Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wong Cilik Jadi Bemper

3 Juli 2016   21:20 Diperbarui: 5 Juli 2016   12:06 616
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keterangan foto; dibalik "gorden" ini, ada kehidupan. Bukan sebangsa kecoa ataupun tikus, tapi anak anak manusia, sama seperti kita.hanya garis tangan mereka yang berbeda dengan kita semua" foto: tjiptadinata effendi

Wong Cilik Jadi Bemper Pejabat

Sejak dulu, “wong cilik” dijadikan semacam bemper oleh para pejabat.Setiap berbicara,selalu membawa bawa nama :” wong cilik”.Bahkan belakangan ini,semakin  diperparah lagi dengan  latahnya orang menggunakan kata sakti :”wong cilik” ini.Baik dalam upaya menaikkan gensi diri,maupun dalam berusaha melakukan gertakan kepada pihak yang berseberangan dengan dirinya.

1-ada-f-57791f06927e61551f2b6b10.jpg
1-ada-f-57791f06927e61551f2b6b10.jpg
Benarkah Ada Kepedulian Terhadap Wong Cilik?
 Apa apa selalu dihubungi dengan :” demi memperjuangkan nasib wong cilik” atau “demi untuk membela wong cilik yang hidupnya terlantar” dan seterusnya dan seterusnya. Apakah benar mereka yang bersorak sorak tentang wong cilik ini, pernah secara nyata menengok dan mengulurkan tangan,membantu orang orang yang disebutkan sebagai “wong cilik ini?”

Kemana saja mereka,sewaktu terjadi tsunami di Aceh, gempa bumi di Padang,di Yogyakarta ,gunung Sinabung meletus,banjir besar di Jakarta, yang menenggelamkan Kampung Melayu  dan begitu banyak bencana alam?  Atau pernahkah mereka sungguh sungguh mau ,menghentikan mobil mewahnya dan turun untuk melonggok kehidupan dibawa kolong jembatan?

Tahukah mereka bahwa dikolong jembatan itu ada kehidupan? Bahwa yang hidup dibawa kolong tersebut ,bukan kodok atau belut ataupun biawak,tapi anak anak manusia, seperti kita semuanya. Pernahkah mereka  membawakan agak sebungkus nasi rames atau sekardus mie instant ke gubuk gubuk pinggiran sungai ?

1-ada-c-57791ea8f67a61170c7f404e.jpg
1-ada-c-57791ea8f67a61170c7f404e.jpg
Tanpa Rasa Malu

Menjadikan wong cilik,hanya sebagai bemper dalam membentengi diri,tanpa sekali jua ,turun dan mengulurkan tangan untuk meringankan penderitaan orang orang yang disebutkan sebagai :”wong cilik?”

Kalau belum pernah, tentu menjadi suatu hal yang sangat memprihatinkan kita semua, betapa begitu banyak pejabat kita, yang sudah berubah ujud,menjadi manusia tanpa rasa malu.

Hanya sekedar berkoar koar dimimbar ,untuk disoroti televisi dan dimuat diberbagai media cetak dan media online.Yang tujuannya tak lebih daripada mencari keuntungan diri pribadi,dengan mengunakan orang miskin sebagai perisai diri.

Tulisan ini tidak masuk ke rana politik,bukan karena takut dikritik,tapi hanya merupakan sebuah rasa keprihatinan, terhadap berbagai kepalsuan yang menjamur diberbagai kalangan pejabat .Apalah arti sebuah artikel kecil dari seorang Netizen,yang baru belajar menulis.Tapi setidaknya sebagai satu dari antara 240 juta orang Indonesia, saya sudah menyampaikan sebuah pandangan.

Mungkin saja tulisan ini,bagaikan setetes embun dipadang pasir,yang begitu jatuh,secara serta merta mongering diserap teriknya pasir,tidak mengapa.

catatan: semua foto adalah dokumentasi pribadi tjiptadinata effendi

Tjiptadinata Effendi, 03 Juli  2016

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun