Kemungkinan besar, hampir setiap orang pernah merasakan bagaimana rasanya dihukum oleh rasa bersalah walaupun sesungguhnya tidak terjadi pelanggaran hukum. Ada yang berpendapat, bahwa hal tersebut terjadi lantaran terlalu baper atau bawa perasaan. Sehingga hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu dipikirkan, malahan menjadi beban bathin atau setidaknya menghadirkan rasa bersalah didalam diri.
Kalau peristiwanya diceritakan, mungkin bisa saja dianggap sebagai fiksi,walaupun sesungguhnya bagi kita yang merasakan kejadiannya adalah sebuah kenyataan.Â
Orang Yang Ditelpon Sudah Keburu Meninggal
Beberapa waktu lalu, WhatsApp saya sempat error, entah apa sebabnya. Nomor yang saya gunakan adalah nomor Australia, tapi yang muncul di layar Ponsel teman teman dan sanak keluarga di Indonesia, adalah nomor Indonesia yang sama sekali tidak dikenal.Â
Saya sudah mencoba membawa Ponsel saya ke Counter Vodafone untuk menanyakan,mengapa bisa terjadi demikian? Tapi jawaban yang saya terima adalah mereka tidak bisa menjawabnya karena kejadian tersebut bukan bersumber pada Vodafone.Â
Akhirnya hal ini berlanjut terus,sehingga membingungkan teman teman dan sanak keluarga saya. Karena mereka tahu,bahwa kami tinggal di Australia, tapi yang muncul adalah nomor Indonesia yakni nomor +6281372425991 Â
Akibatnya Merusak Hubungan Baik yang Selama Ini TerjalinÂ
Akibat terjadinya perubahaan nomor Australia menjadi nomor Indonesia,yang bukan nomor saya telah menimbulkan rasa bersalah dalam diri saya,karena salah satu dari mantan siswa saya yang sempat kami temui, bahkan makan bersama di Restoran Sari Minang di Jalan Juanda, Jakarta.
Berkali kali keluarganya mencoba menghubungi saya, tapi pesan tidak  masuk. Hingga kemudian ketika saya coba menelpon, terdengar suara seorang wanita yang sedang menangis dan mengatakan bahwa suaminya yakni mantan siswa saya sangat pingin berbicara dengan saya, namun Ponsesl saya tidak bisa dihubungi.Â
Saya terpana dan hanya bisa minta maaf, bahwa Ponsel saya ada masalah. Tentu saya tidak mungkin  menjelaskan panjang lebar kepada orang yang sedang berduka. Itulah terakhir kali kami komunikasi dan selanjutnya hubungan terputus.
 Padahal sebelumnya kami  hampir setiap hari berkomuniksi lewat WA Group. Walaupun tidak ada yang menyalahkan saya, namun ada seberkas rasa bersalah dalam diri saya, karena keinginan terakhir dari mantan siswa saya untuk berbicara dengan saya terabaikan.
Kejadian Ini Terulang Kembali
Peristiwa yang terjadi setahun lalu, masih membekas dalam hati saya dan sewaktu waktu rasa bersalah itu muncul dari dalam diri saya, Untuk memperbaiki kesalahan tersebut, sudah tidak mungkin lagi,karena orangnya sudah tiada.Â
Kejadian semacam ini kembali terulang lagi, Masalahnya ada pesan via facebook ,yang entah karena apa, terlewatkan oleh saya dan baru tadi pagi terbaca. Isinya: " Opa, kami sudah berkali kali mencoba menghubungi via WA dan mencoba menelpon, tapi tidak pernah menyambung. Mohon Opa  agar saya berkenan menelpon, karena suaminya kangen ingin berbicara pada Opa. Kondisinya saat ini sedang parah", Pengirim Laila.
Saya tersentak, karena tanggalnya sudah berlalu beberapa hari lalu. Karena itu saya langsung menelpon dan begitu ada yang menjawab, saya dihinggapi perasaan tidak enak, karena belum berbicara, terdengar suara seorang wanita sedang menangis. Ternyata,apa yang saya kuatirkan terjadi, yakni suaminya sudah meninggal.
Walaupun secara biologis, kami sama sekali tidak ada hubungan kekeluargaan, namun persahabatan kami sudah  sejak lama dan berlangsung selama hampir 50 tahun. Hingga malam ini, suasana hati saya masih dihinggapi rasa bersalah, walaupun istri  saya sudah berkali kali mengingatkan bahwa hal tersebut bisa saja terjadi pada siapa saja yang penting bukan karena disengaja
Sulitnya Menasihati Diri Sendiri
Dalam komunitas sosial yang saya pimpin, ada sekitar 100 ribuan orang bergabung. Ada yang memanggil kami Opa dan Oma, ayahanda dan bunda, serta papa dan mama, maupun Om dan tante. Hampir setiap hari saya melayani konsultasi gratis dan sudah menasihati ribuan orang, selama kurun waktu hampir 20 tahun.Â
Namun, saat saya harus menasihati diri sendiri ,sungguh terasa sangat sulit. Logika saya mengatakan, bahwa saya sama sekali tidak bersalah apapun. Karena bila Tuhan berkehendak, tidak ada yang dapat mencegahnya.Â
Namun perasaan hati saya, tidak semudah itu menerimanya. Karena merasa saya sudah mengecewakan orang lain dan tidak ada lagi kesempatan untuk memperbaikinya, karena orangnya sudah meninggal.
Saya selalu memberikan petuah: "jangan tunggu ,apa yang dapat dilakukan pada hari ini, karena esok mungkin sudah terlambat." Tapi pada kenyataannya, saya sudah melanggar petuah saya sendiri, apapun alasannya
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H