Pengalaman Pribadi
Seperti yang pernah saya tuliskan, beberapa bulan lalu,saya dapat pesan di email ,yang cukup panjang lebar. Intinya adalah sebuah pengakuan, bahwa Pak Udin (bukan nama sebenarnya), dulu sempat melonggarkan baut roda kendaraan pribadi saya,yang lagi diservice di bengkel yang kebetulan bertetangga dengan Pak Udin. Dengan pemikiran,bila kendaraan masuk ke jurang atau menabrak sesuatu dan saya meninggal,maka utangnya yang cukup banyak kepada saya,tidak perlu dilunaskan  lagi. Syukurlah Tuhan masih mengizikan saya selamat.
Belasan tahun lamanya, pak Udin di hukum oleh suara hatinya,walaupun saya sama sekali tidak tahu dan tidak menyangka,bahwa orang yang sudah saya bantu dengan meminjamkan uang tanpa bunga dan tanpa imbalan apapun,akan tega melakukan hal tersebut .Tapi suara hati sudah menghukum pak Udin,sehingga hidupnya menjadi tidak tenang dan selalu sakit sakitan .Merasa ajalnya sudah dekat,pak Udin minta kepada putrinya,untuk menulis surat via email kepada saya,untuk meminta maaf.Karena ayahnya terbaring sakit dan sepanjang hari terus mengigau ngigau tentang kesalahan yang telah dilakukannya.
Dan setelah saya menjawab,bahwa segala sesuatu sudah dimaafkan , seminggu kemudian,saya dapat email lagi,bahwa pak Udin ,sudah meninggal dengan tenang
Semoga contoh ini,dapat dipahami, bahwa menjaga suara hati agar tetap berfungsi,merupakan sebuah keharusan bagi kita.Mengingatkan kita, untuk selalu jujur pada diri sendiri ,pada keluarga dan orang lain, Menuntut kita, agar jangan pernah mengambil sesuatu yang bukan milik kita .jangan pernah berniat untuk mencelakakan orang lain,apapun alasannya .Agar kita dapat menikmati hidup dengan tenang dan damai,tanpa dikejar kejar rasa bersalah..
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H