Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tuna Netra di Australia Dididik Agar Mandiri

12 Desember 2016   21:59 Diperbarui: 12 Desember 2016   22:06 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Untuk jelasnya ,saya kutib dua alinea sebagai berikut:

What is legal blindness?

A person is considered legally blind if they cannot see at six metres what someone with normal vision can see at 60 metres or if their field of vision is less than 20 degrees in diameter.Government departments use the term 'legally blind' to define a person whose degree of sight loss entitles them to special benefits.

Another way to define 20 degrees in diameter is: the field of vision constricted to 10 degrees or less of arc around central fixation. This is the way Centrelink describes it. For further details go to the Centrelink website.(www.visionaustralia.org/.)

Yang dapat diterjemahkan secara bebas sebagai berikut:

Seseorang dianggap buta jika mereka tidak dapat melihat dalam jarak  enam meter dari  apa yang orang dengan penglihatan normal bisa melihat dari jarak  60 meter atau kemampuan matanya sangat terbatas dan hanya mampu menangkap pandangan   kurang dari 20 derajat

Di Stasiun Kereta Api

Tadi siang,disamping saya duduk seorang dengan kaca mata hitam dan memegang tongkat khusus. Ini adalah ciri ciri khas orang Tuna Netra. Begitu kereta api berhenti,didepan gerbong sudah menunggu petugas stasiun,untuk menjemputnya. Walaupun ia bisa berjalan sendiri,namun tidak tahu arah kemana ,untuk menyambung naik kereta api berikutnya. Setiap orang yang Tuna Netra,di bekali dengan semacam bell. Tinggal memencet tombol dan Petugas Stasiun akan datang menjemput mereka.

Diantarkan masuk ke gerbong berikutnya,yang menuju ke Joondalup.Ketika kereta api tiba di stasiun Joondalup.,tidak tampak ada yang menjemputnya.Saya tawarkan,kalau mau dibantu.Tapi katanya terima kasih.Memang ia tidak membutuhkan bantuan,sehingga tidak memencet bellnya.Karena dari stasiun Joondalup,ia sudah tahu jalan menuju kerumahnya. Menengok ia berjalan sangat dekat dengan batas rel kereta api,dalam hati saya cukup kuatir,walaupun tidak ada hubungan apapun.

Namun kekuatiran saya ternyata tidak beralasan,karena dengan penuh rasa percaya diri, ia berjalan lebih cepat dari pada saya.

Semoga hal ini kelak dapat diterapkan di Indonesia,

Joondalup. 13 Desember, 2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun