Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menolong Orang Berarti Menolong Diri Sendiri

12 Desember 2016   08:21 Diperbarui: 13 Desember 2016   10:52 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi foto: www.depositophotos.com

Di dalam diri setiap manusia ada bersarang nafsu hewani,yang secara spontan ingin membalas setiap aksi yang ditujukan pada dirinya. Tapi syukurlah ,bahwa kita juga dibekali akal budi dan hati nurani,untuk dapat memilih ,mana yang baik dan mana yang salah. Mana yang patut dan mana yang tidak.

Kalau kita menengok dalam kehidupan sehari hari, bilamana tanpa sengaja kita menginjak ekor kucing,maka secara serta merta ia akan bereaksi ,mencakar atau mengigit ,siapapun yang telah menyakitinya..Kucing tidak dapat memilah,apakah orang sengaja menyakitinya,atau tidak secara sengaja melakukannya. Bahkan seandainya  kita minta maaf berkali kali,tetap saja kucing tidak peduli. Karena hewan hanya bergerak,menurut instink hewaninya.

Ini baru satu contoh saja.Ada begitu banyak contoh aktual lainnya,yang dapat ditemui dalam kehidupan,tanpa harus melakukan searching di google.

Beda dengan Manusia

Suatu waktu, saya dan istri berada dalam lift yang penuh sesak,untuk naik kelantai 27 dimana kami tinggal. Tiba tiba masih memaksa masuk seorang ibu ,walaupun jelas sudah tidak ada lagi rongga ruang yang dapat ditempatinya.Namun karena  sudah terlanjur masuk,maka semua penumpang lift yang sudah ada,terpaksa berdempet dempetan,agar si ibu dapat masuk dan pintu lift yang mengangga dapat tertutup.

Tiba tiba saya merasakan jari kaki saya bagaikan remuk,dihimpit sesuatu yang keras dan berat. Gerak refleks ,kaki saya mengeser dengan cepat dan hampir membuat sosok yang menginjaknya tumbang. Tapi karena di topang oleh orang yang berdiri dikiri kanannya tubuh itu tidak sampai jatuh.

"Aduh,maaf ya pak . Sakit ya pak?" tanya yang menginjak kaki saya.Ternyata si ibu yang baru masuk. Untuk beberapa detik,saya tidak dapat menjawab. Dalam pikiran saya:" Sakit? Mungkin jari kaki saya remuk tau". Tapi menengok si ibu yang berbobot 80 kg ini dengan pandangan mata penuh penyesalan dan minta maaf,sungguh tidak tega saya  memarahinya. Maka saya jawab:" Nggak apa apa bu. Kan  ibu tidak sengaja" ,dengan wajah yang  saya cerah cerahkan. Padahal rasa sakitnya gimana tuuuh.....

Perlu Kedewasaan Sikap Mental

Sesungguhnya,tidak mungkin secara spontan ,orang dapat bereaksi ,memaafkan orang yang menyakitinya,baik sengaja ,maupun tidak. Perlu latihan untuk mendewasakan sikap mental.Dan saya bersyukur sudah mendapatkan tempaan  selama perjalanan hidup yang sudah hampir tiga perempat abad.

Sewaktu tahun lalu ,kami pulang kampung di Padang, tiba tiba mata saya terpaku pada sosok orang yang menjajakan minuman dengan membawa beca. Saya yakin,amat kenal dengan wajah ini. Dan dalam beberapa detik,saya jadi ingat,inilah orang yang dulu saya bantu.Dari tukang beca,yang biasa mengantarkan barang ke gudang ,saya berikan modal usaha ,dalam jumlah yang cukup besar,untuk dapat mengubah nasibnya.Tidak pake bunga dan tidak pake syarat bagi hasil .Semata mata mau menolong,Juga tidak mengharapkan dapat tiket masuk surga.

Pada awalnya,semua berjalan baik, bahkan sudah dapat membangun rumah sederhana dikampung..Tentu saja saya ikut gembira,karena tidak sia sia membantunya. Namun ,beberapa tahun kemudian,ia menghilang . Dengan rasa cemas dan kuatir ,mungkin ia sakit,maka saya datangi rumahnya.Ternyata uang yang saya berikan sebagai modal,sudah dibelikan tanah,tanpa mendiskusikannya kepada saya.Jujur saya amat kecewa.Dan sejak itu,kami tidak pernah bertemu lagi.Saya juga sudah mengikhlaskannya.

Kini sosok yang bernama Agus (bukan nama sebenarnya) ada dihadapan saya."Wajahnya tampak jauh lebih tua dari pada usianya. Rupanya uang yang saya pinjamkan dan dibelikan tanah atas nama saudaranya,ditipu oleh saudara kandungnya sendiri.Modal habis dan terpaksa balik kepekerjaan awal sebagai Penarik Beca.

Pikiran saya menolak untuk membantu,orang yang sudah membalas air susu dengan air tuba.Tapi syukur ,saya dikaruniai hati nurani,yang masih hidup . Maka saya berikan sejumlah uang kepada Agus,yang mungkin bermanfaat baginya..Dan saya lega,karena sudah mampu mengalahkan diri sendiri.Dengan membalas air tuba dan memberikannya air susu.

Bukan  Episode Sanjung Diri

Sepotong kisah hidup ini,tentu bukan bagian dari episode sanjung diri ataupun pencitraan.Karena saya bukan siapa siapa,jadi tidak perlu pencitraan diri. Hidup saya sudah dikaruniai berkecukupan dan kami berdua berbahagia dikelilingi anak mantu dan cucu cucu ,serta mantu cucu,yang menyayangi kami.

Hanya ingin berbagi kisah,bahwa membalas air tuba dengan air susu,memang tidak mudah,tapi bisa.Tapi perlu kedewasaan dalam sikap mental dan menjaga agar hati nurani kita,tetap hidup dan tidak tertutup oleh energi kemarahan dan kebencian.

Menolong Orang adalah Menolong Diri

Diwaktu lain,terjadi kecelakaan lalu lintas,saya tergeletak tidak sadarkan diri.Ditolong oleh orang yang sama sekali tidak saya kenal. Dibawakan kerumah sakit dan berdasarkan alamat yang ada di ktp ,memberitahukan istri saya dirumah. Belakangan baru saya tahu,bahwa yang menolong saya adalah Haji Zainal,yang sama sekali tidak saya kenal.Baru tahu,ketika beliau menjenguk saya di rumah sakit .Sebuah pembelajaran diri bagi saya.

Sungguh,menolong orang adalah juga menolong diri, Menolong dengan ikhlas,tanpa mengharapkan pahala masuk surga, tetap saja memberikan kita kebahagiaan .Bahwa hidup kita ada manfaatnya bagi sesama manusia. Harimau mati  meninggalkan belang,gajahmati meninggalkan gading dan manusia mati ,meninggalkan budi baik.

Renungan Diri

Kita tidak perlu berharap menjadi orang saleh,karena kesalehan hanya milik Tuhan. Yang dapat kita lakukan adalah menjadikan hidup kita bermanfaat.Ibarat sekuntum bunga,yang hari ini hidup,besok layu ,mengering dan mati,namun bunga sudah memberikan manfaatnya kepada dunia,Menebarkan keharuman dan membagi keindahannya.Hidupnya singkat,tapi bermanfaat.Masa iya ,kita yang konon merupakan makluk ciptaan paling mulia, kalah dengan sekuntum bunga yang harganya cuma seribu perak?

Burns Beach, 13 Desember. 2016

Tjiptadinata Effendi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun