Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Boro-boro Jadi Shalih, Jadi Orang Baik Saja Susah Banget

6 Februari 2017   09:52 Diperbarui: 6 Februari 2017   10:18 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : www.depositphotos.com

Boro Boro Mau Jadi Orang Sholeh,Mau Jadi Orang Baik Saja Susah Banget

Sebagai orang tua,yang biasanya agak nyinyir,maka saya juga tidak luput terdistorsi oleh  kenyinyiran ini, yakni sering mengulangi ulangi apa yang pernah saya tulis,.Tapi tentu saja, saya tidak mau disalahkan, maka saya berpegang pada pribahasa :"lancar kaji,karena diulang ulang". Salah satu kalimat yang  selalu menjadi falsafah hidup saya adalah  mempersiapkan diri, untuk belajar dari setiap kejadian, betapapun kecil dan sepele tampaknya. Karena itu sejak saya melek huruf, tak pernah berhenti belajar, Baik untuk mendapatkan tambahan ilmu pengetahuan, maupun menggali  pelajaran hidup dari berbagai  peristiwa, untuk dipetik manfaatnya. Agar kesalahan yang dilakukan oleh orang lain, jangan sampai saya mengulangi dalam perjalanan hidup

Akan tetapi,walaupun sudah menghabiskan jatah hidup selama hampir 74 tahun dan belajar terus untuk menata diri ternyata untuk mata pelajaran hidup "Menjadi Orang Baik"saya tidak lulus. Makanya impian muluk muluk mau jadi orang suci atau orang sholeh, yang dikepalanya ada lingkaran bercahaya saya buang jauh jauh sekali.

Kisah Sedih di Hari Minggu

Sub judul ini, memang agak berbau curhat curhatan tapi kadarnya cuma sedikit. Seperti biasa,setiap hari ,disamping mewajibkan diri sendiri untuk menulis, saya juga wajib menjawab rata rata sekitar 70- 100 pesan yang disampaikan via WhatsApp, SMS dan via facebook. Terkadang saking ngantuk, tidak tuntas saya jawab. inilah salah satu kelemahan dan kekurangan diri saya. karena lebih banyak waktu untuk menulis, ketimbang membalas pesan masuk.

Salah satu curhat dari putera teman saya,yang katakanlah namanya Alwi, sudah beberapa kali curhat, tentang hidupnya yang lagi dirundung angin ribut dan gelombang. Karena bulan lalu  di PHK dari perusahaan, karena sering datang terlambat.

"Om., saya panik,mana kredit motor belum lunas, kontrakan rumah harus dibayar dan dua anak saya yang masih di SD butuh biaya untuk beli buku dan sebagainya. Gaji istri saya, hanya cukup untuk menjaga agar kami tetap dapat mencukupi kebutuhan pokok. Om ada saran untuk saya?"

Nah, segala macam jurus yang saya ketahui, sudah saya sampaikan, tapi selalu dijawab:" Susah Om, tidak mungkin". Karena saya tidak melayani hanya satu orang saja dan disamping  adalah sesuatu yang mustahil, saya dapat menangggung beban hidup orang lain, maka saya menawarkan,:'Alwi, kalau berkenan,mohon nomer rekeningnya. Saya akan kirimkan ala kadarnya, sebagai tanda perhatian dari saya"

Tapi, malam tadi, saya dapatkan jawaban ,yang membuat saya sangat terperanjat:" Pak Tjip.Maaf ,saya tidak mengemis. Saya cuma curhat, Terima kasih"  Alwi'

Wah..wah wah,,,mengapa sampai Alwi begitu berang? Padahal menurut saya, niat saya baik dan sudah menyampaikan dengan santun. Tak ada udang ataupun kepiting dibalik batu. Karena sesungguhnya,saya berteman dengan Alwi, lantaran ayahnya semasa masih hidup adalah teman baik saya.

Begitu berangnya, sehingga panggilan :"Om" diganti,menjadi:" Pak Tjip".

Terpana dan Introspeksi Diri

Saya sungguh terpana dan hingga jauh malam, pikiran saya menerawang. Ternyata dalam usia yang menapaki ke 74 tahun, saya gagal untuk menjadi orang baik. Saya jadikan introspeksi diri. Malam tadi saya bertanya kepada istri saya:" Sayang,saya ini orang baik atau tidak?" Tentu saja Lina,istri saya kaget. Mungkin kuatir, jangan jangan saya kesurupan,sehingga ngomong melantur kayak gitu?

Saya jelaskan,mengapa saya sedih,tidak dapat sertifikat sebagai orang baik. Kata istri saya:"Sayang, mana ada di dunia ini, orang yang dapat menyenangkan hati semua orang?" Wah, biasanya saya yang sering memberi kothbah kepada orang, tapi malam ini,saya mendapatkan pencerahan dari belahan jiwa saya, yakni istri saya satu satunya, dunia akhirat.

Merasa Diri Orang Baik

Setidaknya selama ini,saya merasa belum pernah nyolong ,maupun menahan hak orang, apalagi sampai korupsi dalam bentuk apapun.. Oya,kelupaan, saya pernah nyolong bambu ,sewaktu usia 9 tahun ,untuk bikin layangan.Hukumannya langsung kontan saya terima, yakni telapak tangan sobek dalam,disayat sembilu. Hingga kini,masih berbekas dan jadi alaram bagi saya pribadi, agar jangan pernah nyolong,maling ataupun bahasa sopannya:"Korupsi"Padahal :'korupsi" atau "maling " itu ya, kerjanya sami mawon,yakni mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Nah,merasa diri kita orang baik,belum tentu bagi orang lain kita juga dinilai baik. Karena penilaian itu bersifat relatif. Kalau kita bermanfaat bagi orang,maka kita dikatakan orang baik. Tapi kalau keberadaan kita di dunia ini,tidak menciptakan atau menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang lain, maka tentu saja,nilai :"orang baik" tidak layak disandang.

Sesungguhnya, sudah seringkali saya alami hal hal semacam ini, Walaupun lagunya berbeda,tapi liriknya sama, yakni :"niat baik kita, belum tentu diterima dengan baik, oleh orang lain." Tapi apakah karena "cita cita" kita mendapatkan sertifikat sebagai "orang baik" tidak tercapai, lantas bersikap tidak peduli lagi terhadap lingkungan atau bersikap apatis? Kalaulah hal ini,yang dilakukan,maka diri kita tak ubahnya sebagai orang munafik. Yang hanya  berbuat baik, lantaran ingin mencari popularitas diri dan di sanjung sanjung, sebagai orang baik.

Kalau Hidup Hanya Sebatas Tidak Merugikan

Kalau hidup kita, hanya sebatas :'tidak merugikan orang lain" tapi tidak ada manfaatnya,gimana tuh? Pohon saja, bermanfaat sewaktu masih hidup, sebagai tempat orang berteduh dikala panas. Dan ketika pohon mati,masih tetap bermanfaat, yakni dijadikan tiang rumah, papan, lemari dan sebagainya. Jadi kendati pohon sudah mati, ia tetap bermanfaat hingga puluhan tahun sesudahnya.

Atau bunga di taman, yang hari ini hidup dan besok mati karena layu atau terinjak injak setidaknya sudah memberikan manfaatnya, yakni membagi keindahannya kepada orang banyak. Jadi kalau hidup kita, hanya sebatas tidak merugikan, tapi tidak bermanfaat, buat apa sih hidup ini?

Pusing memikirkan falsafah hidup dan ditambah,tidak lulus ujian hidup untuk mendapatkan sertifikat :"orang baik",tanpa sadar saya terlelap dalam pelukan istri tercinta..

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun