Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Antara Memaafkan dan Minta Maaf

12 November 2017   21:52 Diperbarui: 12 November 2017   22:48 3149
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://depositphotos.com

Minta Maaf Jauh Lebih Sulit Daripada Memaafkan

Kalau ada orang yang telah berbuat kesalahankepada kita,entah disengaja ataupun  karena kelalaian semata ,kemudian sadar akan kesalahannya dan mohon maaf kepada kita,apa yang kita lakukan? Mungkin ada yang berpendapat,hal tersebut  tergantung pada seberapa besar  kesalahan yang diperbuatnya,serta seberapa besar kerugian yang harus kita tanggung. 

Kalau sekedar minjam uang beberapa ratus ribuan dan kemudian tidak mampu mengembalikannya,tentu saja dengan sangat mudah kita akan memaafkannya. Tetapi semakin besar kerugian yang kita derita akibat dari kesalahan orang lain,tentu saja menyebabkan kita semakin sulit memaafkannya. Apalagi bila kesalahannya ,hampir menyebabkan kematian kita.

Memaafkan Berarti Posisi Kita Berada Diatas Angin

Orang yang telah berbuat kesalahan  dan mau datang ,serta minta maaf pada kita,menempatkan kita pada posisi :"diatas angin."Karena diri kita adalah pembuat keputusan. Dalam hal ini,bilamana kesalahan yang dilakukan orang lain terhadap diri kita ,hanya semata menyebabkan kerugian materi,maka akan lebih mudah bagi kita untuk memaafkan pelakunya.

Sekilas Pengalaman Pribadi

Kalau mengenai ,utang yang tidak dibayar,ada puluhan banyaknya,namun dengan mudah sudah saya maafkan,walaupun saya bukan orang kaya. Tetapi yang paling sulit bagi saya adalah memaafkan sahabat saya ,yang telah menghianati diri saya. Salah satunya, adalah sahabat baik saya, memberikan laporan palsu kepada pihak Kepoliisian, sehingga saya ditangkap di Manado ditengah malam dan ditahan. Saya bersyukur, akhirnya dapat memaafkan semuanya ,Bahkan  orang yang sudah merencanakan menghabisi kami sekeluarga,dengan jalan melonggarkan baut roda kendaraan saya.

Ternyata Minta Maaf Itu Jauh Lebih Sulit

Saya sering di invite untuk bergabung dengan berbagai grup WA.Dan dengan serta merta saya terima dengan ucapan terima kasih. Di undang untuk bergabung,saya maknai sebagai sebuah apresiasi.

Namun baru sebulan bergabung,saya dengan  berat hati, "off " dari grup. Karena Grup yang tadinya merupakan ruang temu kangen ,sesama teman atau kerabat,dalam waktu cepat berubah menjadi grup gado gado.Dari berita politik,hoaks dan berita berita tidak jelas,tumpah ruah disana.Bahkan postingan yang menyirat :"ujar kebencian",pun di tayangkan dan menjadi konsumsi orang banyak. Herannya ketika diingatkan, bukannya minta maaf dengan tulus,malah minta maaf ,dengan setengah hati.

Saya kutip disini:" Saya tidak bermaksud menyepelekan siapapun,tapi kalau ada yang merasa tersinggung,ya saya mohon maaf..Walaupun sesungguhnya saya tidak merasa berbuat kesalahan apapun"

"Maaf teman teman, saya salah pencet.Maklum sudah tua, sehingga tulisan yang seharusnya saya share kan ke blog lain,ternyata nyasar kesini. Tapi ngomong ngomong,apakah anda anda,tidak

pernah salah pencet seperti saya?!"
"Teman teman,kalau ada yang menganggap saya salah,ya saya minta maaf. Saya manusia biasa yang tidak luput dari salah. Mohon dimaklumi"

Dari contoh teks "permohonan maaf" diatas,sangat kentara bahwa permohonan maaf yang diucapkan atau dituliskan hanyalah sebatas basa basi.Bukan permohonan maaf yang tulus.Karena kalau orang dengan tulus minta maaf,tentu tidak perlu mencantumkan:"mohon dimaklumi"

Misalnya : "Dengan sepenuh hati,saya mohon maaf kepada teman teman,Karena tidak dapat membalas kunjungannya. " Titik. Karena permintaan maaf yang diembeli dengan :"harap maklum" saya manusia biasa yang bisa saja salah",menunjukkan permintaan maaf separuh hati.

Memaafkan dan minta maaf dengan setulus hati,menghadirkan kedamaian dan ketenangan dalam batin kita. Kalau memang kita merasa bersalah,sudah sewajarnyalah kita minta maaf dengan jujur. Tulisan ini bukan kotbah dan juga bukan dalam konteks menggurui siapapun,Melainkan semata mata,ungkapan rasa keprihatinan yang mendalam,bahwa ternyata untuk minta maaf dengan jujur,ternyata merupakan sesuatu yang langka di era mileneal ini.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun