Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuna Netra di Australia Dididik Agar Mandiri

12 Desember 2016   21:59 Diperbarui: 12 Desember 2016   22:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto ini dijepret di Stasun Kereta Api di Joondalup -tjiptadinata effendi

Tuna Netra di Australia Kemana Mana ,Tidak Dituntun

Bila menengok orang orang yang entah penyebabnya apa,mengalami kebutaan, sehingga menjadi Tuna Netra.hampir pasti kemana mana harus di tuntun. Amat jarang kita menyaksikan ada Tuna Netra,yang mampu mandiri.Artinya kemana mana ,bisa berjalan sendiri,tanpa dituntun .

Sementara di Australia,justru terlihat sebaliknya.Yakni rata rata orang Tuna Netra,kemana mana berjalan sendiri,tanpa dituntun. Hanya dengan menggunakan tongkat sebagai alat bantu.Secara logika,sulit rasanya menjelaskan bagaimana mereka tahu jalan pulang kerumah? Kalau mengenai mengenal nominal uang kertas,sudah tidak aneh lagi,karena di Indonesia juga semua orang Tuna Netra,tahu persis nilai mata uang,hanya dengan merabanya.Apalagi kalau koin.lebih mudah bagi mereka mengenalnya. 

Mereka yang sudah mengalami kebutaan sejak lahir, sudah sejak awal terbiasa hidup dalam kegelapan.Sementara itu, yang mengalami kebutaan ,baik karena kecelakaan, penyakit atau operasi mata yang tidak berhasil,justru mengalami kesulitan . Karena mereka memasukki dunia yang gelap gulita.Padahal sebelumnya mereka dapat melihat sebagaimana orang lainnya.

Dididik Untuk Hidup Mandiri

Selalu hidup dalam tuntunan orang lain,tentu bukanlah sesuatu pilihan yang menyenangkan. Sekaligus berarti dua orang secara serentak,tidak dapat bekerja untuk mencari nafkah.  Karena itu ,para penderita kebutaan ,dididik untuk dapat mandiri.

Saya pernah menyaksikan di Joondalup,bagaimana para Voluntir yang sudah berpengalaman,melatih warga,yang mengalami gangguan penglihatannya ,bukan sejak lahir.Dalam arena tempat berlatih ,tak ubahnya bagaikan orang yang lagi ditest untuk mengemudi kendaraan. Jadi ada balok balok yang disusun dan para Tuna Netra ini,dilatih menggunakan feelingnya ,dengan bantuan tongkat khusus,untuk bisa berjalan sendiri,tanpa dituntun atau diberi aba aba,tanpa menyetuh atau menjatuhkan balok balok kecil yang disusun disana.

Mereka butuh waktu berminggu minggu untuk berlatih,hingga benar benar dapat berjalan hanya dengan mengandalkan nalurinya dan bantuan tongkat. Karena menyangkut keselamatan diri mereka.

Tidak Sembarang Orang Bisa Mengaku Tuna Netra

Tuna Netra,karena tidak bisa mencari nafkah seperti orang lainnya yang melek,maka mendapatkan santunan khusus dari pemerintah,melalui Centrelink. Karena itu ada kriteria ,kapan seseorang dapat secara legal,disebut :"Tuna Netra"

Untuk jelasnya ,saya kutib dua alinea sebagai berikut:

What is legal blindness?

A person is considered legally blind if they cannot see at six metres what someone with normal vision can see at 60 metres or if their field of vision is less than 20 degrees in diameter.Government departments use the term 'legally blind' to define a person whose degree of sight loss entitles them to special benefits.

Another way to define 20 degrees in diameter is: the field of vision constricted to 10 degrees or less of arc around central fixation. This is the way Centrelink describes it. For further details go to the Centrelink website.(www.visionaustralia.org/.)

Yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:

Seseorang dianggap buta jika mereka tidak dapat melihat dalam jarak  enam meter dari  apa yang orang dengan penglihatan normal bisa melihat dari jarak  60 meter atau kemampuan matanya sangat terbatas dan hanya mampu menangkap pandangan   kurang dari 20 derajat

Di Stasiun Kereta Api

Tadi siang,disamping saya duduk seorang dengan kaca mata hitam dan memegang tongkat khusus. Ini adalah ciri ciri khas orang Tuna Netra. Begitu kereta api berhenti,didepan gerbong sudah menunggu petugas stasiun,untuk menjemputnya. Walaupun ia bisa berjalan sendiri,namun tidak tahu arah kemana ,untuk menyambung naik kereta api berikutnya. Setiap orang yang Tuna Netra,di bekali dengan semacam bell. Tinggal memencet tombol dan Petugas Stasiun akan datang menjemput mereka.

Diantarkan masuk ke gerbong berikutnya,yang menuju ke Joondalup.Ketika kereta api tiba di stasiun Joondalup.,tidak tampak ada yang menjemputnya.Saya tawarkan,kalau mau dibantu.Tapi katanya terima kasih.Memang ia tidak membutuhkan bantuan,sehingga tidak memencet bellnya.Karena dari stasiun Joondalup,ia sudah tahu jalan menuju kerumahnya. Menengok ia berjalan sangat dekat dengan batas rel kereta api,dalam hati saya cukup kuatir,walaupun tidak ada hubungan apapun.

Namun kekuatiran saya ternyata tidak beralasan,karena dengan penuh rasa percaya diri, ia berjalan lebih cepat dari pada saya.

Semoga hal ini kelak dapat diterapkan di Indonesia,

Joondalup. 13 Desember, 2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun