Mengagumi seseorang tentu tidak menjadi masalah. Misalnya mengagumi Bung Karno dan Bung Hatta yang merupakan tokoh Proklamator kemerdekaan RI. Keduanya adalah sosok yang pernah mengalami pahit getirnya perjuangan kemerdekaan, Dipenjara dan dibuang kesana sini. Sebelum mendapatkan kehormatan menduduki kursi empuk sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI yang pertama.Â
Ini hanya sekedar contoh, karena ada banyak sosok pahlawan atau tokoh tokoh masyarakat baik yang berasal dari Indonesia maupun di berbagai negara. Namun, tentu saja kita harus tahu diri,untuk membatasi hanya sampai batas mengagumi, memajang foto-foto orang yang dikagumi di dalam kamar pribadi atau diruang tamu, bahkan mungkin menjadi cover di ponsel kita.Â
Hindari Hal Hal Yang Berpontensi Mempermalukan Diri Sendiri
Ketiadaan rasa percaya diri atau hasrat hati yang mengebu gebu agar bisa mencapai popularitas,sering kali membuat orang lupa diri,sehingga melakukan hal hal yang akan mempermalukan diri sendiri. Berbeda bila kita Penulis Novel atau Penulis fiksi, maka tentu saja kita boleh menempatkan diri kita sendirI, sebagai pemeran atau tokoh utama dalam karangan kita.Â
Tidak ada yang berhak komplain, apalagi melarang kita, Namun antara fiksi dan kehidupan nyata,adalah dua alam yang berbeda ,yang masing masing memiliki ruang hidup tersendiri. Karena itu  dalam kehidupan nyata, ada rambu rambu yang harus menjadi patokan, agar jangan sampai kita terlena dan berjalan melanggar rambu rambu kehidupan.
Hindari Menobatkan Diri Sebagai Tokoh
Belakangan ini, kita menjadi risih, membaca, mendengar, maupun menyaksikan, orang- orang yang berbicara dengan mengatas namakan dirinya sebagai tokoh,entah siapa yang mengangkatnya.Â
Misalnya ada orang di Jakarta,yang mengatas namakan komunitas Tionghoa ,padahal entah siapa drinya,sehingga merasa berhak mengatas namakan etnis Tionghoa Indonesia? Bagi yang sudah mengenal komunitas dari etnis Tionghoa, pasti sudah memahami,bahwa orang Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Sumatera Barat, berbeda total sudut pandang dan tradisinya,bila dibandingkan dengan etnis Tionghoa yang lahir dan dibesarkan di Sumatera Utara, walaupun kedua komunitas ini,sama sama berasal dari Etnis Tionghoa.
Bukan hanya sudut pandang yang berbeda,tapi juga bahasa yang digunakan dalam percakapan sehari harian dalam keluarga juga berbeda. Pada umumnya,semua etnis Tionghoa Sumatera Barat. menggunakan dialeg  Padang, baik dalam berkomunikasi antar keluarga, maupu dalam menjalin hubungan persahabatan dengan orang-orang di luar keluarga.
Bahkan dalam komunitas etnis Tionghoa di Padang saja,terbagi atas dua kelompok,yakni kelompok yang bergabung dalam HBT (Himpunan Bersatu Teguh d/h. Heng Beng Tong) dan kelompok yang bernaung dibawah organisasi HTT (Himpunan Tjinta Teman d/h Hok Tek Tong ).Â