Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menjaga Agar Suara Hati Kita Tetap Berfungsi

9 Februari 2017   21:45 Diperbarui: 9 Februari 2017   21:56 1995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap orang, apapun sukunya,apapun bangsanya, beragama ataupun tidak, pasti memiliki suara hati sebagai karunia Tuhan. Yang sangat bermanfaat, menjadi pemandu ketika kita menapaki kehidupan di dunia ini.

Suara hati tidak dapat berbohong dan tidak dapat dibohongi. Ia akan menegur kita bila melakukan sesuatu yang salah. Walaupun tak seorangpun mengetahuinya. Misalnya mengambil suatu barang yang bukan milik kita. Mungkin saja tidak seorang pun menengoknya  dan tidak mungkin ada yang bakalan tahu tentang perbuatan kita. Tapi suara hati yang terdalam akan menegur dan menghukum kita. Bukan dihukum dalam penjara,melainkan membuat kita gelisah . Tidak enak makan dan tidur gelisah ,hingga kita mengembalikan barang yang di curi.

Atau ketika kita melakukan kecurangan yang merugikan orang lain.Mungkin saja pikiran kita ,mencari cari alasan untuk membenarkan tindakan kita.Tapi suara hati akan menegur kita.Bahwa prilaku kita adalah tindakan tidak baik dan salah.

Ini hanya sekedar contoh.karena sesungguhnya ada begitu banyak contoh contoh hidup yang dapat dijadikan pedoman,bahwa kita perlu menjaga,agar suara hati kita tetap hidup .Karena berfungsi ,sebagai alaram yang menyadarkan diri kita,untuk jangan lagi melakukan kesalahan.

Orang Yang Sering Berbohong

Orang yang dalam hidupnya sudah teramat sering berbohong, sehingga akhirnya ia sendiri percaya akan kebohongan yang diciptakannya.Lantaran suara hatinya ,sudah dibungkam oleh prilakunya yang tidak baik dan berlangsung dengan disengaja.

Begitu piawainya orang berbohong,sehingga peralatan Lie detector atau pendeteksi kebohongan ,tidak mampu mendeteksi kebohongannya. Karena kebohongan sudah mendarah daging dan menyatu dalam dirinya.

Orang seperti ini,dikatakan bahwa suara hati atau hati nuraninya sudah mati.Walaupun sesungguhnya,suara hati atau hati nurani itu tidak mungkin bisa mati,karena bukan benda phisik,melainkan merupakan bagian dari roh kehidupan kita sendiri.Hanya saja tidak lagi berfungsi,menjadi pengingat dan menegur kita,karena sudah dibungkam dengan kebohongan kebohongan yang berkepanjangan

Perlu Introspeksi Diri

Pikiran kita adalah identik dengan egoime .Karena dalam hal apapun,selalu mencari alasan untuk membenarkan tingkah laku kita. Karena itu perlu menyisihkan waktu bagi diri untuk melakukan introspeksi diri.

Introspeksi diri atau menginterogasi diri kita sendiri.Tentang apa yang sudah dilakukan, padahal seharusnya tidak dilakukan. Selain itu,apa yang seharusnya dilakukan,namun kita abaikan ,karena lebih mementingkan apa yang disukai,ketimbang apa yang harus dikerjakan.

Pengalaman Pribadi

Seperti yang pernah saya tuliskan, beberapa bulan lalu,saya dapat pesan di email ,yang cukup panjang lebar. Intinya adalah sebuah pengakuan, bahwa Pak Udin (bukan nama sebenarnya), dulu sempat melonggarkan baut roda kendaraan pribadi saya,yang lagi diservice di bengkel yang kebetulan bertetangga dengan Pak Udin. Dengan pemikiran,bila kendaraan masuk ke jurang atau menabrak sesuatu dan saya meninggal,maka utangnya yang cukup banyak kepada saya,tidak perlu dilunaskan  lagi. Syukurlah Tuhan masih mengizikan saya selamat.

Belasan tahun lamanya, pak Udin di hukum oleh suara hatinya,walaupun saya sama sekali tidak tahu dan tidak menyangka,bahwa orang yang sudah saya bantu dengan meminjamkan uang tanpa bunga dan tanpa imbalan apapun,akan tega melakukan hal tersebut .Tapi suara hati sudah menghukum pak Udin,sehingga hidupnya menjadi tidak tenang dan selalu sakit sakitan .Merasa ajalnya sudah dekat,pak Udin minta kepada putrinya,untuk menulis surat via email kepada saya,untuk meminta maaf.Karena ayahnya terbaring sakit dan sepanjang hari terus mengigau ngigau tentang kesalahan yang telah dilakukannya.

Dan setelah saya menjawab,bahwa segala sesuatu sudah dimaafkan , seminggu kemudian,saya dapat email lagi,bahwa pak Udin ,sudah meninggal dengan tenang

Semoga contoh ini,dapat dipahami, bahwa menjaga suara hati agar tetap berfungsi,merupakan sebuah keharusan bagi kita.Mengingatkan kita, untuk selalu jujur pada diri sendiri ,pada keluarga dan orang lain, Menuntut kita, agar jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan milik kita .jangan pernah berniat untuk mencelakakan orang lain,apapun alasannya .Agar kita dapat menikmati hidup dengan tenang dan damai,tanpa dikejar kejar rasa bersalah..

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun