Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menolong Orang di Saat Kita Sendiri dalam Kesulitan

1 April 2017   20:23 Diperbarui: 4 April 2017   18:24 20615
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Memberikan uang recehan yang ada dikantong kita, tentu saja sama sekali tidak menjadi masalah bagi kita. Yang dimaksudkan dengan "uang recehan " ini ,tentu berbeda nilainya,tergantung pada masing masing pribadi. Lembaran uang kertas 5 ribuan rupiah atau 10 ribuan rupiah,mungkin saja bagi kita adalah uang recehan,tapi bagi orang yang gaji perbulannya cuma ratusan ribu,tentu saja uang itu memiliki nilai yang cukup tinggi. Sebaliknya uang yang bagi kita dianggap besar,tapi bagi orang lain ,dianggap recehan.

Kembali ke Topik

Dengan mengabaikan penilaian tentang uang recehan, secara umum dapat dikatakan,bahwa dalam kondisi yang normal atau suasana hati lagi senang senangnya,maka menerapkan hidup berbagi,adalah merupakan pekerjaan yang menyenangkan.Beli nasi bungkus dan b agikan kepada orang orang yang hidup dikolong jembatan.Senang menengok mereka menerima dengan mata yang berbinar binar dan mendengarkan mereka mengucap syukur.

Tapi ada kalanya, justru disaat kita sendiri dalam kondisi yang tidak mood untuk berbagi,ada yang datang dan membutuhkan pertolongan kita. Disinilah mental kita diuji dan ujiannya cukup berat dirasakan.

Tidak jarang,rasa egoisme muncul dan berpikir:" Saya saja dalam kesulitan dan tidak ada orang yang mau menolong. Mengapa pula saya harus menolong orang lain,disaat saya sendiri dalam kesulitan?" Ini bukan saat yang tepat ,bagi saya untuk membantu orang lain. Kita lupa,bahwa kesulitan itu datang,kepada siapa saja,tanpa minta izin terlebih dulu dan tidak peduli kita sedang mood atau tidak. Kesulitan bisa datang kapan saja ,dimana saja dan kepada siapa saja Sepertikata pribahasa :"Don;t wait for the perfect moment, take the moment  and make it  perfect"

Mental Kita Diuji

Pada saat saat seperti inilah mental kita diuji. Apakah mampu mengalahkan diri kita sendiri. ? Tidak mudah memang,karena sebagai manusia,ada kecendrungan untuk lebih mementingkan dan mendahulukan kepentingan pribadi.

Mengaplikasikan hidup berbagi dalam situasi dan kondisi diri sendiri sedang dalam masalah,sungguh sungguh dituntut keikhlasan diri yang mendalam. Uniknya, dalam hal ini,bukan kami yang mengajarkan anak anak,bagaimana seharusnya bersikap,bilamana ada orang yang minta pertolongan,justru disaat kita sedang susah. Justru pada waktu itu ,putra kami yang belum cukup berusia 6 tahun,yang justru memberikan contoh nyata bagi kami.

Serasa tidak masuk akal dan bagaikan kisah dongeng, ketika suatu waktu ada yang datang dan mengedor gubuk kami dan minta pinjam uang untuk membeli obat anaknya,yang terkulai dalam gendongannya,putra kami,tanpa diminta dan disuruh, mengambil inisiatif,memecahkan celengan yang terbuat dari tanah liat. Mengumpulkan semua recehan yang ada dan memberikannya,sambil berkata :"papa mama,kita kasihkan ke ibu ini,untuk beli obat anaknya yaa"

Ibu yang datangmembawa anaknya, menangis saking terharunya.Dan kami juga menangis,menyaksikan betapa putra kami yang dalam kondisi tidak sehat,dengan ikhlas mau memecahkan tabungan yang dikumpulkan selama bertahun tahun,demi untuk membantu orang lain.

Kisah Lama,Tapi Jadi Alaram Bagi Kami

Kisah tersebut sudah lama berlalu.Saya tidak ingat lagi,apakah sudah pernah menceritakannya atau belum. Tapi kejadian ini menjadi alaram bagi kami sepanjang hayat.Setiap kali ada rasa enggan membantu orang,maka kami ingat,bahwa putra kami saja diusia balita sudah mampu menerapkan hidup berbagi.sementara kondisinya sendiri sedang sakit dan menderita.

Dan anak yang sakit itu,hari ini mengirimkan pesan kepada saya,bahwa ingin menemui kami dan khusus akan terbang dari Pekanbaru ke Jakarta,untuk menyatakan rasa terima kasihnya. Dalam pesannya via WA, "anak" tersebut ,memperkenalkan diri :"Bapak dan ibu,nama saya Syarifuddin. Menurut ibunda saya,putra bapak yang dulu telah memberikan uang tabungannya untuk membeli obat bagi saya. Kini usia saya sudah 49 tahun.Berkat doa Bapak dan Ibu ,saya sudah menjadi pengusaha di Pekanbaru.Salam takzim dari ananda.Syarifuddin"

Tulisan ini ,sama sekali tidak bermakud menyanjung diri sendiri,melainkan sekedar berkisah,bahwa adalah sebuah kebahagiaan tak terhingga bagi kita,bilamana bantuan yang kita berikan,dapat menjadi jalan keselamatan bagi orang.Kita tidak mungkin membantu orang,hanya disaat saat kita lagi mood,tapi menjadikan setiap waktu untuk siap membantu orang,sesuai dengan kemampuan yang ada pada diri kita. 

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun