Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Sudah Begitu Banyak Contoh Nyata, Tapi Selalu Diabaikan

16 Maret 2018   19:35 Diperbarui: 16 Maret 2018   19:46 609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah begitu banyak peristiwa terjadi, yang dapat dijadikan contoh atau alaram,agar jangan sampai terjadi pada diri kita. Tapi sayang sekali,banyak orang yang menganggapnya sepele dan tidak penting. Sehingga setiap kejadian dibiarkan berlalu tanpa berusaha untuk memetik hikmahnya. 

Akibatnya, "ritual" lingkaran setan,terulang lagi dan lagi. Yakni,terlahir miskin,kemudian nasib berubah total dan menjadi orang kaya.Bukannya bersyukur, malahan lupa diri dan menjadi sombong. Akhir perjalanan hidupnya, sudah bisa diramal, walaupun kita bukan peramal. Yakni, semakin tinggi keangkuhan diri seseorang,maka semakin tinggi pula tempat jatuhnya.

Menertawakan kejatuhan dan penderitaan orang lain,tentu tidak sesuai dengan harkat dan martabat kita sebagai manusia. Namun terkadang perlu,untuk menuliskannya.agar orang lain ,sadar diri  dan jangan lagi pernah mengulangi kesalahan yang sama. 

Dulu Pengusaha,Kini Jadi Sopir Grab

Minggu lalu, ketika masih di Jakarta,karena didepan unit apartemen yang kami tempati,tidak tampak satunya taksi yang standby, maka kami mengambil insiatif untuk menggunakan taksi online. Menunggu sekitar 15 menit, taksi yang ditunggu sudah berada di depan lobi apartement dan kamipun masuk kedalam kendaraan. 

"Selamat  siang pak /bu"sapa sopir taksi dan seperti biasa kami juga membalas sapaan tersebut. Tapi tiba tiba sopir  menatap agak lama kearah kami dan ketika pandangan mata kami beradu, ternyata Tedy , sahabat sesama bisnis sewaktu di Padang ,hampir 30 tahun lalu. Tampak wajahnya jauh lebih tua daripada usianya,yang terpaut lebih dari 10 tahun,dibawah usia kami. 

Langsung saya salami dan tampak wajahnya menjadi gelisah dan galau. dan dengan tergagap mengatakan :" Hai pak Effendi dan ibu. hahaha  ini saya cuma iseng iseng,ketimbang duduk bengong dirumah. " Kata Tedy,sambil ketawa .Namun sangat kentara,suara ketawa yang keluar adalah tawa yang dipaksakan.

Mungkin malu hati bertemu kami,karena dulu sempat selama bertahun tahun,menjadi pengusaha sukses.Namun keangkuhan diri,telah menjebaknya dan berakhir dengan kembali kepada kondisi semula,yakni bekerja sebagai  sopir

Karena sejak usahanya maju pesat, Tedy (bukan nama sebenarnya),sudah amat jarang bertegur sapa dengan kami.Padahal,sebelum sama sama menjadi pengusaha, setiap kali ketemu,kami saling bercanda. Sering bertemu sarapan dikedai kopi di pondok,kota Padang. Tapi sejak menjadi pengusaha besar,hubungan semakin lama semakin menjauh.

Saya berusaha untuk mencairkan suasana yang terasa tidak nyaman,namun Tedy  lebih banyak menjawab :" ya pak " dan terus diam. Mungkin karena mengemudikan kendaraan dengan pikiran galau dan suasana yang tidak nyaman,dua kali,kendaraan yang dikemudikannya,hampir menyerempet kendaraan yang disalibnya.

Memetik Hikmah Dari Perjumpaan Kami

Setibanya di  Artha Graha Mall,dimana kami janji mau ketemu dengan putra kami untuk makan malam,maka setelah kendaraan berhenti,  kami turun dan sekali lagi menyalami Tedy,sambil menyisipkan ditelapak tangannya sesuatu. Dalam hati kecil,saya sungguh ikut prihatin menyaksikan kondisinya. Karena justru di usia mulai menua,ia harus  mengawali lagi dari nol.

Satu lagi pelajaran hidup yang dapat saya petik dari perjumpaan kami dengan Tedy,yakni ,jangan pernah membiarkan diri kita hanyut dalam keangkuhan diri. Karena apa yang hari ini dimiliki, boleh jadi entah karena apa,esok sudah bukan lagi milik kita. Orang yang hari ini berdiri dihadapan kita,mungkin hanya seorang kuli,tapi jangan lupa,10 tahun lagi,boleh jadi ia adalah pengusaha sukses. 

Belajar dibangku sekolah,akan memberikan kita ilmu pengetahuan.Sedangkan belajar dari ilmu kehidupan,akan menghadirkan kearifan hidup dalam diri kita. Belajar dari pengalaman hidup sendiri, adalah sangat baik,karena pengalaman adalah guru terbaik. Namun alangkah baiknya,bila kita juga mau belajar dari pengalaman dan kegagalan orang lain, agar jangan sampai kita mengulangi kesalahan yang sama

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun