Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hindari Perlakukan Orang, Seperti Jongos dan Babu

20 Januari 2017   20:23 Diperbarui: 20 Januari 2017   20:41 1311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.depositphotos.com


Hindari Memperlakukan Orang Seperti Jongos dan Babu

Dijaman penjajahan , kita sangat berang,bila menyaksikan "tuan besar" memperlakukan karyawannya,  seperti jongos en babu. Kalau ada sesuatu keperluan, tuan besar pasti tidak mau teriak teriak:"Mbak atau Mas" ,tapi cukup membunyikan lonceng kecil di meja kerjanya. Dan karyawannyapun bergegas datang. Bila terlambat ,pasti akan di marahi.

Hingga kita sudah merdeka, perlakuan seperti ini,masih terus dapat di saksikan di perusahaan Belanda,seperti Internatio, Jacobson van den Berg,Borsu mey dan lain lainnya.. Karena pada waktu itu,walaupun Indonesia sudah merdeka,tapi sesungguhnya ,pimpinan perusahaan masih 100 persen dipegang oleh Belanda.

Hingga kemudian dinasionalisasikan dengan nama dinamakan:' Bhakti," yang terdiri dari sembilan Bhakti.Tapi yang saya ingat hanya : PT Budi Bhakti (Borsumij), Aneka Bhakti (Internatio), PT Fadjar Bhakti (Jacobson van den Berg), dan PT Marga Bhakti (Geo Wehry).

Tapi setelah Belanda meninggalkan Indonesia secara resmi dan pimpinan perusahaan yang sudah berganti nama dengan :'bhakti" di pimpin oleh orang Indonesia,yang waktu itu adalah dari Militer.

Kembali Ketopik

Cerita Belanda sudah berakhir. Tapi ternyata.gaya Belanda memperlakukan :"Indlander",masih tetap hidup dan berlangsung hingga saat ini. Pokoknya apapun yang keluar dari mulut Boss adalah perintah .Dan perintah harus ditaati ,tanpa boleh bertanya.apalagi membantah.

"Maaf pak,uang dari bank,mau diserahkan kepada siapa

Tapi ternyata,Boss sangat marah:" Jadi mau kamu apa haa? Apakah saya yang harus menyimpan uang itu?' Baru jadi jongos tukang ambil uang,sudah berlagak .Ayo,kamu tunggu diluar sana"

Tak sepatah kata keluar dari karyawan tersebut. Bukan karena ia tidak punya harga diri atau takut mati,tapi hal yang paling ditakutinya adalah diberhentikan dari pekerjaan.Karena uang gaji yang diterimanya,disamping diperlukan untuk menafkahi anak istrinya,juga sangat perlu untuk merawat ibundanya yang sudah lama terbaring sakit.

Gimana rasanya menyaksikan  drama kemanusiaan satu babak tersebut? Kalau kita masih waras,tentu kita akan sangat marah. Walaupun yang diperlakukan bukan siapa siapa kita,bukan keluarga ,bahkan sama sekali tidak kenal,namun kita ikut merasakan sakitnya diperlakukan seperti itu.Walaupun sesungguhnya,pada waktu itu,pembicaraan saya dengan si Boss.belum tuntas,tapi karena suasana hati sudah tidak nyaman,maka saya buru buru pamitan,dengan alasan ada janji. Mungkin saja si Boss tahu ,bahwa saya tidak suka menengok caranya memperlakukan orang lain,seperti jongos,saya tidak peduli.

Mungkin saja ,karena saya "baper" ,sebagai orang yang pernah diperlakukan seperti ini,bahkan diusir dari bank dan tidak dibukakan pintu pagar,ketika bertamu dirumah kerabat yang kaya raya.

Baru Satu Contoh

Drama satu babak tersebut diatas,hanyalah sebuah contoh,yang kebetulan  terjadi dihadapan saya. Tetapi sebenarnya ,hal ini masih terjadi dimana mana,walaupun dalam versi dan irama yang berbeda,tapi intinya adalah memperlakukan karyawan ,sebagai :"jongos" atau :"babu"

Bahkan  tidak jarang anak Boss,juga berlaku persis seperti contoh yang diberikan bapaknya.Duduk di kursi dan memanggil mbaknya. Kakinya diangkat dan si mbak jongkok didepannya dan memakaikan kaus dan sepatunya. Kalau anak balita,tentu tidak menjadi masalah,karena belum mampu memasang sendiri.Tapi kalau sudah SMP. ternyata tetap berlaku seperti anak balita atau mungkin merasa diri anak Boss.

Mereka mau mengadu kemana? Mau mengadu ke Polisi? Alasan dimarahi Boss,tentu tidak mungkin dijadikan alasan,karena belum ada tindakan kekerasan dalam bentuk phisik.Walaupun mungkin saja,rasa sakitnya,jauh lebih perih,daripada di tampar,secara phisik. Lagi pula,semua orang sudah maklum.bahwa berperkara,butuh uang banyak. Maka kejadian kejadian seperti ini,berlangsung terus,tanpa ada yang dapat mencegahnya.

Mendidik Keluarga Kita

Mau mengubah orang lain ? Baguslah! Tapi jangan lupa,sebelum melangkah untuk mengubah sikap mental orang lain,mulailah terlebih dulu dari diri sendiri dan seluruh anggota keluarga kita.

Setiap ada kesempatan,berikanlah contoh nyata,bagaimana seharusnya memperlakukan karyawan,atau pembantu ,maupun tukang kebun kita. Anak anaki ,perlu dididik sejak awal.bahwa sesungguhnya semua manusia itu sama derajatnya. Hanya saja,nasib yang membedakan hidup mereka. Seorang Boss ,tentu adalah sangat wajar,memerintahkan karyawannya.tapi tentu ada koridor prikemanusiaan yang menjadi rambu rambunya.

Setidaknya, bila setiap orang mau mengawali dari dirinya sendiri dan berikut keluarganya,maka secara bertahap,kita yakin, sikap menghina bangsa sendiri ,dengan mengganggap mereka sebagai jongos dan babu,akan dapat disudahi.

Bukan Hanya Orang Kaya,Tapi Juga Anak Pejabat

Perlakuan yang meniru gaya penjajah ini,tidak  hanya dilakukan oleh Boss yang kaya raya,tapi juga oleh pejabat dan anak anak pejabat. Mereka sama sekali tidak menghargai hidup orang lain. Dan menganggap ,diluar sana kehidupan tidak bernilai. Buktinya,anak anak belasan tahun,yang belum cukup umur,sudah dibelikan motor dan mobil oleh keluarganya. Dengan pemikiran,kalau toh terjadi kecelakaan,yaa gampanglah ,cukup dengan mengatakan:"sudah diselesaikan secara kekeluargaan"

Karena bila orang yang ditabrak adalah dari keluarga tidak punya,maka bukannya mereka mau mengganti nyawa anaknya dengan uang,tapi kalau mereka tidak mau diajak damai ,maka berarti akan melawannya di Pengadilan.Sudah kehilangan anak,harus berpekara lagii melawan orang kaya. Mana berani mereka?

Maka dengan perasaan yang hancur,mau atau tidak mau,akhirnya ,kecelakaan :"dapat diselesaikan secara kekeluargaan" . Artinya ,Boss atau Pejabat,cuma keluarkan uang 100 juta rupiah,maka urusan beres. Gampang kan?

Siapa yang berani membatah ,bahwa kejadian ini terus berlangsung dari waktu kewaktu? Tidak ada yang peduli,karena masing ,masing orang,sibuk dengan urusan sendiri sendiri.Mana pula ada waktu untuk ngurusin urusan orang lain.

Inilah fakta kehidupan,yang selama ini,seakan sudah diterima dan berucap  :" Ya,mau apalagi?"

Semoga setidaknya ,kita dapat mengawali dengan diri sendiri,maupun keluarga kita,agar tidak meng copy ,kisah tak elok tersebut diatas.Sekarang,mari kita bandingkan dengan perlakuan orang Australia,terhadap Cleaning Service atau kasarnya :"tukan pel kamar mandi" . Cleaning Service disini,sama sekali tidak merasa,bahwa ia adalah orang rendahan,Baginya ini adalah pekerjaan ,sebuah profesi . Kalau datang kerumah puteri kami, Terry yang berusia sekitat 45 tahun,langsung bertanya,berapa jam ia diperkerjakan Biasanya 3 jam dan ia mendapatkan bayaran 90 dolar.Dengan catatan semua kelengkapan peralatan dan sabun,serta pembersih toilet, ia yang membawanya. Cukup memberi tahukan apa yang harus dikerjakannya.Dan sesudah itu,jangan coba coba nyiyir kepadanya,seperti kebanyakan Nyonya rumah kepada pembantu rumah tangga di Indonesia, 

Karena kalau nyinyir,maka :"tukang pel lantai" akan terus terang mengatakan :" Maaf,kalau anda anggap saya tidak bisa,maka saya akan tingglkan pekerjaan ini" Jadi Cleaning service,maupun tukang potong rumput disini,sama sekali tidak mau diperlakukan secara tidak sopan. Penjelasan ini,mungkin dapat menjadi refleksi diri bagi orang banyak,betapa Australia,yang selama ini ,mungkin dianggap tidak ramah tamah seperti orang Indonesia,ternyata mampu memperlakukan karyawan atau pekerja dengan baik.

Semoga tulisan ini,setidaknya dapat menjadi refleksi diri,bagi kita semuanya

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun