Zaman dulu, setiap petuah dari orang tua akan dipatuhi tanpa ditanya mengapa begini dan mengapa begitu. Pokoknya kata-kata bijak atau pesan moral yang disampaikan sudah bagaikan "sabda" yang tidak boleh dipertanyakan. Akan tetapi zaman sudah berubah dan penghuni dunia juga sudah berubah total. Banyak hal hal yang dulu dianggap tabu, kini malah jadi tren dan kebanggaan.
Contoh yang aktual dan menjadi viral hingga ke seluruh pelosok nusantara adalah, kalau dulu orang tertangkap karena mengambil hak milik orang, maka wajahnya ditutupi dengan apa saja. Bahkan saking rasa malu tidak tertahankan, tidak jarang yang tertangkap bunuh diri.
Padahal hanya mencuri pakaian di jemuran ataupun mencuri buah mangga tetangga. Tapi di era milenial ini justru sebaliknya, semakin banyak merampok harta negara, orang bukannya malu malahan dengan senyuman manis dan bangga mempertontonkan jaket oranye yang "dihadiahkan" KPK sebagai "tanda penghargaan".
Perlu Secara Bijak Memaknai PeribahasaÂ
Contoh: Tidak ada kata "terlambat" untuk berubah?
Dalam beberapa hal, boleh jadi masih dapat digunakan sebagai motivasi diri, yakni kalau sudah terlanjur berbuat kesalahan selalu ada kesempatan untuk berubah. Namun yang bisa berubah adalah diri kita pribadi, yakni bertobat dan tidak akan mengulangi lagi kesalahan yang sama.
Akan tetapi, bukan secara serta merta peluang yang dulu terbuka untuk kita masih tetap ada. Jadi walaupun kita sudah berubah dan sadar bahwa apa yang dulu dilakukan adalah sebuah kesalahan besar, tapi kesempatan belum tentu datang untuk kedua kalinya.Â
Ada banyak contoh aktual yang bisa dipelajari tanpa perlu berselancar di google, karena pelajaran ilmu kehidupan itu ada di depan mata kita. Bahkan boleh jadi kita sudah pernah mengalaminya secara pribadi.
Misalnya, kalau bagi muda-mudi yang sedang pacaran, salah satu berbuat kesalahan dan kemudian sadar diri dan menyesali perbuatannya. Tapi ketika ia ingin memperbaiki hubungan dengan mantan pacarnya, ternyata pacarnya sudah menjadi istri orang, bahkan sudah menjadi ibu dari anak-anaknya. Artinya "sudah terlambat" ia menyesali perbuatannya.
It's Now or Never!
Lebih Baik berpedoman pada pesan moral "It's now or never!", sekarang atau tidak akan pernah lagi! Dalam dunia bisnis berlaku patokan "cepat dan tepat" dalam mengambil keputusan. Begitu kita mengatakan "Saya pikir pikir dulu ya," maka ketika akhirnya kita setuju mau membeli ternyata barang tersebut sudah terjual.
Begitu juga sebaliknya ,bila sebagai eksportir ada tawaran masuk, maka kalau sudah diperhitungkan bahwa tawarannya sudah menguntungkan, langsung saja dikonfirmasi. Karena kalau kita menganggap bahwa hanya kita satu-satunya penjual, adalah kesalahan besar.
Ketika kemudian tidak ada lagi tawaran yang lebih tinggi dan kita baru mau menjual sesuai penawaran pertama, maka yakinlah bahwa kita hanya akan menangguk rasa kecewa karena pembeli sudah tutup kontrak dengan eksportir lainnya. Apa yang berlalu dalam dunia bisnis juga belaku dalam kehidupan sehari-hari yaitu "take it or leave it".
Dalam Hal Kemanusiaan
Ada tetangga yang anaknya sakit berat dan berniat meminjam uang kepada kita. Tapi karena ada keraguan, jangan-jangan bisa meminjam tapi tidak mampu mengembalikan, maka kita tidak meminjamkannya entah dengan alasan apapun. Tapi malamnya, tiba-tiba pikiran kita berubah dan sip untuk meminjamkan dengan catatan, bila tidak dikembalikan ya diikhlaskan saja.
Namun keesokan harinya ketika kita mengantarkan uang kepada tetangga, terdengar ada ratap tangis. Ternyata anaknya yang sakit parah sudah meninggal karena ketiadaan uang untuk membeli obat.
Nah, gimana rasa hati kita? Walaupun tidak ada hubungan kekeluargaan, tapi sebagai sesama tetangga kita pasti akan merasa amat bersalah. Kita menyesal tapi sesalan kita sudah tidak mungkin membangkitkan orang mati.
Karena itu, dalam hal berbuat kebaikan, alangkah baiknya bila kita selalu mengedepankan "Don't wait, untill tomorrow what you can do today, because tomorrow maybe too late".
Kesempatan terkadang datang hanya dan bila kita membiarkannya berlalu, maka mungkin kesempatan kedua tidak akan pernah datang lagi!
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H