Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Untuk Mematuhi Aturan, Mengubah Satu Kata, Harus Tempuh Jalan Berliku

10 April 2017   20:37 Diperbarui: 10 April 2017   20:59 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Kami mencoba menghubungi beberapa nomor Notaris di Jakarta,namun  staf notaris,ternyata tidak semuanya mengerti tentang perubahan dan kebijakan baru dari Menkumham.Akhirnya,kami  memutuskan  ke Notaris di Yogya ,dimana akta pertama di buat.Ternyata dapat kabar,bahwa Notaris bersangkutan sedang tersangkut masalah hukum. 

Syukur ada Notaris lain,yang memahami dan mengikuti perkembangan terkini tentang kebijakan dan aturan baru dibidang hukum. Dan membuat aktaperubahan,tentu tidak gratis,belum lagi biaya tranportasi hilir mudik Jakarta Jogya.

Diharapkan ,Pemerintah, untuk kedepannya,sebelum mengambil kebijakan kebijakan baru,mungkin perlu memikirkan juga,bahwa dalam penerapannya, masyarakat yang terkena imbas dari kebijakan ini,harus menempuh  jalan berliku liku,dengan mengeluarkan biaya jutaan rupiah,hanya untuk mengganti kata :”asosiasi “ menjadi “Perkumpulan”. Padahal kata” asosiasi” ada dalam kamus besar bahasa Indonesia. Jadi bukan bahasa asing seperti “bus way” atau kata “stop” ,maupun kata “separator” yang secara resmi dipajang oleh pemerintah.

Rasanya terdapat ketimpangan,disatu sisi  terdapat kata kata yangdisosialisasikan kepada masyarakat luas,sementara dalam surat surat resmi,seperti kata:” asosiasi” tidak lagi boleh digunakan.Konsekuensi logisnya,seluruh kop surat,papan nama,yang sudah terlanjur dicetak dan dibuat,harus diganti dengan yang menggunakankata :” Perkumpulan” .Mengganti berarti akan ada pengeluaran dana  yang tidak sedikit

Apakah Kata “Asosiasi” Berpotensi Terjadinya Penyimpangan Hukum?

Tidak ada penjelasan tentang hal ini, Begitu pula,apakah dengan mengubah istilah:” asosiasi” menjadi “Perkumpulan”,akan mempermudah semuanya atau akan memiliki nilai tambah dalam pelayanaan masyarakat?Juga tidak ada keterangan tentang hal tersebut ,Pokoknya ,istilah“asosiasi” harus dan mutlak diubah jadi “ Perkumpulan”

Sebagai warganegara Indonesia yang baik dan tidak paham hukum,tentu hanyadapat mematuhi ,tanpa tahu apa sebabnya..Bersyukur. KementerianKesehatan RI ,menyambut perubahan ini ,tanpa mempertanyakan apa apa .Dan menyatakan ,bahwa sejak kini kedepan,akan mensosialisasikan,bahwa satu satunya organisasi yang di berikan mandat oleh KementerianKesehatan RI ,untuk memberikan rekomendasi bagi Praktisi Therapy Bioenergy ,untuk mendapatkan STPT dari Dinkes. Hal ini disampaikan oleh doktet Agus dan dolter Gabe di ruang kerjanya dilantai 5 -Gedung Kementerian Kesehatan RI di jalan HR Rasuna Said,- Jakarta

Mudah Mudahan pengalaman yang dituangkan disini,ditanggapi dengan positif,demi untuk singkronisasinya aturan dan kebijakan sesama instans  pemerintahan,demi masa depan Indonesia yang lebih baik dan semakin memaksimalkan layanan kepada masyarakat .

Tjiptadinata Effendi

(artikelini ditulis,dalam kapasitas saya sebagai Ketua Asosiasi Reiki SeluruhIndonesia,yang kini sudah menjadi “Perkumpulan Reiki Indonesia”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun