bagaimana rasanya ketika dalam keadaan lapar, mengantuk, dan sakit, harus naik ke atas bus. Membongkar muatan, menaikkan di atas timbangan, memilah barang yang sejenis, dan kemudian merapikan packing-nya. 

Sudah selesai? Belum.

Ini baru awal. Barang ini harus disusun rapi dan bila kondisi barang dalam keadaan lembab, entah karena alasan apapun, maka harus dikeluarkan dari bungkusannya dan dijemur. Sore harinya, setelah seluruh tenaga dan energi terkuras habis, baru dapat upah yang hanya cukup untuk sekali makan.

Sakit atau pusing atau apapun alasannya sehingga tidak masuk kerja, boleh saja. Dengan catatan tidak ada upah sepeserpun. Dan bila hal ini sering dilakukan, maka dengan mudah bos akan memecat. Maka berdasarkan pengalaman hidup yang pahit getir selama bertahun-tahun, merangkak dan kemudian sukses meraih kehidupan yang layak, saya postingkan cuplikan dari kisah hidup saya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun