Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Jakarta Bukan Kota Brengsek

28 Januari 2017   13:25 Diperbarui: 29 Januari 2017   08:32 1237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
salah satu sudut kota Jakarta,yang saya jepret dari lantai 27 BL di Kemayoran. Jakarta itu indah,jangan pakai kaca mata hitam memandangnya/tjiptadinata effendi

Jakarta Bukan Kota Brengsek

salah satu sudut kota Jakarta,yang saya jepret dari lantai 27 BL di Kemayoran. Jakarta itu indah,jangan pakai kaca mata hitam memandangnya/tjiptadinata effendi
salah satu sudut kota Jakarta,yang saya jepret dari lantai 27 BL di Kemayoran. Jakarta itu indah,jangan pakai kaca mata hitam memandangnya/tjiptadinata effendi
Jakarta bukanlah kota brengsek. Yang brengsek itu adalah sebagian dari warganya saja karena membuang sampah sembarangan, berkendara ugal ugalan dan parkir secara serampangan.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Berbondong bondong datang mencari nafkah dan tinggal di Jakarta. Tapi berbondong bondong juga berkomentar miring, hingga makian yang menghujat ibu kota negara Republik Indonesia ini. Contohnya antara lain:
  1. Jakarta macet
  2. Kotor
  3. Banjir
  4. Amburadul
  5. Brengsek

Akan tetapi, orang tidak konsekuen pada apa yang dilontarkan. Kalau memang merasa Jakarta itu macet, kotor, semrawutan, banjir dan brengsek, kenapa masih bertahan tinggal di Jakarta? Bukan hanya dalam hitungan bulan, tapi tahunan, malahan ada yang puluhan tahun. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Kalau memang Jakarta membuat orang muak, kenapa tidak kembali ke kampung halaman, mencangkul dan ke sawah, di mana tidak ada polusi, tidak ada banjir, tidak ada kemaksiatan dan tidak ada perampokan? Seharusnya kita harus mengatakan sejujurnya, bahwa kita senang tinggal diJakarta, mau mereguk segala keindahannya dan meraup rupiah sebanyak mungkin untuk dikantongi dan sekaligus  mau ikut bertanggung jawab, untuk menjaga kebersihan dan ketertiban di DKI. Tapi ternyata, orang lebih banyak menuntut. Merasa dengan pajak yang sudah dibayarkan, maka segala sesuatu akan menjadi beres dengan sendirinya.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Jakarta Sebelum dan Sesudah Dibenahi

Kalau ada yang brengsek, maka itu adalah sebagian manusia yang bercokol di Jakarta, namun tidak bertanggung jawab:

  1. Membuang sampah di selokan
  2. Membuang di jalan raya
  3. Membunyikan klakson tidak pada tempatnya

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Jokowi dan Gubernur DKI bukan malaikat, tapi orang biasa seperti kita. Jangankan hanya seorang Jokowi dan seorang gubernur, seratus orang Ahok dan Jokowi pun juga takkan pernah mampu membenahi Jakarta tanpa keikutserta rasa tanggung jawab penghuni Jakarta, yang merasa dirinya paling pintar dan paling bersih.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Relokasi atau Pengusuran

Yang namanya bersih bersih dan atur mengatur pasti ada yang digeser atau dipindahkan. Buktikan sendiri di rumah kita. Membersihkan rumah, mungkin ada koran, majalah bekas yang dibuang atau sepeda rusak yang dicampakkan agar ruang rumah menjadi tempat tinggal yang layak huni. Nah, mungkin saja ada anggota keluarga yang marah karena merasa koran atau majalah bekas itu perlu bagi dirinya. Atau merasa bahwa kelak sepeda rusak tersebut mau dimuseumkan. Terus protes, 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Nah, seperti itu pula relokasi atau pengusuran yang telah dilakukan oleh Pemda DKI dalam upaya pembersihan dan penertiban ruang tata kota. Agar apik dan layak huni. Dalam kata lain, memanusiakan orang orang yang tinggal di gubuk-gubuk kumuh dan tak layak huni. Tapi tentu ada yang protes, karena selama ini seluruh kali yang ada dapat dimanfaatkan sebagai jamban untuk keluarga dan sekaligus bak sampah bagi umum. Lalu marah dan protes.Dan sasaran empuk adalah Petugas SatPol PP yang memang digaji untuk tugas tugas penertiban dan kebersihan lingkungan.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Ada yang memahami bahwa mereka para petugas Satpol PP adalah orang yang ditugaskan untuk melakukan upaya penertiban dan pembersihan. Dan dalam melakukan tugas melakukan tugasnya, pasti tidak akan terluput dari terciptanya berbagai rasa tidak puas, bahkan perlawanan. Teramat jarang orang berpikir dari sudut pandang seorang Petugas SatPol PP ketika harus menggusur rumah orang tuanya sendiri.

Para petugas ini sudah harus siap mental untuk dimaki-maki, maupun dalam bentuk tindakan fisik dengan menyiramkan air cabe ke petugas atau melempari dengan apa saja yang ada di depan mereka. Tugas para SatpolPP ini adalah melakukan penertiban dan pembersihan, sesuai perintah atasan agar DKI menjadi kota yang apik dan rapi, serta warga mendapatkan tempat tinggal yang layak di rusun.

Namun para warga yang terkait langsung dengan penertiban ini, sebagian tidak dapat menerima dan menganggap hal ini adalah sebuah bentuk penindasan. Tulisan ini bukanlah dalam konteks memberikan penilaian penilaian, melainkan semata dari sudut pandang anggota Satpol PP yang melakukan tugas ini. 

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Yang selama ini ditampilkan adalah sikap arogan dari para Satpol PP ini, yang bertindak overacting dalam melakukan penertiban dan seakan tanpa kenal ampun. Namun benarkan mereka semua tidak punya perasaan kemanusiaan? 

Berdialog dengan Salah Seorang Petugas 

Suatu waktu saya ke Kantor Kecamatan Kemayoran di Jalan Yos Sudarso, untuk mengurus pembayaran PBB apartemen kami, yang sudah jatuh tempo. Kami diminta naik ke lantai 3 dan disambut dengan sangat santun oleh petugas. 

Sementara duduk di bangku menunggu kendaraan, ada dua orang anggota SatPol PP di sana yang menyapa kami "lagi urus PBB pak, bu?" Agak surprise juga, karena selama ini dalam pikiran saya petugas SatPolPP adalah orang orang yang arogan dalam menjalankan tugasnya. Ternyata kali ini, malah kami yang disapa dengan sopan. 

Maka kami jadi ngobrol hingga menyangkut masalah penertiban. "pak," kata Sudibyo dengan wajah serius, "Kami juga warga biasa yang kebetulan bertugas di bidang penertiban. Orang hanya menilai dari satu sisi saja, tapi jarang yang melihat dari sisi penderitaan kami. Ditimpuk kotoran, disiram air comberan dan bahkan dilempari dengan apa saja. Tidak ada yang tahu, bagaimana perasaan saya, ketika harus merombak rumah yang didiami orang orang tua sendiri. Walaupun saya tidak ikut turun dengan tangan sendiri untuk merobohkan, tapi saya ada di sana pak." kata mas Dibyo dengan pandangan mata menerawang.

Saya hanya terdiam. Sungguh, saya juga termasuk salah seorang, yang tidak pernah berpikir tentang perasaan mereka, karena selama ini yang ditampilkan di televisi dan berbagai media, adalah keganasan SatPol PP ini dalam melakukan upaya penertiban. Tak sekali jua menayangkan kisah bagaimana perasaan mereka ketika harus merobohkan rumah yang didiami kedua orang tuanya. 

salah satu sudut pasar tanah abang ,yang sudah dibersihkan dari sampah dan perman ,serta copet/tjiptadinata effendi
salah satu sudut pasar tanah abang ,yang sudah dibersihkan dari sampah dan perman ,serta copet/tjiptadinata effendi
Jakarta itu Indah

Macet? Semrawut? Jangan pikir bahwa hanya Jakarta yang macet dan semrawut. Bangkok jauh lebih parah. Bisa 2 jam stag di tengah jalan raya karena kemacetan. Kairo, ibu kota Mesir? Atau bagaimana dengan Paris? Athena? Amsterdam? Ya, silakan sesekali berkunjung dan membuktikan sendiri, bahwa kemacetan dan kesemrawutan itu bukan hanya milik Jakarta.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Ada Danau Sunter

Bagi yang lagi sumpek, entah karena uang terlalu banyak sehingga tidak tahu mau simpan di mana atau juga sumpek karena rejeki nomplok belum kunjung datang, tidak usah pergi jauh jauh. Cukup berkendara 30 menit ke Danau Sunter. Rileks, sambil mancing dan menikmati rujak pedas di pinggir danau. Rileks adalah obat murajarab, dari pada stress dan harus berurusan dengan rumah sakit. 

Makan rujak pedas atau sate ayam, sambil duduk dan terkantuk kantuk, tak terasa sudah sore. Perasaan galau dan stress sudah hanyut dan berlabuh di dasar Danau Sunter dan kita bisa kembali ke rumah masing masing.

Dok.pribadi
Dok.pribadi
Jakarta itu indah. 

Mari kita melihatnya dengan kaca mata jernih. Kalau mau Jakarta berubah menjadi lebih baik, tidak macet, tidak kotor dan tidak semrawutan, maka mari kita mulai mengawali dengan diri kita dan keluarga kita terlebih dulu. 

Cegahlah anggota keluarga kita, agar jangan membuang sampah sembarangan, coba menahan diri untuk tidak membunyikan klakson, walau harus menunggu kendaraan didepan terlambat 2 atau 3 detik. Kalau kendaraan kita jelas telah menimbulkan polusi secara berkelebihan, maka bawalah ke bengkel untuk diperbaiki. Jangan lupa Jakarta bukan hanya milik Penduduk DKI, tapi milik kita semua: Bangsa Indonesia.

Membangun Jakarta, tidak bisa hanya mengandalkan Jokowi dan GubernurDKI, siapapun adanya, melainkan dengan keikutsertaan kita semua, yang peduli tentang Jakarta, sebagai cermin diri negara dan sekaligus cermin diri kita sebagai bangsa Indonesia.

Catatan: semua foto adalah dokumentasi pribadi tjiptadinata effendi. Ditulis sebagai bentuk kepedulian ,sebagai satu dari sekian juta warga yang ber KTP DKI, bertempat tinggal di Mediteranian Boulevard Apartemen, lantai 27 BL ,Kemayoran Jakarta Pusat dan kini sedang berada di Western Australia.

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun