Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014 - The First Maestro Kompasiana

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Salah Langkah, Dapat Mengubah Kesuksesan Jadi Petaka

18 Januari 2017   17:22 Diperbarui: 19 Januari 2017   00:34 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah Menempatkan Kesuksesan, Berpotensi  Jadi Petaka 

Ada begitu banyak contoh contoh hidup,yang dapat dijadikan pelajaran  bagi setiap orang. Antara lain,mengapa ketika sama sama hidup melarat orang bisa hidup rukun dan damai,tetapi begitu salah satu hidupnya membaik, maka hubungan  persahabatan menjadi retak?Bahkan tidak jarang ,hal inij uga terjadi dalam satu keluarga.

Dalam kondisi hidup melarat, biasanya keluarga sangat akur. Merasa senasib ,maka samasama berusaha untuk bangkit dari keterpurukan.Saling membantu antara anak,istri dan suami. Kompak menghadapi apapun dalam hidup .Kesulitan yang dialami oleh salah satu anggota keluarga,adalah menjadi bagian dari kesulitan kita juga.Tidak ada istilah ;'Itu urusan saya,itu urusan kamu. "Betapapun sibuknya, seluruh anggota keluarga menyempatkan diri,untuk dapat menikmati makan malam bersama,walaupun dengan hidangan ala kadarnya, Kebersamaan ini,sungguh merupakan moment moment terpenting dalam kehidupan berkeluarga. Karena dalam kebersamaan, terciptalah rasa saling mendukung dan menguatkan,

Tetapi anehnya,ketika hidup mulai berkecukupan, maka entah siapa yangmemulai,di dalam keluarga, istilah :"milik kita" atau'"masalah kita" semakin meluntur. Yang mengedepan,bahkan mendominasi dalam pembicaraan,adalah  kata :" saya dan kamu"atau ;'kami' Kata :"kita "seakan sudah raib di telan keadaan.

Awal dari Petaka Dalam Rumah Tangga

Hal yang luput dari perhatian dan tampak sepele ini,sesungguhnya adalah awal dari terciptanya petaka dalam rumah tangga. Anak sudah menjadi dewasa dan sudah berkerja,merasa boleh berbuat apapun sesuai yang diinginkannya. Tidak lagi ingin makan bersama keluarga,karena merasa diri sudah mampu berdiri sendiri. 

Sementara ,istriyang juga sudah memiliki penghasilan sendiri,merasa bahwa tanpa harusmenunggu mendapatkan uang dari suami,ia mampu membeli barang apapunyang disukainya,tanpa merasa perlu berunding terlebih dulu,seperti ketika mereka sama sama hidup melarat. Bahkan merasa tidak berkewajiban untuk menemani suami makan malam bersama di rumah. Istri cukup mengirimkan sms kepada suami :" Pa,mama lagi sibuk.makan saja dulu ya" .Atau suami yang menelpon,:" Ma, papa lagi meeting dan makan diluar,nggak usah ditunggu makan malam ya" Begitu juga halnya dengan putra putri yang kini,sudah mampu mandiri dalam hal keuangan,merasa sudah bukan jamannya lagi,harus pulang makan malam dan duduk bersama keluarga.

Padahal justru ,saat saat kebersamaan tersebut,merupakan momentum yang paling berharga dan tak tergantikan. Dalam kebersamaan inilah seluruh anggota keluarga, saling mendukung dan saling menguatkan, serta mengawal hubungan kekeluargaan.Namun,kesuksesan yang tidak terkontrol,sudah merenggut semuanya dari keluarga.Akibatnya, sukses dibidang materi, yang tidak diwaspadai dan disikapi secara arif,telah menciptakan jurang atau tembok pemisah antara suami, istri,dan anak-anak.

Seakan dalam rumah tangga sudah tercipta tiga kelompok manusia, yakini suami, istri, dan anak yang masing masing hidup dalam dunianya sendiri sendiri. Kalau biasanya makan malam selalu bersama, kini suami makan diluar sama teman kantor atau istri makan di tempat arisan dan anak juga tidak pulang makan malam ,karena lagi bersama teman teman. Keluarga sudah berubah fungsi menjadi tak ubahnya bagaikan tempat kost .

Uang dan harta, ternyata tidak hanya mampu menghancurkan sebuah persahabatan,tetapi juga sebuah keluarga,yang tadinya hidup rukun dan damai. 

Money is the Root of Evil, Tidak Sepenuhnya Benar

Bila hal ini terjadi,maka orang menyalahkan uang,Dengan mengatakan bahwa "money is the root of evil", Sesungguhnya tidaklah sepenuhnya benar. Karena semua orang hidup membutuhkan uang.Termasuk pendeta,pastor dan para rohaniwan,juga butuh uang.Rumah rumah ibadah,tidak mungkin dapat dibangun tanpa uang. Negara akan bangkrut tanpa uang. Dan para orang tua,tidak mungkin dapat menyekolahkan anak anak mereka,bilamana tidak memiliki dana yang cukup.

Jadi sesungguhnya,bukan uang yang menjadi akar dari segala kejahatan,melainkan sikap mental dari manusia itu sendiri.Bagaiman aorang menempatkan posisi uang dalam hidupnya. Kalau uang sudah menjadi "tuhan" atau "master" dalam hidupnya,maka berlakukan pribahasa diatas bagi dirinya,Karena demi uang,orang mau berbuat apapun dan tega melupakan keluarga.

 Kebahagiaan Hanya Ada Dalam Hati yang Damai

Kebahagiaan hanya dapat tercapai ketika pikiran dan hati kita damai. Harta hanyalah pelengkap kebahagiaan .Tapi ternyata dalam hidup ini ,justru yang seharusnya menjadi pelengkap,berubah arah,menduduki urutan utama dalam hidup kekeluargaan Ketika pikiran dan hati sudah tidak ada lagi kedamaian, segala sesuatu yang dimiliki,tidak lagi dapat dinikmati.

Karena itu , perlu adanya kesadaran diri,bahwa kesuksesan adalah untuk disyukur. Dan kesuksesan baru memiliki arti,bilamana bermanfaat,tidak hanya bagi diri sendiri,tapi juga semakin mendekatkan diri kepada keluarga dan lingkungan.,

Menempatkan Kesuksesan Dalam Hidup

Dulu mau makan harus ngutang.kini sudah bisa makan enak.Dulu naik sepeda reyot.kini sudah naik sepeda motor.Dulu tinggal ditempat kumuh,kini sudah di rumah sendiri.Atau dulu ngontrak rumah,kini sudah memiliki rumah sendiri,malahan sudah punya mobil pribadi. Anak anak juga sudah sukses dan hidup mapan.

Hal ini,seharusnya semakin membuat rasa syukur kepada Tuhan,semakin besar. Tetaplah rendah hari. Jangan lupa,bahwa di dunia ini,tak ada yang kekal. Yang hari ini,kaya raya,belum tentu tahun depan juga tetap kaya.Bahkanbisa saja terjadi dalam waktu singkat semua harta yang dimilikimusnah. Karena itu ,dengan memahami falsafah hidup,semua pencapaian patut disyukur. Namun tetap rendah hati.

Jangan sampai kesuksesan yang dicapai,menyebabkan kita lupa diri dan merasa diri kita bisa sukses atas usaha sendiri.Jangan lupakan,bahwa selama ini,anak,istri atau suami,maupun anggaota keluarga yang lain,ikut memberikan dukungan ,sehingga kita dapat mencapai semuanya ini.

Jangan lupa,bahwa sehebat apapun pencapaian diri kita, baru berarti bilamana berguna tidak hanya untuk diri kita sendiri,tapi juga bagi keluarga dan orang sekeliling kita. Tanpa keluarga, maka kebahagiaan yang dicapai,hanyalah kebahagiaan semu.

Sepotong Kisah Hidup

Tetangga kami dulu,hidup melarat, Suami mencari nafkah dengan membeli  papan papan bekas dari gudang dan pabrik,untuk di potong dan dirapikan dan kemudian dijual lagi, Sudah dapat dibayangkan,bahwa penghasilannya tidak cukup untuk menghidupkan anak anak dan istrinya dan masih ditambah dengan orang tua perempuannya,yang menumpang hidup dirumahnya. Karena ia adalah anak laki laki,satu satunya dalam keluarga. 

Kendati hidup mereka sekeluarga,tidak ubahnya seperti juga kehidupan kami yang morat marit,tapi tak sekali juga terdengar ada pertengkaran dalam keluarga ini.Tapi bebefrpa tahun berselang,ketika hidup mereka berubah total,entah dapat rejeki dari mana. Rumah yang tadinya hanya berdindingkan papan papan bekas,kini sudah dibangun jadi jadi bangunan permanen. Namun ,sejak saat itu juga, kondisi dalam keluarga ini ,sudah bukan seperti dulu lagi. Dan berakhir dengan perceraian. Sukses sudah merampas kebahagiana keluarga ini,karena  mungkin saja mereka gamang ,mendapatkan hidup yang tiba tiba berubah,bagaikan siang dan malam. Sehingga bukannya menyukuri kesuksesan,malah menjadi penyebab petaka dalam keluarga.

Kami sangat bersyukur, bahwa anggota keluarga kami dan seluruh kerabat kami, tidak ada yang terjerat oleh kesuksesan.Buktinya ,ketika kami merayakan ultah ke 50 pernikahan kami,anak mantu dan cucu cucu kami ,semua tanpa kecuali,pulang ke jakarta,untuk dapat menghadiri perayaan 50 tahun usia pernikahan kami., Begitu juga ponakan ponakan kami,baik yang dari Padang ,Medan dan seluruh nusantara,termasuk yang di Amerika Serikat, mengkhususkan diri untuk hadir. Disamping itu sahabat sahabat kami datang dari mana mana,tanpa memperhitungkan biaya perjalanan,yang sangat besar. Inilah kebahagiaan kami,yang tidak dapat dinilai dengan materi ataupun sejumlah uang,

Bagi kami,kebahagiaan bersama seluruh anggota keluarga dan kerabat,serta sahabat sahabat kami,adalah momentum terindah dalam perayaan 50 tahun pernikahan kami.

Semoga tulisan kecil ini,dapat menjadi inspirasi bagi orang banyak,

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun