Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Waspadai Teror Terselubung

25 Desember 2016   08:59 Diperbarui: 25 Desember 2016   09:22 829
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.deposito.photos.com

Setiap kali berbicara atau membahas tentang teror.selalu ada kaitannya dengan bom, ledakan dan aksi kekerassan. Bisa dalam bentuk bom bunuh diri maupun tindakan lainnya yang menyisakan korban berjatuhan tanpa memilih siapa yang akan dijadikan korban. Dengan melakukan aksi-aksi kekerasan, teroris mengharapkan dunia memperhatikan apa saja tuntutan mereka atau apa yang sesungguhnya mereka inginkan.

Tebar Teror Tanpa Aksi Kekerasan

Kata orang, teroris selalu ada kaitannya dengan aksi kekerasan, tapi sesungguhnya dalam kehidupan orang awan sering kali terjadi adalah teror tanpa aksi kekerasan. Korbannya tidak terluka secara fisik, namun mengalami luka-luka batin akibat aksi teror gaya baru ini. Bertolak belakang dengan teroris yang selalu mengklaim bahwa mereka bertanggung jawab atas terjadinya ledakan bom disana sini, justru teror gaya baru ini tidak ingin diketahui orang bahwa sesungguhnya ia sudah melakukan aksi teror yang melukai perasaan dan hati orang lain, bahkan di depan umum ingin tampil sebagai sosok orang baik dan sholeh.

Yakin sesungguhnya kita semua sudah pernah menyaksikan sendiri atau mungkin saja pernah mengalaminya atau jangan-jangan tanpa sadar kita justru pelakunya? Aksi teror gaya baru ini dapat melukai hati orang secara beruntun, walaupun aksinya disampaikan kepada satu orang saja.

Sebuah Contoh:Aktual

Teman saya yang usianya sekitar 14 tahun lebih muda dari usia saya terkena stroke tahun lalu. Akibatnya tidak bisa bekerja lagi dan dipensiunkan dengan uang pesangon seadanya, karena bekerja diperusahaan kecil. Deni (bukan nama sebenarnya) tidak mampu lagi membayar sewa kontrakan rumahnya. Bahkan istrinya yang belum pernah bekerja, kini harus mau membuka warung di depan rumahnya demi untuk hidup mereka berdua. Dua orang anak mereka yang sudah berkeluarga hidupnya pas-pasan, sehingga hanya dapat membantu kedua orang tuanya seadanya.

Rumah tersebut adalah milik orang yang masih keluarga dekat Deni, karena masih terhitung ponakan sendiri. Pemilik rumah sama sekali tidak keberatan, Deni menunggak sewa rumah, mengingat hubungan baik dan ikatan kekeluargaan mereka berdua tapi istri pemilik rumah sangat tidak senang.

Curhat Deni kepada saya, ketika menemuinya dua bulan lalu di Jakarta, istri pemilik rumah hampir setiap hari mengirim SMS kepadanya. Isinya "Enak ya koh Deni, dapat saudara baik jadi bisa tinggal gratis yaa...hehehe."

Di hari lain, ada SMS masuk lagi dari wanita yang sama " Koh, kalau dalam keluarga saya, tidak ada yang mau numpang numpang tinggal gratis. Semua mereka sudah punya rumah sendiri. Anaknya kan keduanya sudah kerja? hehe."

"Koh Deny, maaf ya jadi orang itu, kalau dibilang sekali dua kali seharusnya sudah cukup kan ?" sapaan manis dari wanita istri pemilik rumah di mana Deni menumpang.

Hanya Beberapa Contoh

Ini cuma dua tiga SMS yang saya kutip dari curhat Deni kepada saya. Akibat menerima aksi teror tanpa kekerasan ini, Deni semakin hari semakin merasa hidupnya terpuruk. Hingga suatu waktu karena sudah tidak mampu menahannya sendirian curhat pada istrinya. Dan mereka berdua hanya bisa meratapi nasibnya. Pas kedua putra mereka berkunjung bersama mantu dan cucu-cucu Deni dan mereka ikut merasakan sakitnya kedua orang tuanya diperlakukan demikian.

Satu SMS ,terbukti sudah melukai Deni, istrinya, kedua putra mereka dan cucu-cucu mereka. Tapi apa yang dapat mereka lakukan? Melaporkan hal ini kepada suami si wanita yang adalah ponakan Deni? Mereka tidak tega, karena bisa bisa menyebabkan ponakannya berantem dengan istrinya karena telah memperlakukan mereka seperti itu.

Mau pindah? Pindah kemana? Kedua putra Deni hanya bekerja sebagai karyawan kecil dengan gaji 3 juta sebulan dan punya anak dan istri.

Memberi Saran kepada Deni

Dengan suara yang terbata-bata, Deni minta saran pada saya tapi jujur,  saya yang kata orang sudah banyak makan asam garam bahkan minum cuka dalam mengarungi kehidupan ini sungguh tidak dapat memberikan saran yang tepat kepada Deni. Saya hanya menyarankan dari pada harus makan hati terus bisa muntah darah, Sebaiknya  pindah ke  kamar kontrakan lain, biar kecil tapi tidak di teror terus tapi Deni semakn menangis karena tidak punya uang untuk pindah.

Kalau cuma bantu sesaat ya tentu bisa saja, tapi saya tidak mungkin mampu menanggung beban hidup orang lain. Sungguh tepat kalimat ini  my destiny is in my hand and your destiny is in your hands. Setulus apapun hati untuk menolong, mustahil kita dapat memikul beban hidup orang lain siapapun adanya.

Renungan Diri

Kejadian ini, sesungguhnya sama sekali tidak ada hubungan dengan saya secara pribadi. Deni hanya salah satu teman saya dan tidak ada hubungan kekeluargaan, tapi tiga bulan sudah berlalu, disaat saya duduk, pikiran saya langsung menerawang pada curhatan Deni.

Kami dapat merasakan perih dan pedih, terlukanya hati. Karena sudah pernah mengalaminya berkali-kali, ketika hidup kami terpuruk. Dimana waktu itu untuk bertamu saja hanya diterima dipintu pagar. Dan selama tujuh tahun lamanya kami tidak pernah mendapatkan undangan dari siapapun, termasuk dari kerabat kami.

Kisah hidup orang lain bisa kita tanggapi  dengan "bukan urusan saya", tapi tidak ada salahnya dijadikan renungan diri agar jangan sampai diri kita atau anak-anak kita terjebak arus hidup dan tanpa sadar melakukan teror kepada orang lain, baik yang menumpang dirumah kita maupun mungkin pernah kita bantu keluarganya.

Hukum Karma

Saya bukan pemeluk agama Hindu, jadi hukum karma yang saya maksudkan disini adalah hukum causaliteit  atau hukum sebab akibat. Dalam bahasa lain dikenal dengan hukum tabur tuai, bahwa apa yang kita tabur, maka kelak akan kita tuai. Bila menaburkan kebaikkan maka kelak kita akan memetik buah kebaikan.

Sebaliknya bila kita menebarkan rasa sakit kepada orang lain, maka kelak akan kembali kepada kita dengan berlipat ganda. Karena apa saja yang keluar dari diri kita, baik ataupun buruk akan beresonansi di alam semesta dan kemudian memantul ulang secara berulang kali tanpa kita mampu menghindarinya.

Berteriaklah di Ngarai

Pergilah ke ngarai atau lembah.Berteriaklan sekuat kuatnya. "Kamu gilaaa" suara ini akan beresonansi dan dalam hitungan detik, gaungnya akan kembali kepada kita ' kamu gila...gila...gilaa gilaaaa"

Sebaliknya bila kita berteriak "Semoga anda  sukses", maka suara ini juga akan beresonansi dan beberapa detik kemudian ,akan terdengar gaungnya "Anda ..sukses ...anda sukses..sukssess!

Hindarilah Menebar Teror

Karena itu, hindarilah diri kita jangan sampai menebar teror, walaupun tidak ada tindak kekerasan fisik, tapi korban akibat aksi teror yang kita lakukan akan sangat terluka, bukan hanya dirinya pribadi tapi juga bagi keluarganya.

Jangan lupa ada hukum tabur dan tuaiy ang bersifat universal tidak memilih suku agama dan ras. Hukum tabur tuai merambah secara universal. Apa yang kita taburkan kelak akan kita panen. Menabur duka, kelak akan menuai duka yang jauh lebih mendalam!

Sudah begitu banyak contoh dan fakta disekeliling kita, semoga kita mau memetik hikmah dari peristiwa hidup orang lain agar jangan sampai terjadi pada diri kita

Burns Beach, Natal 2016

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun