Memberikan uang recehan yang ada dikantong kita, tentu saja sama sekali tidak menjadi masalah bagi kita. Yang dimaksudkan dengan "uang recehan " ini ,tentu berbeda nilainya,tergantung pada masing masing pribadi. Lembaran uang kertas 5 ribuan rupiah atau 10 ribuan rupiah,mungkin saja bagi kita adalah uang recehan,tapi bagi orang yang gaji perbulannya cuma ratusan ribu,tentu saja uang itu memiliki nilai yang cukup tinggi. Sebaliknya uang yang bagi kita dianggap besar,tapi bagi orang lain ,dianggap recehan.
Kembali ke Topik
Dengan mengabaikan penilaian tentang uang recehan, secara umum dapat dikatakan,bahwa dalam kondisi yang normal atau suasana hati lagi senang senangnya,maka menerapkan hidup berbagi,adalah merupakan pekerjaan yang menyenangkan.Beli nasi bungkus dan b agikan kepada orang orang yang hidup dikolong jembatan.Senang menengok mereka menerima dengan mata yang berbinar binar dan mendengarkan mereka mengucap syukur.
Tapi ada kalanya, justru disaat kita sendiri dalam kondisi yang tidak mood untuk berbagi,ada yang datang dan membutuhkan pertolongan kita. Disinilah mental kita diuji dan ujiannya cukup berat dirasakan.
Tidak jarang,rasa egoisme muncul dan berpikir:" Saya saja dalam kesulitan dan tidak ada orang yang mau menolong. Mengapa pula saya harus menolong orang lain,disaat saya sendiri dalam kesulitan?" Ini bukan saat yang tepat ,bagi saya untuk membantu orang lain. Kita lupa,bahwa kesulitan itu datang,kepada siapa saja,tanpa minta izin terlebih dulu dan tidak peduli kita sedang mood atau tidak. Kesulitan bisa datang kapan saja ,dimana saja dan kepada siapa saja Sepertikata pribahasa :"Don;t wait for the perfect moment, take the moment  and make it  perfect"
Mental Kita Diuji
Pada saat saat seperti inilah mental kita diuji. Apakah mampu mengalahkan diri kita sendiri. ? Tidak mudah memang,karena sebagai manusia,ada kecendrungan untuk lebih mementingkan dan mendahulukan kepentingan pribadi.
Mengaplikasikan hidup berbagi dalam situasi dan kondisi diri sendiri sedang dalam masalah,sungguh sungguh dituntut keikhlasan diri yang mendalam. Uniknya, dalam hal ini,bukan kami yang mengajarkan anak anak,bagaimana seharusnya bersikap,bilamana ada orang yang minta pertolongan,justru disaat kita sedang susah. Justru pada waktu itu ,putra kami yang belum cukup berusia 6 tahun,yang justru memberikan contoh nyata bagi kami.
Serasa tidak masuk akal dan bagaikan kisah dongeng, ketika suatu waktu ada yang datang dan mengedor gubuk kami dan minta pinjam uang untuk membeli obat anaknya,yang terkulai dalam gendongannya,putra kami,tanpa diminta dan disuruh, mengambil inisiatif,memecahkan celengan yang terbuat dari tanah liat. Mengumpulkan semua recehan yang ada dan memberikannya,sambil berkata :"papa mama,kita kasihkan ke ibu ini,untuk beli obat anaknya yaa"
Ibu yang datangmembawa anaknya, menangis saking terharunya.Dan kami juga menangis,menyaksikan betapa putra kami yang dalam kondisi tidak sehat,dengan ikhlas mau memecahkan tabungan yang dikumpulkan selama bertahun tahun,demi untuk membantu orang lain.
Kisah Lama,Tapi Jadi Alaram Bagi Kami