Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Jadikanlah Penghinaan sebagai Cambuk Diri

19 Mei 2018   19:12 Diperbarui: 19 Mei 2018   19:46 1572
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Orang dapat merasa terhina karena merasa dirinya sama sekali tidak dihargai. Bahkan kehadirannya dalam sebuah ruangan dianggap tidak ada. Atau ketika akan bertamu ke rumah orang yang sudah dikenalnya dengan baik, hanya diterima oleh pembantu di depan pintu pagar yang menyampaikan pesan, "Maaf, Tuan sedang sibuk dan belum dapat menerima tamu."

Walaupun diawali dengan kata "Maaf", tapi sama sekali tidak mengurangi makna dari kata-katanya, yakni "Tuan rumah tidak bersedia menerima kedatangan kita"

Secara umum dapat dikatakan bahwa orang akan merasa terhina karena berbagai reaksi dari lawan bicaranya, antara lain:

  1. kata kata yang ditujukan kepadanya
  2. Komentar
  3. bahasa tubuh
  4. bahkan  melalui pandangan mata

Terlepas dari masalah "baper" atau tidaknya seseorang, setiap penghinaan akan dirasakan sangat melukai perasaan. Apalagi bagi orang yang dalam kondisi yang kurang menguntungkan, baik dari segi ekonomi, maupun mungkin dari kondisi fisik yang berbeda.

Respons setiap orang ketika mendapatkan penghinaan dari orang lain, bisa saja berbeda-beda, misalnya:

Marah dan langsung menonjok lawan bicara

Menjadi rendah diri dan mengucilkan diri dari pergaulan

Menjadi murung sepanjang hari

Meratapi nasib yang tak kunjung berubah

Menjadi temperamental, dan seterusnya

Gimana Sih Rasanya Dilecehkan Orang?

Bagi yang belum pernah merasakan, mungkin dapat ikut merasakannya lewat cuplikan pengalaman hidup pribadi ini. Hidup itu tidak selalu mulus dan lurus. Terkadang berkelok-kelok, licin, terjal dan curam. Malahan tidak jarang, sudah hati-hati, sudah kerja keras, sudah berdoa, toh masih juga tergelincir dan jatuh.

Nah, di saat kita jatuh dan dalam kondisi keterpurukan, terjadilah proses pembedahan batin yang teramat sulit dilalui. Teman-teman, bahkan sahabat baik dan kerabat menjauh dari kehidupan kita

Jangankan singgah dan memberikan dukungan moril kepada kita, malahan untuk dapat kesempatan berbicara saja sangat sulit. Ketika mencoba mengetuk pintu rumahnya, hanya disambut di depan pintu, sambil berkata, "Maaf ya, saya lagi ada tamu penting, lain kali saja datang lagi, ya".

Sepotong Cuplikan Pengalaman Pribadi

Suatu waktu anak kami kejang-kejang, tidak ada lagi uang untuk berobat. Bahkan semua barang yang masih laku dijual sudah kami jadikan uang. Cincin kawin pun sudah terjual, bahkan jas yang dipakai sewaktu pernikahan kami juga sudah lama dijadikan uang.

Maka dengan menebalkan kulit muka, saya mencoba mendatangi salah seorang Om saya yang kaya. Mencoba mengetuk pintu hatinya, untuk meminjam uang untuk biaya berobat putra kami yang sudah seminggu tergolek dan hanya digosok dengan minyak kayu putih saja.

Ternyata, hanya diterima di depan pintu pagar sambil bertanya, apa maksud kedatangan saya. Karena tidak diundang masuk, maka sambil menahan rasa hati yang mau remuk, saya sampaikan, kalau boleh saya mau pinjam uang untuk biaya ke dokter, karena putra kami sudah semingggu sakit dan kejang kejang.

Tapi jawaban yang saya terima sungguh sangat melukai hati, yang tentu tak elok kalau saya tuliskan di sini. Maka dengan perasaan yang tidak menentu, saya pamitan. Tapi kalau saya pulang ke rumah, berarti anak kami tidak jadi berobat. Karena itu, saya beranikan diri untuk datang ke sebuah gudang dan menemui pimpinan buruh yang kebetulan saya kenal. 

Sangat bersyukur, tanpa basa basi saya langsung diterima dengan  catatan, "Aturan di sini, lu dapat upah sebanyak lu kuat angkat barang, Kalau lu nggak datang, berarti tidak ada bagian lu. Mengerti kan?" Bahasanya to the point dan kedengarannya agak kasar.

Tapi saya sama sekali tidak tersinggung, bahkan sangat berterima kasih saya diterima bekerja. Itulah awal saya kerja menjadi kuli bongkar muat demi untuk dapat uang membiayai anak berobat

Menyikapi Penghinaan

Dalam kondisi terpuruk lahir batin, bertamu ke rumah kerabat tapi hanya diterima di depan pintu pagar, sungguh terasa seakan sebatang tombak yang langsung menembus ke ulu hati. Melukai amat sangat. Terus mau apa? Mau bunuh diri? Atau mau mengamuk?

Syukurlah, saya sudah kenyang makan olokan dan hinaan, dari orang-orang yang awalnya saya harapkan dapat mencarikan solusi agar dapat mengubah nasib. Karena itu, apalah artinya ditambah dengan satu atau bahkan sepuluh penghinaan lagi? 

Jadikan Cambuk Diri

Walaupun manusia bukan seekor kuda yang harus dicambuk agar mau berlari, tapi tak urung setiap hinaan dapat diinterprestasikan sebagai cambukan, bahkan motivasi yang sangat kuat menghadirkan empowering dalam diri. Hinaan demi hinaan dapat dijadikan cambuk diri untuk kerja lebih keras, agar dapat mengubah nasib.

Memotivasi diri untuk membuktikan pada orang banyak bahwa saya juga bisa sukses. Ketika di subuh hari badan terasa sakit dan  serasa masih ingin melanjutkan tidur, tiba-tiba bagaikan tersentak, saya bangun dan mengulangi tekad diri bahwa saya tidak ingin dihina lagi.

Saya ingin tunjukan kepada orang banyak bahwa saya juga bisa hidup mandiri dan tidak harus menadahkan tangan kepada mereka. "Dendam kesumat" ini ternyata mampu melecut diri saya selama tujuh tahun.

Akhirnya Menemukan jalan 

Dan bersyukur Tuhan membukakan jalan. Setelah tujuh tahun hidup merangkak dalam lumpur, hidup kami berubah total. Kami sama sekali tidak kaya, tapi sudah memenangkan pertarungan melawan badai dan topan kehidupan dan mengalahkan diri sendiri. Ketika pertama kali menginjakan kaki di Amerika Serikat menghadiri acara wisuda putra pertama kami yang lulus Msc dalam usia belum genap 21 tahun, tak kuasa kami menahan jatuhnya air mata. Tapi kali ini adalah air mata kebahagiaan dan rasa syukur kepada Tuhan.

Tulisan ini jauh dari maksud membanggakan diri, melainkan semata untuk memotivasi, membangunkan orang banyak yang mungkin masih terlelap dalam mimpi-mimpi buruk.

"Bangun dan kerja keras untuk mengubah hidup. Jangan lupa, tak seorang pun dapat mengubah nasib kita kecuali diri sendiri! Jadikanlah setiap hinaan sebagai cambuk untuk melecut diri kita!"

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun