Mohon tunggu...
TJIPTADINATA EFFENDI
TJIPTADINATA EFFENDI Mohon Tunggu... Konsultan - Kompasianer of the Year 2014

Lahir di Padang,21 Mei 1943

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Menertawakan Nasib Orang, Bisa Jadi Bumerang Bagi Diri Sendiri

27 Mei 2016   22:36 Diperbarui: 27 Mei 2016   23:10 793
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: Shutterstock

Karena itu, pada artikel ini saya tuliskan sepotong cuplikan hidup yang belum pernah ditulis dimanapun.

Sekaleng Susu Dijemput Paksa dari Gubuk  Kami

Pada waktu itu putra kami baru satu dan berusia belum cukup  satu tahun. Kerja keras siang dan malam,tidak cukup untuk kami dapat merawat anak dengan baik. Karena itu putra kami hanya kami berikan air nasi,sebagai ganti susu. Namun karena tinggal ditempat kumuh yang jauh dari kebersihan dan ketiadaan makan yang bergizi,putra kami sering alami kejang kejang. Wajahnya pucat pasi dan sering menangis terus dimalam hari.  Akhirnya dengan menjual cincin kawin,kami bawa kedokter anak. Menurut analisa dokter,putera kami kekurangan gizi.Perlu dikasih susu.sebagai tambahan ,selain dari air nasi.

Untuk membeli sekaleng susu saja ,sungguh kami tidak punya cukup uang. Saya jual semua pakaian saya yang masih laku dijual. Dari penjualan pakaian bekas ini saya ke pondok, untuk membeli sekaleng dua kaleng susu.  Namun uangnya kurang.  Saya mohon kepada yang menjual.untuk membawa susunya dan kekurangan uang ,akan saya lunasi dalam dua tiga hari. Dan bersyukur diijinkan. Dengan berbesar hati dua kaleng susu saya bawa pulang.

Malam Hari Ada Yang Datang

Malam hari ada yang datang ke gubuk kami. Ternyata pemilik toko dimana saya siang tadi membeli susu dua kaleng. Tanpa merasa perlu naik dan berbicara,dari bawah sudah berterak:”  Hai lu tadi yang ketoko gua ambil susu dua kaleng. Mana kekurangan uangnya? Itu tadi karyawan gua dan dia tidak berhak memberi utang pada siapapun!”

“Koh”,kata saya,”besok saya bayar kekurangannya yaa”

“Ndak bisa,, kalau tidak ada uang jangan kasih anak minum susu dong…,Kasih air tajin kek atau air tepung…l” suaranya semakin keras “ Mana susunya ,dikembalikan saja”

“Koh,saya kan malu ditengok tetangga, Biar saya yang antarkan kesana malam ini juga yaa” pinta saya.

Namun semakin keras suaranya :”Tidak bisa,kalau tahu malu,jangan berutang dong”

Bagaikan tercekik rasanya leher saya. Saya masuk kedalam dan ternyata istri saya Lina tampak sedang menangis,Ternyata Lina sudah mendengar pembicaraan tadi.Padahal orang yang datang ini sesungguhnya masih ada hubungan kekeluargaaan dengan kami. Tapi biasalah, kalau hidup bokek,jangan pernah sebut sebut,urusan sanak family,karena pasti tidak ada yang suka mendengarnya.Apalagi mengakuinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun