Kaya Ilmu Dunia dan Ilmu Akhirat,Tapi Miskin Budi- Mengapa Bisa Begitu Ya?
Rata rata yang terjaring dalam OTT ataupun OTK (Operasi Tangkap Kaki),semuanya adalah sosok yang kaya raya. Kaya dengan harta, kaya dengan Ilmu duniawi dan juga kaya dengan ilmu Akhirat. Tapi mengapa ya, koq bisa tersandung dan menjadi sangat miskin budi?
"Say No, to corruption!" ee malah melakukannya. Mengajarkan tentang kebaikan,tentang budi luhur dan mengingatkan orang tentang akhirat,tapi koq mendadak mengalami amnesia? Menjadi lupa ingatan dan melakukan justru hal hal yang selalu diajarkan kepada orang banyak, yakni tentang harkat manusia yang berbudi luhur?Sungguh sangat sulit dipercayai,tapi ternyata hal tersebut adalah fakta aktual yang telah terjadi dan masih terus berlangsung. Tanpa harus menyebutkan nama nama,sudah menjadi rahasia umum,bahwa yang tertangkap basah,maupun tertangkap kering,adalah orang orang yang menyandang gelar berlapis lapis.
Tentu tak elok,bila kita mengeneralir bahwa semua orang berilmu dan terpelajar,berprilaku begitu rendahnya,melainkan sekedar merujuk pada fakta, bahwa ketinggian ilmu,baik ilmu duniawi,maupun ilmu akhirat, tak ada artinya.bila tidak disertai dengan keluhuran budi. Karena bila terlanjur terjebak dalam kondisi ini,maka kepintaran yang sesungguhnya merupakan hal yang patut disyukuri dan di jadikan bekal untuk menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang banyak,ternyata telah ber metamorfosa menjadi kecerdikan.
Pelanduk yang Cerdik
Tokoh : "Pahlawan" dalam kisah "Pelanduk yang Cerdik", sesungguhnya menjadi cikal bakal,terjerumusnya generasi muda, kedalam kecerdikan dalam memanfaatkan kepandaiannya demi untuk kepentingan diri,tanpa menghiraukan duka nestapa yang disisakan bagi orang lain.
Contoh: Pelanduk berhasil menipu petani,ketika terjaring OTT mencuri ketimun, Pelanduk pura pura mati dan ketika dilemparkan disemak semak,ternyata Pelanduk yang cerdik,melarikan diri. Ia berhasil menipu petani yang bodoh. Nah,dalam tokoh ini, secara sadar maupun tidak,kita sudah men tokoh kan si Pelanduk dan menjadikannya Sang Pahlawan, karena mampu menipu manusia,yang berprofesi Petani.
Kisah ini,telah menginspirasi banyak orang pintar ,untuk melakukan transformasi dari kepintaran menjadi : "kecerdikan", Yakni berpura pura jadi orang baik, sehingga di tokohkan oleh masyarakat. Nah, pada waktu itulah dengan kecerdikan seekor pelanduk, ia memainkan peranannya dan menipu begitu banyak orang.
Tukang Copet Dihajar Hingga Muntah Darah
Kisah ini ,sesungguhnya sudah usang, karena semua orang sudah tahu. Bahkan tidak sedikit yang sudah menyaksikan dengan mata kepala sendiri. Termasuk diri saya pribadi. Di Pasar Baru, seorang anak usia paling banyak 15 tahun, tertangkap tangan mencopet dompet seorang wanita. Ia dihajar hingga muntah darah. Memohon mohon agar diampuni, tapi tak ada yang berbelas kasih. Semua orang seakan setuju: "Mampuskan saja tukang copet itu"
Ditangan si anak ,masih menggengam selembar uang Rp.10.000 yang lusuh dan oerlahan lahan terlepas dan kemudian ,tubuh itu terdiam.. Sudah puas? Belum,masih ada yang menginjaknya. Syukur ada TNI yang mencegah dan membawanya kerumah sakit.
Ini hanya sebuah contoh kecil. Tentu bukan berarti kita menaruh simpati dan "merestui" bahwa kalau miskin dan bodoh,boleh mencopet,tapi sebuah gambaran,betapa buasnya masyarakat terhadap pelaku tindak kejahatan yang tidak berdaya. Tapi, kalau pelaku kejahatan berjas dan berdasi,maka banyak orang yang berebutan mau menjadi pembelanya.
Dunia yang Tidak Adil,ataukan Manusianya?
Menengok semuanya ini, paling kita hanya dapat menarik nafas panjang dan berkata: "dunia sungguh  tidak adil" Padahal dunia tidak bersalah apa apa,justru penghuninya yang telah menodai dunia ini,dengan melakukan tindakan yang sangat tidak bermoral dan memalukan,serta menista harkat umat manusia itu sendiri.
Tentu tidak pas,bila kita langsung mengambil kesimpulan: "Kalau begitu ,lebih baik manusia tanpa ilmu, tapi kaya akan budi,daripada kaya ilmu dunia akhirat,tapi miskin budi?" Pertanyaannya memang sangat gampang,tapi menjawabnya,butuh renungan pribadi yang mendalam.Karena orang orang yang selama ini,dianggap tokoh masyarakat,yang dijadikan panutan dan pedoman hidup,tapi ternyata,tidak lulus dalam ujian ilmu kehidupan!
Didik Anak Sejak Dini, Menjadi Manusia Cerdas, jangan Menjadi Manusia yang Cerdik
Apapun harapan kita untuk terjadinya sebuah perubahan dalam masyarakat,selalu harus dimulai dari diri kita dan keluarga kita., Alangkah eloknya, bila sedini mungkin kita didik generasi muda, untuk menuntut ilmu, menjadi manusia yang cerdas. Jangan membiarkan anak anak kita,terjerumus untuk mentransformasikan, kecerdasannnya menjadi sebuah kecerdikan. Yang hanya akan membawa petaka,bukan hanya bagi dirinya,tapi juga petaka bagi orang banyak,dan menistakan harkat manusia,sebagai makluk yang berbudi luhur.
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H