Nasihat Om saya yang pada awalnya saya rasakan sebagai penghinaan ternyata mampu membuka cakrawala berpikir saya. Saya jadi ingat, ketika sakit terkadang kita perlu disuntik. Dan suntikan pasti menyakitkan, tapi bisa menyembuhkan! Tidak jarang dalam kondisi hidup melarat kita menjadi sangat sensitif. Maksud baik orang lain boleh jadi dirasakan sebagai penghinaan.
Karena itu perlu membuka hati untuk memetik hikmah dari setiap kejadian dalam hidup termasuk yang tampaknya sepele dan menyakitkan hati. Suntikan dari Om saya yang pada awalnya terasa sangat menusuk bukan hanya telinga, tapi juga hati saya,ternyata kelak menjadi obat bagi diri. Untuk selalu ingat, agar jangan sampai hidup berakhir sebagai seekor ayam.
Hikmah yang Dapat Saya Petik
Hikmah yang dapat saya petik dari suntikan Om saya adalah hindari terlena rutinitas hidup dan jangan pernah berpikir,esok rejeki akan datang lagi. Selain itu ubah cara berpikir dan cara hidup serta berhemat dan menabung sejak muda, hingga kelak ketika tidak mungkin bekerja lagi tetap dapat menikmati hidup layak karena sudah menabung sejak sedini mungkin. Memang yang terpenting adalah hari ini, tapi kita wajib mempersiapkan untuk hidup di hari esok. Siapa tahu kita dikaruniai usia panjang, sementara kita tidak memiliki apapun untuk menutupi keperluan hidup. Kalau sudah begini, apa lagi yang dapat dilakukan? Oleh karena itu, jangan sampai kita terbuai oleh runtinitas hidup. Perlu sadar diri sedini mungkin, sebelum semuanya terlambat
Mengawali Pagi dengan Bersyukur
Saya selalu membiasakan diri setiap subuh saat bangun tidur, membuka mata dan menggerakkan anggota tubuh, maka kata yang pertama saya ucapkan dari pikiran, hati dan mulut saya adalah ”Terima kasih Tuhan. Saya masih hidup dan sehat!” Sebagai orang yang bukan bertipe agamis, begitulah cara saya menyampaikan rasa syukur.
Ternyata dengan mengawali hari dengan bersyukur akan mempermudah hidup dan membukakan pintu rejeki. Kami bersyukur, walaupun jauh dari sebutan "kaya" tapi kami berdua dapat menikmati hidup layak di negeri orang. Ditambah lagi dengan anak mantu dan cucu-cucu kami yang selalu memberikan perhatian dan cinta kasih kepada kami. Mau apa lagi kalau bukannya bersyukur? diusia menapaki angka 74, kami berdua setiap hari bisa jalan jalan ke pantai sambil menikmati secangkir kopi hangat sungguh merupakan sebuah kebahagiaan tersendiri.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H