Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hidup Seperti Apa Ini?

24 Oktober 2016   11:39 Diperbarui: 25 Oktober 2016   03:52 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Sudah Jatuh Ditimpa Tangga,Dihimpit Atap Lagi. Mengapa Bisa Begitu?

Hidup sudah morat marit, penyakit sangat akrab, bukan hanya pada diri sendiri,tapi melibatkan anak istri. Mau berobat ? Boro boro mau berobat, untuk beli beras saja sudah tidak punya. Pakaian yang layak jual dan masih laku, sudah dilego. Dimulai dari stelan sewaktu menikah,gaun pengantin, cincin kawin,semua sudah disulap jadi uang kertas.

Yang nilai nominalnya hanya mampu untuk bertahan hidup seminggu. Rasanya kalau kepala laku digadaikan,akan dilakukan. Tapi kata Kepala Bagian Kredit dari salah satu bank, ternyata kepala tidak laku untuk dijadikan agunan. Berharap agar ada kerabat yang kaya raya, mau mengulurkan tangan, untuk membantu? Jangan bermimpi. Percayalah,ketika kita tertawa, maka seluruh dunia akan ikut tertawa bersama kita.Tetapi ketika kita meratap, maka merataplah kita sendirian dipojok gelap.

Sebuah  candaan? Bukan, melainkan sebuah humor kehidupan yang teramat menyakitkan. Setidaknya bagi kami sekeluarga

Sebuah Kilas Balik Kehidupan

Setiap ada kesempatan pulang kampung,seakan sudah menjadi ritual abadi,ada kisah suka cita dan ada kisah perih dan menyedihkan yang saya hadapi. Kisah suka cita nya adalah bertemu dengan anggota keluarga dan teman teman, yang sudah puluhan tahun tidak ketemu. Menghadiri pernikahan cucu ponakan kami di Payahkumbuh. Diajak makan oleh ponakan ponakan dan tentu tidak lupa nostalgia tak habis habisnya,bertemu dengan anak anak yang dulu saya gendong gendong, ketika bertemu ternyata sudah jadi nenek nenek.

Dan bukan hanya kisah seperti Ben Hur yang ditayang ulangkan dalam versi baru,namun memiliki roh yang sama,ternyata kisah hidup yang pernah kami alami lebih dari 40 tahun lalu, diputar tayangkan lagi dalam kehidupan salah seorang sanak family saya, dalam versi yang berbeda dan pemain yang beda juga,namun membawakan irama yang senada yakni penderitan hidup berkepanjangan.

Opa Apa yang Harus Saya Lakukan?

Malam tadi saya dapat pesan via What’sApp  : ”Opa masih ingat saya? Nama saya Joni, Ayah dan ibu saya) sudah sejak lama almarhun. Saya tinggal hanya berberapa rumah dari rumah Opa yang dulu. Saya baca tulisan Opa di Kompasiana. Saya menangis sejadi jadinya dalam kamar. Suami saya sampai kaget, mengira apa yang terjadi pada diri saya?

Kisah hidup Opa dan Oma, ternyata sungguh sungguh terjadi dalam hidup kami. Sudah jatuh ditimpa tangga ,dihimpit atap lagi .Saya tidak sekuat Oma. Saya takut dan ngeri membayangkan apa yang akan terjadi pada anak kami yang saat ini baru berusia 5 tahun. Suami kerja serabutan. Jual ikan,Jual ayam dan terkadang bantu bantu angkat barang barang, Beca sudah kami jual, ketika anak kami terkena typus. Opa kan tahu gimana hidup di pasar, karena Opa sudah terlebih dulu menjalaninya. Saya jualan cendol dan kue kue. Konsinyasi dari teman teman yang kasian tengok kami,karena saya tidak punya modal lagi . Opa tolong kami yaa.”

Satu dari sekian Banyak pertanyan

pesan ini ,bukanlah satu satunya yang saya terima,melainkan hanya salah satu dari sekian banyak perttanyaan yang masuk ke inbox saya. Baik melalui facebook, Whats App, Sms dan Mesengger. Karena itu saya merasa, jalan terbaik adalah menuliskan artikel ini dan mempublishednya sehingga dapat dibaca orang banyak. Ketimbang saya harus menjawab satu persatu pertanyaan yang masuk, 

Perlu Evaluasi Diri

Berkeluh kesah ataupun merapati nasib, tak akan menggubah apapun,malahan akan semakin memperburuk keadaan. Jalan terbaik ,bila merasa hidup semakin lama sekalin terpuruk dan tidak tampak titik terang atau titik baliknya,maka perlu sesegera mungkin melakukan evaluasi diri. Karena hal ini menyangkut kehidupan keluarga, alangkah baiknya pasangann hidup kita diajak berunding. Lakukan evaluasi diri secara tenang,tentang apa yang sudah dijalani selama beberapa tahun. Mengapa selalu terkandas? Kalau memang segala sesuatu sudah dijalankan dengan maskimal dan masih belum menampkakan titik terang, maka sudah waktunya mengubah haluan hidup.

  1. persiapkan diri untuk alih pekerjaan 
  2. alih usaha
  3. jangan lakukan hanya karena emosional
  4. bila sudah memutuskan, kerjakan
  5. jangan ragu ragu

Penting Dipahami bahwa

  • setiap perubahan pasti ada tantangan
  • pasti akan hadapi ssuau yang baru
  • lingkungan baru
  • pelu belajar dari awal
  • perlu kesabran dan ketabahan

Berpikir itu baik. Karena pikir adalah pelita hati.Tapi terlalu banyak berpikir,membuat orang hanya menjadi akhili pikir tapi tidak melakukan apapun. Perubahan selalu menghadirkan sebuah harapan,tapi sekaligus resiko. Inilah yang namanya hidup Nanum kalau mau hidup berubah menjadi lebih baik,maka harus berani mengambil resiko. Kita tinggal memilih, jalan mana yang harus diambil.

Bandara Adisucipto, 24 Oktober,2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun