Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyikapi Perbedaan Makna Dalam Kata

18 Oktober 2017   16:51 Diperbarui: 18 Oktober 2017   21:32 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi/toko ini lokasinya di daerah Joondalup -Western Australia

Setiap Orang Perlu Belajar Ilmu Kehidupan

Lulus dengan nilai cumlaude di universitas beken manapun didunia,tidaklah secara serta merta membuat orang memahami ilmu kehidupan. Karena itu sesungguhnya setiap orang perlu belajar,untuk menata diri dalam hidup berinteraksi dalam bermasyarakat.

Sudah banyak tulisan yang membahas tentang kemungkinan terjadinya misunderstanding, lantaran beda dalam mengartikan kata kata.

Padahal bisa jadi kata kata yang disampaikan adalah hal biasa ditempat lainnya,Tapi ketika diucapkan dalam forum yang berbeda,berpotensi menimbulkan kemarahan dan merasa dilecehkan oleh orang yang mendengarnya.

Seperti yang sudah pernah dipostingkan, kalimat : "ibunya tukang cilok" kalau didaerah Jawa Barat adalah hal yang sangat biasa, karena orang memahami, bahwa "tukang cilok" adalah orang yang berjualan sejenis makanan khas Jawa Barat. 

Tapi kalaulah hal ini diucapkan di Kampung Halaman saya, maka 100 persen,orang akan heran dan mungkin berpikir, bahwa orang yang mengatakan :"ibu saya tukang cilok" adalah anak duharka. Karena kata : "cilok" di Sumatera Barat artinya cuma satu,yakni : "maling ". Karena sudah tahu bahwa kata kata tersebut bagi telinga orang Sumatera Barat adalah kata kata yang mengandung makna negatif, maka kita jangan pernah mengucapkannya.

Apalagi sampai mengatakan : "ibu kamu tukang cilok", dijamin akan berekor panjang yakni yang satu masuk kerumah sakit dan yang lainnya masuk tahanan Polisi.

Hal ini baru menyentuh satu patah kata saja namun dapat menciptakan permasalahan serius.Dan bisa saja terjadi sebaliknya, seperti kata : "galak' dalam pengertian di kampung saja, artinya adalah : "ketawa"  (galak) namun didaerah lain, "galak" berarti : "pemberang".

"Kata Kata Jorok" Terpampang dengan Huruf Besar

Minggu lalu, kami mengajak seorang teman dari Indonesia yang baru pertama kalinya berkunjung keluar negeri. Karena dikirimi tiket oleh putranya yang bekerja disini. Sambil menunggu putranya pulang kantor,kami ajak berkeliling  di seputar Joondalup. 

Sambil window shopping di Lake Side  Mall yang merupakan Supermarket terbesar dan terlengkap di Australia Barat. Usai santap siang,maka kami kembali naik kemobil Saya mengemudikan dan istri saya duduk disamping.

Sementara Pak Sugiono dan istri duduk dibangku belakang kami. Sambil berjalan, kami mengobrol, tentang topik apa saja,selain dari politik. Tiba tiba bu Sugiono berteriak : "Astagafirullah... ada Baby Bunting, koq di iklankan? " sambil jari tangannya menunjuk kearah sebuah toko besar disisi jalan.

Saya jelaskan kepada pak Sugiono dan istrinya ,bahwa  yang dimaksudkan adalah toko kelengkapan alat alat kebutuhan bayi.Dari mulai popok bayi, buaian, tempat tidur, hingga bantal,yang semuanya khusus untuk keperluan bayi.

Jadi sama sekali tidak ada hubungannya dengan kata (maaf) "bunting" dalam bahasa Indonesia yang artinya hamil dan biasanya ditujukan untuk hewan. "Aduh, jadi malu nih pak bu. Maklum orang kampung baru sekali keluar negeri." kata bu Sugiono

Tapi saya jawab,bahwa hal tersebut bisa terjadi pada siapapun,bahkan ada yang sudah tinggal lama di Australia, masih saja kaget membaca nama merk toko tersebut. Nah,ini hanya sekedar beberapa contoh saja, yang menunjukkan bahwa penggunaan kata ataupun kalimat tidak tepat sasarannya,berpotensi menciptakan hal hal yang tidak diinginkan.

Pesan Moral Yang Tersirat

Kata kata yang dalam komunitas kita,bisa jadi adalah sangat biasa dan tidak mengadung makna lainnya.Tapi bisa jadi dalam komunitas lainnya, artinya adalah sangat jorok, bahkan merupakan sebuah kata makian. Kalau kita sudah mengetahuinya,maka selanjutnya semakin mawas diri,dalam berbicara.

Jalan terbaik, untuk menghindari timbulnya reaksi kemarahan dan rasa sakit hati pada orang lain, maka alangkah bijaknya bilamana kita menggunakan bahasa secara arif dan bijaksana.

Jangan lupa pribahasa lama mengatakan: "Orang jatuh tersandung, bukan lantaran batu besar, tapi oleh kerikil kecil yang tampak sepele" dan yang bisa tumbang, bukan hanya anak kecil atau orang tua,melainkan siapa saja.

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun