Gudeg, Bisnis Keluarga yang Menggiurkan
Kalau ke Yogya, tidak mencoba Gudeg, rasanya ada sesuatu yang kurang. Walaupun saya cuma suka Krecek nya, karena saya tidak makan ayam. Ayam sahabat saya sejak kecil dan sahabat tidak makan sahabat.
Kami berdua ditemani oleh Mas Agus, yang adalah orang asli kota Gudeg ini. Dari hotel tempat kami menginap, kami dibawa menuju ke Jalan raya, yang berseberangan dengan Kampus UGM. Tujuannya apalagi,kalau bukan beli Gudeg. Dipinggiran jalan raya ini sudah terlihat beberapa outlet gudeg.
Namun mas Agus belum berhenti dan terus mengendarai kendaraan yang kami tumpangi masuk kedalam gang. “Didalam nanti banyak pilihan bu”, kata mas Agus ,sepertinya dapat membaca pikiran kami, mengapa beli gudeg tidak berhenti ditempat yang ada dipinggiran jalan.? Mengapa harus masuk kedalam gang? Rupanya, walaupun sama sama merupakan makanan khas Yogya ,dengan label: ”Gudeg”,tapi setiap outlet memiliki cita rasa khas dan tersendiri. Dan karena mas Agus,dulu pernah mengeluti usaha ini, makanya tahu persis, lokasi dimana ada Gudeg yang mungkin paling cocok dengan selera kami.
Begitu memasuki mulut gang, ternyata disana sudah tampak papan bertuliskan : ”Gudeg” dengan aneka warna cat,untuk menarik para calon pembeli. Kami masih terus lanjut kedalam gang ,ternyata disini tampak antri berbagai kendaraan roda empat, yang bertujuan sama dengan kami,yakni membeli gudeg, untuk oleh oleh.
Dari penjelasan mas Agus, baru saya tahu bahwa membuat Gudeg ini ruwet dan unik. Butuh kesabaran dan waktu cukup lama untuk mempersiapkannya. Merebus telur, mempersiapkan ayam, krecek,tempe,tahu dan segala macam daun daunan.
Bahkan agar tetap konsisten dengan citra rasa awal.untuk memasaknya tidak mengunakan kompor gas atau listrik, melainkan masih menggunakan kayu api. Dan kayu api ini juga tidak bisa sembarangan, asal comot, karena ada jenis kayu kayuan, yang ketika dibakar akan menimbulkan bau yang tidak sedap,. Yang tentu saja,akan mengurangi, bahkan menciderai aroma khas masakan gudeg ini.
Ada dua jenis Gudeg,yakni Gudeg kering dan gudeg basah. Yang basah untuk dimakan ditempat,sedangkan gudeg kering, untuk dibawa sebagai oleh oleh untuk keluarga.
Masakan yang diolah menggunakan bahan nangka muda, telor,ayam, krecek dan sebagainya ini, menjadi salah satu kuliner yang digandrungi oleh masyarakat. Tidak hanya bagi yang tinggal di kota Yogya, tapi juga di hampir seluruh nusantara. Dapat ditemui dihampir setiap pelosok kota Yogya. Tapi menurut mas Agus, setiap masakan memiliki citra rasa yang berbeda. Baik karena ramuan yang dijadikan sebagai bahan dasar untuk memasak, juga kekentalan santan dan tingkat kepedasannya juga, ikut menjadi point yang membedakan rasa
Peminatnya datang dari berbagai latar belakang sosial dan ekonomi.Bagi yang ekonomi pas pasan tetap saja dapat menikmati rasa Gudeg Yogya ini, dengan menyantapnya di warung-warung, Sedangkan bagi yang kantongnya lebih tebal, dapat menikmatinya di restoran restoran. Begitu besarnya minat masyarakat untuk mencicipi, bahkan menjadikannya santapan rutin, menyebabkan bisnis dibidang ini,menjadi sangat menarik dan menjanjikan.
Begitu tingginya tingkat peminat gudeg ,yang berdatangan bukan hanya dari masyarakat di Yogya dan sekitarnya, tapi juga dari berbagai daerah membuat bisnis kulinaer gudeg sangat laris manis di pasaran. Uniknya ,walaupn bisnis gudeg banyak dibidik dan dijalankan oleh masyarakat, namun tingginya peminat binsis gudeg tak membuat peluang bisnis kuliner gudeg semakin surut. Bahkan sebaliknya menjadi semakin berkibar.
Terjun dan menekuni bisnis gudeg memang merupakan pilihan tepat, dimana bisnis gudeg bisa dijalankan dengan modal kecil. Dan hampir dipastikan tidak akan mengalami kerugian atau kehabisan pelanggan, Karena seperti dijelaskan oleh mas Agus, yang pernah menggeluti bisnis sejenis ini, setiap juru masak, akan menghadirkan citra rasa khas tersendiri. Sehingga masing masing memiliki : ”fans” secara terpisah. Pada umumnya bisinis ini dikelolah secara kekeluargaan dan menjadi bisnis keluarga.
Walaupun pada kenyataannya, ketika uang semakin banyak mengalir dari keuntungan bisnis, maka masalah mulai muncul didalam keluarga, Yang intinya tidak jauh jauh adalah pembagian keuntungan yang tidak merata.
Peluang untuk usaha gudeg terbilang sangat cerah dan menjanjikan, Walaupun sudah banyak yang menggelar bisnis dibidang ini, namun mengigat konsumennya juga terus bertambah dan berdatangan, maka dipaatikan hingga beberapa tahun kedepan, bisinis Gudeg ini, masih tetap merupakan pilihan yang masih tetap menjanjikan.
Walaupun pasti didalam dunia bisnis, persaingan tidak dapat dielakkan ,namun menengok bisinis Gudeg dari tahun ketahun, bila dikelolah dengan baik, pasti akan merupakan peluang bisnis dibidang kuliner yang menggiurkan
Pada awalnya,sungguh saya tidak percaya, bahwa bisinis Gudeg bisa menghasilkan omzet belasan juta perhari. Tapi sekitar 40 menit nongkrong menanti giliran untuk dapat membeli dua Kendil Gudeg,yang masing masing berharga Rp.150.000,-- baru saya percaya.. Karena sebelum giliran kami, ada yang menenteng 4 box Gudeg, ada yang 5 box dan borong 6 box,yang katanya untuk oleh oleh teman di Jakarta.
Kami yang hanya beli dua box saja ,sudah membayar 300 ribuan, Dalam waktu kurang dari 40 menit, saya mencoba menghitung secara kasar ,ada 18 box termasuk kami yang berbelanja disana, Berarti sudah hampir 3 juta rupiah, Jadi tidak heran bila dalam sehari omzet bisa mencapai total lebih dari 10 juta rupiah.
Keuntungan kotor, kalau diperkirakan 30 persen ,berarti sudah ada tiga juta rupiah,minimal dalam sehari, Tidak butuh sewa ruko mahal mahal, cukup rumah tinggal dijadikan dapur dan sekaligus tempat pemasaran. Karena rata rata membeli, untuk dibawa pulang sebagai oleh oleh. Sementara itu bahan baku, tersebar dimana mana.
Beda dengan kedai kopi atau restoran yang membutuhkan lokasi strategis, untuk tempat berjualan, bisnis Gudeg, dapat dilakukan dimana saja. Kalau rumahnya kecil dan agak kedalam, ya pelanggannya tentu dari kalangan middle low atau menengah kebawah. Tapi kalau rumahnya lumayan besar, walaupun tidak berada di jalan raya, maka pangsa pasar dapat merambah segala lapisan masyakarat.
Harga jual tentu dapat disesuaikan dengan pangsa pasar, sesuai dengan kondisi tempat usaha. Dimulai dari harga 10 ribu hingga 20 ribu ,sedangkan untuk yang dikemas dalam kendil, yang berisi 4 potong ayam dan 5 buah telur, bersama dengan segala perangkat Gudeg lainnya, seperti yang kami bayarkan adalah 150 ribu rupiah per satu kendil dan inipun masih harus ditambah dengan ongkos packing masing masing 10 ribu rupiah.
Untuk strategi promosi bisnis, dalam jaman serba modern ini, semua lebih muda, Nggak usah buang uang jutaan rupiah, karena cukup melalui media sosial dan menyebarkan brosur, serta spanduk didepan rumah,
Apalagi kalau membuka layanan antar ditempat, tentu akan membuka kesempatan lowongan pekerjaan bagi yang punya sepeda motor dan sekaligus memperlebar sayap bisinis.
catataan: tulisan ini tidak ada kaitan dengan promosi. Hanya sekedar menengok dari sisi bisnisnya, betapa bisnis Gudeg ini dapat menjadi sebuah pilihan untuk wisata kuliner, yang akan bermanfaat ganda. Mendatangkan keuntungan yang sangat menjanjikan, merekrut tenaga kerja dan menjadi daya tarik bagi wisatawan domestik.
Ditulis di Yogyakarta, 5 September.2016
Dipostingkan di Jakarta
Tjiptadinata Effendi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H