Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Hindari Menjadi Orang yang Miskin Budi

3 Agustus 2016   07:08 Diperbarui: 6 Agustus 2016   00:18 684
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jangan Sampai Menjadi Orang Yang Miskin Budi

Bisa jadi karena garis garis telapak tangan,menghendaki kita harus menderita terlebih dulu,baru dapat menikmati hidup yang berkecukupan. Kita jalani dengan ikhlas.walaupun sangat berat. Jangan sampai kita miskin harta dan sekaligus miskin budi. Pelajaran hidup ini ditanamkan dalam diri saya ,ketika masih berusia 9 tahun,namun merupakan pelajaran moral pertama dalam hidup saya.

Saya Pernah Mencuri

Sewaktu masih berusia 9 tahun, saya pernah mencuri. Apa yang saya curi? Sepotong bambu pagar tetangga.  Karena  hidup kami morat marit dengan total 11 orang seayah dan seibu,maka jelas tidak mungkin bagi saya mau membeli sebuah layangan. Tapi sebagai seorang anak,menengok anak anak lain memanfaatkan libur panjang sekolah dengan bermain layangan, tentu saya juga sangat ingin ikut bermain layangan.

Maka terbit keinginan untuk membuat layangan sendiri. Kalau kertas ,gampang, tinggal pungut ditempat sampah,koran koran bekas yang dibuang orang, Tapi untuk buat layangan perlu bambu. Tiba tiba saya ingat pagar tetangga yang merupakan batas dengan pekarangan rumah kami, terbuat dari bambu yang dipaku melintang, Langsung saya berlari kesana. Mencoba mematahkan sebagian dari pagar tersebut. Namun apalah daya anak seusia 9  tahun, Tapi keinginan untuk membuat layangan,membuat saya nekad, Menarik sekuat kuatnya dan "kraak" akhirnya bambu itu patah. Tapi ada perih yang luar biasa ditelapak tangan saya. Tiba tiba ada carianhangat berwarna merah,ternyata telapak tangan saya tersayat sembilu cukup dalam,sehingga tampak sesaat dagingnya memutih.Tubuh saya menggigil menahan rasa sakit.

Mau menangis ,mana berani ,Saya lari sekencangnya kedapur, untuk mencari kain pembalut.Ketemu ibu saya ,yang sangat kaget menenggok telapak tangan saya berlumuran darah. Namun potongan bambu tetap saya pegang dengan tangan kanan. Ibu saya menumbuk bawang merah dan sesendok gula pasir. Membalutkan ketelapak tangan saya ,dengan kaus bekas yang disobek. 

Miskin Harta Jangan Sampai Miskin Budi

Tiba tiba saja dibelakang saya ,sudah berdiri ayah saya. Langsung bertanya kenapa saya luka. ? Mana berani saya bohong,Saya ceritakan,karena mengambil bambu tetangga. Ayah saya sangat berang dan berkata:" Keluarga kita memang miskin, tapi bukan keluarga malng,mengerti!" Ayoh kembalikan dan minta maaf kepada tetangga"

Ibu saya mencoba membujuk, tapi ayah saya keras, Apapun yang dikatakannya adalah perintah dan tidak boleh ada yang membantah, termasuk ibu saya. Maka dengan menahan rasa sakit, saya kembalikan potongan bambu tersebut dan minta maaf. Encim tetangga, sangat kaget menengok telapak tangan saya, Ia sama sekali tidak peduli tentang bambu yang saya curi, Malahan menggantikan kain pembalut dengan pembalut baru,sambil berkata: " :Lain kali,kalau mau minta saja ya nak, kasian kan tangannya sampai luka seperti ini, "sambil mengusap kepala saya. Saya menangis, bukan karena sakit,tapi terharu, orang yang pagarnya saya rusakkan,bukannya marah,tapi malah kasian menengok dan membantu mengganti pembalut luka saya.

Saya jadikan Pelajaran Hidup

Kejadian tersebut terpateri dalam dalam dihati saya. Ada dua hal yang teramat penting :

  1. Miskin  harta, jangan sampai miskin budi dan mengambil milik orang lain
  2. Si Encim memaafkan saya dan malah membantu membalut luka saya

Kelak ketika sudah dewasa dan menikah,walaupun kehidupan kami morat marit selama tujuh tahun,tidak pernah sekali juga saya mengambil sesuatu yang bukan milik saya. Kata kata dari ayah saya almarhum, seakan selalu terngiang dihari :" Kita memang miskin, tapi bukan keluarga maling"  Hingga kini, 64 tahun sudah berlalu,nasihata keras ini tak pernah pupus dari jiwa saya. Hal ini jualah yang selalu saya ajarkan kepada anak anak cucu kami, Jangan pernah ambil sesuatu yang bukan milik kita. Jangan Jadi orang yang miskin budi.

Disisi lain, kebaikan si Encim tetangga saya,yang telah menanamkan pelajaran moral tak ternilai. Yakni :' memaafkan saya yang sudah mencuri bambu dan malahan membantu membalut tangan saya." hingga kini selalu menjadi pedoman hidup saya. Pelajaran moral yang melekat pekat dan terpateri dalam jiwa dan tidak pernah pupus dimakan usia.Betapapun sangat membutuhkan uang, tak pernah sekali juga saya mengambil sesuatu yang bukan hak saya. 

Ternyata apa yang ditanamkan kedalam jiwa seorang anak, akan tumbuh dan berakar dalam dirinya ,seperti yang saya alami. Sebaliknya ,bila pengalaman buruk yang saya teirma pada waktu kecil,mungkin akan berpengaruh buruk juga dalam menjalani kehidupan saya. Jadi ingat sebuah pesan moral:"Salah membajak  sawah,rusak padi semusim.Salah mendidik anak, rusak seumur hidupnya". 

Dengan jalan:

  • jangan pernah mengambil atau menahan hak orang lain,dengan cara  dan dalam bentuk apapun
  • jangan pernah melupakan budi kebaikan orang, sekecil apapun
  • memaafkan orang yang bersalah kepada kita 
  • membantu meringankan beban hidup orang ,sesuai kemampuan diri

Bukan kisah spektakuler. Hanya secuil kisah hidup yang biasa biasa saja dari seorang anak,yang kini sudah menjadi kakek dari 10 orang cucu. Mungkin ada manfaatnya yang dapat dipetik. Sebagai manusia, kita tidak mungkin menjadi seperti malaikat.tapi setidaknya kita bisa menjadi manusia, yang tidak miskin budi

Tjiptadinata Effendi,03.08.16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun