“Bejo pak”jawabnya sopan
“Usianya berapa pak?”
“Saya lahir tahun 1931 pak”
“Alamatnya dimana pak Bejo?” tanya saya lagi
Mendengar pertanyaan saya ini,tampak pak Bejo tertegun, wajahnya merawang jauh dan sesaat menjawab dengan suara hampir tidak kedengaran :” Saya tinggal disepanjang jalan ini pak “ Bejo mencoba tersenyum.namun yang tampak adalah senyum yang penuh kegetiran hidup.
“Saya dulu ikut berjuang pak. Ketika saya kembali,saya sudah kehilangan semuanya.Saya tidak mempunyai tempat tinggal.” Katanya ,seperti bergumam pada diri sendiri.
“ Hmm Apa nggak dapat tunjangan dari pemerintah pak Bejo?” kejar saya.
“Ada sih pak,tapi tidak cukup untuk hidup…”
Karena sudah terlambat ,maka saya sudahi pembicaraan singkat kami dan berharap ,setelah pulang dari gereja,dapat menyambung pembicaraan kami lagi.Mungkin ada kelanjutan yang dapat kami lakukan untuk meringankan beban hidupnya. Namun ,ketika Misa usai dan kami kembali ketempat pertemuan pagi tadi, Pak Bejo sudah raib entah kemana.
Hinggga kini ,masih terbayang oleh saya wajah orang tua yang sudah berusia 85 tahun, tapi hidup dari memulung botol plastic bekas. Dan menurut keterangannya, rumahnya berada dimana saja ada emper toko dimana ia dapat membaringkan tubuhnya, ketika malam tiba.
Apakah kelak hidupnya akan berakhir diemperan toko orang ataukah pak Bejo beruntung ,ditemukan oleh aparat pemerintah yang terkait dalam hal ini? Tentu hanya waktu yang dapat menjawabnya. Karena setulus apapun niat ,kita hanya mampu meringankan beban hidup orang dan tidak akan mampu menanggung beban hidupnya.