Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Budaya Malu yang Semakin Tergerus

17 Juni 2016   21:05 Diperbarui: 22 Juni 2016   16:43 420
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini tampaknya budaya malu sudah hampir pupus dari  Indonesia. Tanpa perlu mengulang ulang kejadian yang memalukan, apalagi menyebut siapa dan bagaimana,hampir semua orang yang melek huruf, sudah memahaminya.

Yang tersisa hanyalah kata :” malu”nya, namun sudah berubah makna dan pengertian. Budaya malu hilang dan diganti dengan budaya bikin malu . Yang dibikin malu adalah seluruh orang Indonesia yang tersebar diseluruh pelosok tanah air dan mancanegara

Revolusi Mental Belum Tampak Hasilnya

Revolusi mental belum tampak hasilnya, Karenatidak berpijak pada dasar yang paling bawah,yakni dalam sebuah keluarga.Keluarga sebagai dasar pertama dari berdirinya sebuah negara , telah terlampauidalam upaya melakukan revolusi mental..Karena itu revolusi mental yangdicanangkan bukan hanya tidak terdengar gaungnya, bahkan belum dirasakan apapunyang berubah secara konkrit.

Menengok Budaya Malu di Negeri Orang

Baru baru ini, kami kesebuah taman bersama cucucucu. Karena sudah sore, maka taman kosong dan tak tampak warga disana..Disudut tembok,tampak tergeletak sebuah bola yang masih baru. Kalau dibelimungkin harganya minimal 25 dolar.Cucu kami tampak memegang bola tersebut danmeletakkannya diatas tembok,sambil berkata:” Nanti kalau yang punya mencaribola ini, gampang ia menemukannya”

Terharu kami menyaksikan peristiwa kecil ini,karena ternyata walaupun masih kecil ,tanpa kami suruh, dengan penuh kesadaraansendiri, mengangkat bola yang didapat ditaman dan meletakkan di posisi yangmudah ditermukan. Padahal sebagai seorang anak,mendapatkan bola di taman dan takada siapa sispa disana, bisa saja tergoda untuk membawa bola tersebut pulang dnamenjadi miliknya. Toh ia tidak mencuri dari siapa siapapun. Namun seorang anakyang baru berusia 13 tahun,sudah memahami makna ,budaya malu,. Malu untukmengambil sesuatu yang bukan miliknya, walaupun tidak ada siapapun yangmenengoknya.

Kisah ini bukan bermaksud memuji muji cucusendiri,melainkan sudah menjadi budaya mereka disini,bahwa tidak mengambilsesuatu yang bukan miliknya. Karena budaya malu sudah ditanamkan dalam hatimereka sejak masih kecil.

Dompet Berisi 5000 Dolar Ketinggalan di Toilet

Suatu waktu ,sebelum berangkat ke Italia, kamisinggah ke Mall,karena ada sesuatu yang ingin dibeli. Nah, istri saya ke toiletmembawa dompet, Kemudian keluar dan kami naik kendaraan yang disopiri oleh cucukami Kevin. Hampir tiba dirumah,tiba tiba istri saya baru sadar,bahwa dompetnyaketinggalan di toilet, Dan didalamnya berisi paspor dan uang tunai 5000 dolar,untuk biaya perjalanan kami ke Italia,

Tentu saja kami kaget dan cucu kami segeramemutar arah ,berbalik ke mall. Yang dapat kami lakukan adalah berdoa, semogayang menemukan akan mengembalikan lagi dompet berserta uang tersebut.

Tiba di Mall

Tiba di Mall ,begitu kendaraan diparkir,cucu kamiberlari sekencangnya ke dalam mall dan kami mengikuti dari belakang. Saat saatmenegangkan seperti ini, tentu membuat jantung berdebar debar, karena 5000dolar sebuah jumlah yang cukup banyak bagi kami.

Begitu tiba di Mall, kami langsung menuju ketoilet .Namun belum sampai disana,sudah tampak Kevin berlari mendatangi ,sambilmelambaikan tangan dengan gembira.Walaupun belum sempat berkomunikasi, kamisudah yakin,bahwa ia sudah menemukan dompet tersebut.. Tentu saja ,kami sangatbersyukur.

Kevin mengatakan bahwa dompet ditemukan pelayanCoffee Shop dan menyerahkan kepada Boss nya, Tentu yang boleh mengambil adalahpemiliknya,yakni istri saya sendiri,

Bergegas kami ke Gloria Jeans ,tempat gadis yangmenemukan bekerja, Begitu tiba, si Boss langsung menyalami istri saya:” Madam,you have a lot of money..here you are” sambil menyerahkan dompettersebut.Rupanya si Boss sudah menengok foto kami di Paspor,maka langsungmengetahui, bahwa istri saya adalah pemilik dompet tersebut.

Tidak Boleh Kasih Uang

Istri saya minta bertemu dengan gadis pelayancoffee shop tadi, untuk mengucapkan terima kasih dan sekaligus mau memberikantips 200 dolar, sebagai ucapan terima kash,Namun si Boss mengelengkan kepaladan mengatakan :” Jangan , Itu kewajiban kita semua, Menemukan milik  orang ,harus dikembalikan, Jadi jangandikasih uang”

Maka tentu aturan ini kami taati ,Namun sebagairasa terima kasih ,kami kembali lagi setelah membawa barang perhiasan,sebagaitanda terima kasih .Dan hal ini diijinkan oleh Boss Coffee shop tersebut..Seandainya gadis pelayan di Coffee Shop mau mengambil uang tersebut ,tentu sangat mudah baginya, Tinggal mengambil uangnya dan memasukkan dompet dan surat lainnya kedalam bak sampah,beres;Tapi sudah mendarah daging bagi mereka,untuk merasa malu ,mengambil sesuatu yang bukan haknya, Sama seperti yang dilakukan cucu kami,

Bukan Bermaksud Melecehkan  Negeri Sendiri

Pejabat dapat hadiah sekotak coklat,harus lapor..Teman saya  Traver, adalah kepala bagian pengawasan bangunan di tata kota . Kami sudah saling kunjungi rumah masing masing, Sambil bercanda, saya katakan :" wah,enak ya Traver,sebagai Kepala Bagian Pengawasan Bangunan". Langsung di jawab,:" Enak apanya ? Peraturan disini amat ketat, terima coklat sekotak saja, harus lapor,. Kalau tidak lapor dan ketahuan, langsung dipindah tugaskan ketempat lain,:Karena prinsip di pemerintahan di Australia, bila orang sudah menerima satu kotak coklat, berarti kemungkinan besar ia juga menerima hadiah hadiah lainnya."

Terpana juga saya mendengarnya, Rupanya tempat tempat yang di Indonesia dianggap :" basah: dan gampang dapatkan sesuatu,disini justru merupakan tampat yang kering kerontang, Karena tidak dibenarkan menerima hadiah apapun.

Tulisan ini tentu sama sekali tidak bermaksudmelecehkan negeri sendiri.Namun berharap tulisan kecil ini dapat menjadipengingat, bahwa kalau mau sungguh sungguh melakukan revolusi mental danmenghidupkan kembali budaya malu, sesungguhnya harus diawali dari keluargamasing masing,dengan penuh kesadaran diri.

Iluka, 17 Juni,2016

Tjiptadinata Effendi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun