Sudah Jatuh Ditimpa Tangga,Dihimpit Atap Lagi. Mengapa Bisa Begitu?
Hidup sudah morat marit, penyakit sangat akrab, bukan hanya pada diri sendiri,tapi melibatkan anak istri. Mau berobat ? Boro boro mau berobat, untuk beli beras saja sudah tidak punya. Pakaian yang layak jual dan masih laku, sudah dilego. Dimulai dari stelan sewaktu menikah,gaun pengantin, cincin kawin,semua sudah disulap jadi uang kertas.
Yang nilai nominalnya hanya mampu untuk bertahan hidup seminggu. Rasanya kalau kepala laku digadaikan,akan dilakukan. Tapi kata Kepala Bagian Kredit dari salah satu bank, ternyata kepala tidak laku untuk dijadikan agunan. Berharap agar ada kerabat yang kaya raya, mau mengulurkan tangan, untuk membantu? Jangan bermimpi. Percayalah,ketika kita tertawa, maka seluruh dunia akan ikut tertawa bersama kita.Tetapi ketika kita meratap, maka merataplah kita sendirian dipojok gelap.
Sebuah candaan? Bukan, melainkan sebuah humor kehidupan yang teramat menyakitkan. Setidaknya bagi kami sekeluarga
Sebuah Kilas Balik Kehidupan
Setiap ada kesempatan pulang kampung,seakan sudah menjadi ritual abadi,ada kisah suka cita dan ada kisah perih dan menyedihkan yang saya hadapi. Kisah suka cita nya adalah bertemu dengan anggota keluarga dan teman teman, yang sudah puluhan tahun tidak ketemu. Menghadiri pernikahan cucu ponakan kami di Payahkumbuh. Diajak makan oleh ponakan ponakan dan tentu tidak lupa nostalgia tak habis habisnya,bertemu dengan anak anak yang dulu saya gendong gendong, ketika bertemu ternyata sudah jadi nenek nenek.
Dan bukan hanya kisah seperti Ben Hur yang ditayang ulangkan dalam versi baru,namun memiliki roh yang sama,ternyata kisah hidup yang pernah kami alami lebih dari 40 tahun lalu, diputar tayangkan lagi dalam kehidupan salah seorang sanak family saya, dalam versi yang berbeda dan pemain yang beda juga,namun membawakan irama yang senada yakni penderitan hidup berkepanjangan.
Opa Apa yang Harus Saya Lakukan?
Malam tadi saya dapat pesan via What’sApp : ”Opa masih ingat saya? Nama saya Joni, Ayah dan ibu saya) sudah sejak lama almarhun. Saya tinggal hanya berberapa rumah dari rumah Opa yang dulu. Saya baca tulisan Opa di Kompasiana. Saya menangis sejadi jadinya dalam kamar. Suami saya sampai kaget, mengira apa yang terjadi pada diri saya?
Kisah hidup Opa dan Oma, ternyata sungguh sungguh terjadi dalam hidup kami. Sudah jatuh ditimpa tangga ,dihimpit atap lagi .Saya tidak sekuat Oma. Saya takut dan ngeri membayangkan apa yang akan terjadi pada anak kami yang saat ini baru berusia 5 tahun. Suami kerja serabutan. Jual ikan,Jual ayam dan terkadang bantu bantu angkat barang barang, Beca sudah kami jual, ketika anak kami terkena typus. Opa kan tahu gimana hidup di pasar, karena Opa sudah terlebih dulu menjalaninya. Saya jualan cendol dan kue kue. Konsinyasi dari teman teman yang kasian tengok kami,karena saya tidak punya modal lagi . Opa tolong kami yaa.”
Satu dari sekian Banyak pertanyan