Pantai Biak tampak,bagaikan  gadis desa yang belum tahu bersolek, dibalik pakaiannya yang sangat sederhana, tanpa dipoles dengan kosmetik apa pun.
Di tepi pantai ini,tampak bebatuan karang yang lebih besar dari pelukan orang dewasa,serta  tempat berteduh yang tercipta dari daunan pohon kelapa yang tumbuh subur disana. Bahkan  temaramnya sinar mentari sama sekali  tidak menyurutkan kemolekan pantai ini Bahkan serasa semakin menebarkan pesona yang  mampu menghipnotis siapa pun yang memandangnya.
Bagi yang belum pernah menapakkan kakinya di Biak,mungkin sejak dari sekarang perlu menciptakan niat dihati ,bahwa suatu waktu akan berkunjung kesana.
Timika
Dengan diantarkan oleh sahabat kami, Pak Wayan Pranata dan Carlos Phobia,kami tiba di Bandara Internasional Timika yang bernama Moses Kilangin. Seperti yang sudah pernah dituliskan, nama ini berasal dari nama seorang guru asal Ambon yang mengabdikan dirinya di bidang pendidikan di pedalaman Papua. Namanya diabadikan sebagai ungkapan penghargaan pemerintah terhadap pengabdiannya.
Mendapatkan dukungan dari 22 suku bangsa di dunia untuk membangun sarana di daerah yang terkenal dengan pertambangan emas PT Freeport Indonesia ini.
Banyak kisah kisah unik dari Timika yang saya dapatkan selama tiga hari berada di Tanah Papua ini. Antara lain tentang mengapa warga disini tidak suka pakai sandal atau sepatu dan lebih suka hidup tanpa baju.
Menurut kisah yang saya dapatkan pernah sahabat saya dengan niat baik,memberikan sejumlah uang untuk salah seorang warga yang datang kepadanya dengan telajang kaki. Tapi pemberian ini bukannya diterima dengan rasa terima kasih malahan warga bersangkutan merasa tersinggung dan mengatakan "Saya ini orang Papua tahu. Kalau pake sandal justru kami orang sakit tahu. Kami senang hidup tanpa alas kaki dan tanpa baju. "