Menulis, bukanlah kegiatan tanpa resiko. Kita sudah menyaksikan sendiri betapa sebuah tulisan bisa jadi sangat bermanfaat, menyelamatkan orang dari bahaya, serta menjadi inspirasi dan motivasi bagi diri sendiri dan orang banyak. Tetapi disisi lain, kita juga sudah menyaksikan betapa sebuah tulisan dapat mengiring orang ke kantor polisi, pengadilan dan kemungkinan dipenjarakan.
Hal ini merupakan efek yang bersifat eksternal yang diwaspadai oleh semua Penulis. Akan tetapi ada hal yang tidak kurang pentingnya adalah efeknya terhadap keluarga besar dan lingkungan kita yang tidak dapat dianggap sepele.
Bagaimana Reaksi Keluarga?
Mungkin tidak banyak Penulis yang terpikirkan tentang hal ini. Bisa jadi karena dianggap reaksi keluarga terhadap tulisannya dianggap tidak akan berpengaruh apapun atau bisa jadi saking sibuknya dalam berbagai kegiatan rutinitas hidup hal ini menjadi terlupakan.
Menulis secara rutin di blog yang dapat dibaca oleh orang banyak sesungguhnya adalah ibarat orang yang sedang melukis wajahnya sendiri di atas kanvas yang tak terlihat. Mungkin saja, bagi kita lukisan wajah kita sudah baik dan bagus, tapi bisa jadi anak dan istri serta anggota keluarga yang lainnya dapat memberikan masukan yang berharga. Sehingga lukisan wajah kita melalui esensial tulisan kita dapat menciptakan rasa bangga pada anak istri dan anggota keluarga kita atau setidaknya, jangan sampai tulisan kita menjadi penyebab anak istri, cucu atau anggota keluarga kita menjadi sasaran bulying para tetangga dan teman-teman mereka.
Menuliskan hal-hal yang mengarah kearah yang tidak senonoh jelas akan merupakan sebuah tamparan bagi istri dan anak anak cucu kita. Apalagi bila ada anak kita yang wanita. Bayangkan bila temannya menyodorkan copian tulisan kita dan bertanya "Artikel ini ayah kamu Penulisnya ya?" atau bisa jadi tulisan kita yang kurang sedap menjadi bahan gunjingan bagi istri kita di pertemuan PKK.
Maka apalah artinya, tulisan kita dibaca ribuan atau bahkan puluhan ribu orang, tetapi bila tulisan tersebut mencoret wajah kita ,didalam hati keluarga kita. Jangan berpikir bila kita menuliskan kebohongan orang tidak akan peduli.
Pengalaman Pribadi
Saya menulis di Australia, tapi ketika kami pulang kampung hampir semua sahabat dan kerabat kami, setidaknya pernah membaca tulisan tulisan saya yang mereka cocokkan dengan kejadian yang sesungguhnya.
Karena itu, walaupun setiap orang bebas untuk menulis apa saja selama tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Namun ada hal yang perlu di perhatikan, yakni jangan pernah menuliskan kebohongan dalam bentuk apapun.
Karena bila kita menuliskan sebuah kebohongan saja, maka akibatnya akan merembet rembet kepada anak istri dan kerabat kita.
Napak Tilas Sepotong Jalan Hidup
Tahun lalu ketika pulang kampung, saya dan istri menyempatkan diri melakukan napak tilas ke sepotong jalan hidup yang pernah kami lalui, yakni di pasar kumuh Tanah Kongsi. Sama sekali tidak menyangka, bahwa tetangga kami tempo dulu walaupun sudah 40 tahun berlalu masih ingat pada kami karena membaca beberapa tulisan saya tentang kehidupan masa lalu kami disana. Bersyukur sekali tidak ada sepotong kebohonganpun yang tertuang dalam semua artikel tersebut, sehingga kami dapat saling bercerita dan berbagi pengalaman hidup tanpa ada rasa risih.
Tidak terbayangkan, bilamana ada kebohongan yang saya tulis, maka kami berdua akan sangat malu berhadapan dengan para tetangga kami semasa hidup disana.
Efek Positif dan Efek Negatif
Bilamana kita menulis dengan sejujurnya dan apa adanya, maka setiap saat kita ,tanpa merasa terbeban dapat menuliskan berbagai artikel. Tetapi bila ada kebohogan yang kita sisipkan dalam tulisan kita,hanya untuk mendapatkan jumlah pembaca yang banyak, maka sejak saat itu kita sudah menulis dengan rasa beban. Hal ini disamping merugikan diri sendiri juga secara tanpa sadar, semakin lama kita akan semakin dalam tergelincir dalam menulis apa saja,tanpa memikirkan apa buah-buah yang dihasilkan akibat tulisan kita yang serampangan.
Menulis, seharusnya merupakan terapi jiwa dan ladang untuk mengaplikasikan hidup berbagi, tapi bila kebablasan menulis dapat menciptakan jurang pemisah di dalam keluarga sendiri,
Menulis Hingga Lupa Anak Istri
Mungkin curhatan dari seorang putri dari salah seorang penulis yang saya kutip disini dapat memberikan sepotong gambaran, bahwa bilamana menjalani hidup secara tidak seimbang termasuk menulis, maka bukan manfaat yang dapat dipetik malahan menciptakan petaka dalam rumah tangga.
Kutipan:
"Saya sering baca tulisan Opa. Saya juga senang papa saya menulis disini. Tapi belakangan ini, begitu terobsesinya papa menulis, sehingga sikap papa terhadap mama dan saya berubah total. Dulu papa adalah orang yang sangat lemah lembut dan penuh perhatian. Setiap pagi, secara bergantian mengantarkan saya dan mama. Saya ke kampus dan mama ke pasar. Kami gantian dibonceng papa dengan sepeda motor sebelum papa sendiri ke kantor.
Tapi sejak belakangan sikap papa berubah. Saya dan mama disuruh naik ojek saja. Padahal dulu papa sangat tidak setuju kalau saya dan mama naik ojek. Kata papa ”tukang ojek tidak semuanya baik, biar papa yang ngantarkan kamu dan mama”.
Namun kini, pesan yang sangat perhatian itu tidak ada lagi. Malah ketika pagi hari ketika saya pamit untuk ke kampus papa hanya menjawab ” Yaa ya…hati hati” tanpa sama sekali menengok ke arah saya. Belakangan ini mama sering mengurung diri karena sedih. Pagi papa sibuk menulis, malamnya begitu pulang kantor, papa buru-buru masuk kamar dan tidak boleh diganggu.
Kini, bagi papa saya menulis adalah segala galanya, Kami sudah menjadi urutan yang tidak lagi penting di dalam keluarga
Semoga tulisan ini ada manfaatnya. Saling mengingatkan antara sesama Penulis juga merupakan bagian dari hidup berbagi
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H